Suatu ketika, seorang pria bernama Kim Ki Joon menghajar Choi di depan para jemaat. Â Kim marah karena Sugyeong, istrinya, menjadi pengikut gereja yang ajarannya sesat ini.Â
Hal yang membuat Kim semakin berang adalah ketika istrinya itu menyerahkan seluruh biaya perawatan putra mereka pada Pendeta Choi.
Kim  dulunya adalah seorang wartawan sosial, namun berganti haluan menjadi wartawan selebritas.
Dia akan menguntit dan memeras mereka bila berita skandal mereka tak ingin diungkap ke publik.Â
Kim melakukannya semata-mata karena butuh uang untuk biaya perawatannya anaknya yang koma setelah insiden tabrak lari.Â
Namun, Kim berbalik arah.  Bersama dengan temannya yang seorang detektif, dia menyelidiki gereja tersebut apalagi setelah salah satu Utusan Tuhan  bernama Kim  Min Ju ditemukan gantung diri dengan luka-luka lebam di tubuhnya.Â
Saat itu, dia bertemu dengan Lee Seon Min, seorang Utusan Tuhan, yang nanti akan banyak membantu Kim dalam investigasi ini.
Choi bukanlah tokoh utama dalam novel ini, melainkan Kim Ki Joon sebagai tokoh 'dia' Â dan Lee Seon Min sebagai tokoh 'aku'. Â
Narasi yang dikembangkan oleh penulis cukup baik sehingga mampu menguras emosi pembacanya, terutama saat Choi , dalam doanya, seenaknya saja memerintahkan Tuhan untuk menyadarkan secepatnya putra Kim yang sedang koma.
 Kami tidak meminta keajaiban untuk membuat orang buta kembali dapat melihat atau orang lumpuh bisa berjalan. Bapa kami, sampai 28 Oktober, hanya sampai hari peristiwa pengangkatan nanti terjadi, kami mohon tolong jagalah putra dari anak domba yang sedang sakit ini. Lalu, di hari ketika 144.000 orang percaya, yang terpilih, pergi bersama-Mu saat Engkau turun kembali ke bumi dan kita bersama naik ke langit...saat itulah silahkan ambil nyawa anak itu. (Hal 59)
Novel ini memenangkan penghargaan kontes cerita ke-7 di Korea Selatan.Â