Kurang lebih satu minggu lagi kita sudah akan memasuki tahun 2020. Banyak sekali harapan, mimpi, cita-cita yang ingin dicapai di tahun 2020 yang belum bisa tercapai di tahun ini. Salah satunya adalah dengan cara menyusun resolusi di tahun depan tentang hal-hal apa saja yang ingin diwujudkan.
Tapi, momen akhir tahun nggak melulu soal memikirkan bagaimana tahun berikutnya akan melakukan apa. Ada hal-hal yang pada tahun ini sudah dilalui bersama dan sudah menjadi kebiasaan buat dilakukan dan pada momen akhir tahun ini kita mungkin nggak akan bisa melakukan hal-hal tersebut di tahun depan.
Emang iya? Apa aja emang?
Pertama, di akhir tahun ini masyarakat Indonesia yang gemar menonton film lewat streaming online di indoxxi mendapat kabar tidak mengenakan dari pemerintah. Pernyataan resmi itu keluar dari mulut Direktur Jenderal Aptika Kominfo, Samuel Pangerapan. Samuel mengaku telah memblokir lebih dari 1.000 website yang terkait pembajakan, salah satunya tentu adalah indoxxi website favorit kita semua.
"Kami bekerja sama dengan asosiasi video dan film untuk melakukan penghapusan website bajakan," ungkap Samuel seperti dilansir dari Kompas.
Sebanyak 63% (dari 1.045 sampel) masyakarat Indonesia gemar menonton film melalui website penyedia film bajakan, dan hal itu dinilai sangat merugikan industri perfilman Indonesia. Hal ini menunjukkan kalau indoxxi bisa dianggap sebagai salah satu hal yang (mungkin) bisa jadi alasan untuk membuat rakyat Indonesia bersatu.
Saya sebagai seseorang yang tidak munafik dan pernah menikmati layanan nonton film gratis dari website itu pun sangat berterima kasih dengan adanya indoxxi.Â
Saat menjadi anak kos yang kemampuan finansialnya tidak begitu baik, menonton film baru langsung di bioskop saat film itu rilis adalah hal yang sangat-sangat mewah. Dan bagi sebagian anak kos, termasuk saya, alasan seperti "Ah nanti juga keluar di indoxxi, ngapain mesti bayar mahal ke bioskop sih!?" memang benar adanya.
Pun tidak jarang sebagian teman saya memanfaatkan situs nonton gratis ini sebagai ladang bisnis. Orang Indonesia, terutama anak kos memang ada saja alasan dan akal untuk meraup cuan.Â
Dia (sebut saja Bram) menawarkan jasa isi film yang dia unduh dari situs nonton gratis ini. Harga yang ditawarkannya untuk satu film hanya lima ribu rupiah. Itu berarti uang yang dikeluarkan untuk sekali nonton di bioskop bisa untuk menonton 10 film jika memesan film lewat teman saya ini.
Tapi hal itu nggak berlangsung lama. Bram sadar kalau apa yang dilakukannya bukan hal yang benar. Cuan, sih, tapi dia merasa nggak enak hati. Belum lagi nggak jarang ada komplain soal kualitas filmnya yang jelek, mulai dari kualitas video yang masih lewat rekaman kamera penonton yang kadang ada bayangan seseorang lewat, sampai kualitas subtitlenya yang lebih cepat ketimbang adegan yang sedang diputar.
Kedua, sebenarnya ini kabar yang sudah dari 2016 lalu terjadi. Ya, pemblokiran Netflix oleh Telkom dan IndieHome. Di tahun ini sempat ada wacana pihak Telkom akan membuka layanannya agar bisa mengakses Netflix. Namun, hal itu sampai sekarang belum terjadi. Pengguna Telkom dan Indiehome masih belum bisa mengakses Netflix.
Tapi, orang Indonesia tidak kurang akal. Sejak diblokirnya akses Netflix tahun 2016, masyarakat pengguna IndieHome mencoba berbagai cara agar tetap bisa mengakses Netflix, yaitu salah satunya dengan menggunakan VPN.Â
Walaupun cara ini tidak melulu berhasil, namun paling tidak ada sekali dalam beberapa kali percobaan hal ini bisa bekerja dengan baik.
Sebenarnya pihak Telkom melalui Siti Choiriana sebagai Direktur Comsumer Telkom siap membuka akses untuk Netflix dengan syarat. Menurutnya seperti dilansir dari Kumpuran, pihaknya dan Netflix sudah intens mendiskusikan hal ini namun pihak Netflix belum bisa memberikan jaminan kepada pihak Telkom.
"Kita kerja sama dengan HBO dengan Fox dan lain-lain, kalau terjadi ada masyarakat komplain, itu mereka berani melalukan take down 1 x 24 jam. Nah, netflix sampai dengan sekarang belum bisa seperti itu, belum bisa meng-guarantee itu," ungkap Siti di sini.
Ketiga, sekaligus yang terakhir adalah adanya kabar yang mengatakan kalau mangastream dan jaiminisbox sebagai website yang setia menayangkan manga-manga keluaran WSJ (Weekly Shonen Jump) memberhentikan kebiasaannya ini.
Memang, pemberhentian ini bukan datang dari pemerintah Indonesia melainkan memang keputusan dari masing-masing pengelola website mangastream dan jaiminisbox sendiri. Tapi tetap saja hal ini membuat sebagian besar penikmat manga Shonen Jump menjadi kehilangan dua website kesayangan.
Sebenarnya pada tahun 2012 pihak mangastream pernah melakukan hal serupa, tapi hanya menghentikan penerjemahan terhadap beberapa judul atau series saja.Â
Tapi pada akhir tahun ini mangastream dan jaiminisbox mengambil langkah tegas kalau mereka akan menghentikan penayangan manga WSJ di website mereka masing-masing.
Perpisahan kita dengan ketiga hal tersebut mungkin bagi sebagian orang ibarat Paul Walker yang berpisah dengan Dominic Toreto di film Fast and Furious.Â
Namun, sisi positifnya dari adanya ditutup/diblokirnya berbagai hal di atas memang merupakan suatu pengingat kalau kenikmatan yang sudah pernah kita dapat selama ini bukanlah cara yang tepat. Menikmati layanan gratis melalui hal di atas merupakan cara yang melanggar hak cipta.
Kecewa dengan pemblokiran/penutupan hal yang sudah disebutkan di atas boleh, namun tetap harus mengingat kalau memang hal itu ya memang bukan cara yang dibenarkan untuk mendapat sebuah kenikmatan :(
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H