Maka, ketika Ren mendengar bahwa kakaknya itu tewas dibunuh, dia tentu saja merasa sangat kehilangan.
...Serangannya brutal...Selain di wajah, terdapat luka di seluruh tubuh korban.(hal19)
Ren tidak menyangka ada orang yang tega berbuat sekeji itu pada kakaknya. Dia menggambarkan kakaknya itu sebagai orang yang baik hati dan peduli pada orang lain.
Keiko Ishida selalu memedulikan orang lain dan sangat disukai. Menurutku, tidak ada orang yang cukup membenci Keiko sampai harus membunuhnya dengan cara yang begitu mengerikan. (hal 20)
Namun ketika polisi menanyakan beberapa pertanyaan tentang kehidupan pribadi Keiko-tentang siapa orang yang terakhir kali Keiko menghabiskan waktu bersama, apakah Keiko punya pacar, apakah Keiko bertengkar dengan pacarnyaRen tidak mampu menjawab.Â
Aku beringsut gelisah di kursiku. Sedikit sekali yang kuketahui tentang teman-teman kakakku, atau laki-laki yang dikencaninya. Dia memang tak pernah menceritakan rahasianya kepadaku, tapi aku sendiri tak pernah mengajukan cukup banyak pertanyaan. Apakah selama ini aku tidak peduli? (hal 17)
Lalu Ren berusaha mengumpulkan serpihan demi serpihan jawaban tentang kehidupan Keiko.Â
Dia pergi ke Akakawa, kota tempat kakaknya itu tinggal untuk bekerja. Kota Akakawa adalah kota imajiner.Â
Penulis mendeskripsikan kota itu sebagai kota sunyi, senyap dan menyimpan rahasia besar, luasnya 252.136 kilometer dan terletak di dataran tinggi.
 Ren tinggal di sebuah rumah pemondokan milik seorang politikus terkenal bernama Kosugi Katou.
 Rumah itu dulu pernah ditinggali kakaknya bahkan dia menempati kamar kakaknya juga.Â