Fermina pun sebenarnya sama bucinnya dengan Florentino bahkan wanita itu sampai menentang ayahnya sendiri karena menjadi penghalang cinta dia dan Florentino.Â
Lorenzo, ayah Fermina, sampai harus menjauhkan Fermina dari Florentino dengan membawa anak perempuannya itu ke kampung halaman mendiang ibunya.Â
Kebucinan Fermina memang tidak berlangsung lama karena Fermina memilih menikah dengan pria lain.
Ketiga, sisi humanis seorang Juvernal Urbino, tokoh utam kedua dalam novel ini.
Meskipun dia berasal dari keluarga bangsawan, namun dia tidak memandang rendah orang-orang yang tidak sederajat dengannya.Â
Dengan integritasnya yang tinggi sebagai seorang dokter, dia mendedikasikan dirinya di tanah kelahirannya terutama saat kota tempatnya lahir sedang mengalami bencana kolera. Juga dia turut ambil bagian dalam memperbaiki tatanan kota.
Novel ini memiliki banyak pelajaran, baik dari segi moral maupun percintaan. Penulis ingin menunjukkan pada pembacanya bahwa cinta yang terlalu berlebih-lebihan dan menggebu itu hanya sesaat, sementara cinta yang melalui banyak proses adalah yang benar-benar cinta sejati.
Penulis juga ingin menyampaikan hal-hal tentang kehilangan. Bahwa penyesalan setelah kehilangan seseorang angatlah menyedihkan seperti yang ditunjukkan Fermina Daza setelah kematian suaminya.Â
Tembak aku", katanya, dengan tangan di dada, " tidak ada kemuliaan yang lebih besar daripada mati demi cinta." (Florentino Ariza, hal 152)
Judul : Love in the Time of Cholera
Penulis : Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah : Roesmary Kesauly
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2018 (Cetakan Pertama)
Jumlah Halaman : 640 halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H