Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Romantisme Senja dalam Novel "Love in The Time of Cholera"

13 November 2023   12:00 Diperbarui: 14 November 2023   00:09 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumen Pribadi

Sewaktu saya menonton sebuah drama korea, pemeran utama wanita dalam drama tersebut sedang membacakan sebuah buku pada pemeran utama pria. 

Judul pada cover buku tersebut membuat saya tertarik, apalagi ketika sang pemeran wanita mengutip kalimat cantik dari buku itu.

Saya pun mencari tahu dan ternyata buku ini tergolong langka di pasaran. Akhirnya setelah dua tahun penantian,saya mendapati buku ini di Gramedia.Berjejer anggun di antara novel klasik.

Mengapa tulisan ini saya beri judul romantisme senja? Karena yang mengalaminya, tokoh utama dalam novel ini, adalah sepasang kekasih yang sudah sepuh.

Mereka dulunya pernah memiliki hati satu sama lain, tetapi kemudian terpisah begitu saja.

Jadi, novel ini bercerita tentang Florentino Ariza yang ditolak cintanya sejak lima puluh satu tahun yang lalu. Fermina Daza lebih memilih menikah dengan Dr. Juvenal Urbino, dokter sekaligus bangsawan.

Fermina Daza bukannya tidak menyukai Florentino. Wanita itu malah berkeinginan untuk menikah dengan pria itu ketika mereka berdua masih berusia enam belas tahun.

Tetapi karena usia mereka masih muda, ditambah lagi ayah Fermina yang menentang pernikahan anak gadisnya dengan pria kelas rendahan, maka rencana pernikahan itu diundur. 

Mereka berdua berencana akan kawin lari setelah mereka berusia delapan belas tahun. Florentino dan Fermina pun sepakat untuk menjaga cinta suci nan abadi mereka sampai waktunya tiba.

Saat hari itu tiba, Fermina Daza pergi berbelanja. Dia membeli segala keperluan pernikahan dan rumah tangga dia dan Florentino nantinya.

Saat itu, dia secara tidak sengaja bertemu dengan Florentino. Ketika melihat pria pujaannya itu, mendadak rasa cinta menggebu di hatinya mendadak sirna. Begini katanya.

Saat melihatmu hari ini, aku sadar, yang ada di antara kita hanyalah ilusi (188)

Beberapa bulan kemudian, Florentino mendengar bahwa Fermina akan menikah dengan Dr. Urbino. 

Meskipun sakit hati, dia tetap menghadiri upacara pernikahan Fermina dan bersumpah setia tetap melajang sampai Fermina menjadi janda.

Novel ini berlatar belakang Karibia saat dilanda serangan virus kolera.

Karibia merupakan sebuah kepulauan yang berada di Hindia Barat. 

Kuba, Jamaika, dan Venezuela adalah contoh negara yang menjadi bagian dari Kepulauan Karibia. 

Kepulauan ini pernah dijajah oleh Spanyol, makanya penulis novel ini banyak menggambarkan sisa-sisa peninggalan kolonial Spanyol.

Peta Politik Karibia. Sumber gambar : CIA Map via wikipedia. org
Peta Politik Karibia. Sumber gambar : CIA Map via wikipedia. org

Bab pertama novel ini agak menjemukkan karena karakter tokohnya diceritakan dengan sangat panjang dan terkesan berbelit-belit. 

Satu tokoh saja menghabiskan dua atau tiga halaman. Tadinya saya kurang yakin bisa menghabiskan satu bab, tetapi rupanya eh malah keterusan.

Karena novel ini sangat tebal dengan alur cerita yang membingungkan, maka diperlukan konsentrasi serta kesabaran dalam membaca lembaran-lembarannya 

Tetapi tetap saja. Ada hal-hal menarik yang ditampilkan oleh para tokoh yang membuat saya sampai terheran-heran.

Pertama, saat Florentino yang telah berusia sepuh pergi menemui Fermina yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya. 

Florentino yang telah menjaga cintanya selama lima puluh tahun sekali lagi menyatakan cintanya pada wanita pujaannya itu.

Fermina, katanya, aku sudah menunggu kesempatan ini selama lebih dari setengah abad. Di depanmu, aku ingin mengulang sekali lagi sumpah setia abadi dan cintaku yang kekal (hal 96)

Kedua, kebucinan Florentino. Dari semua novel klasik yang sudah saya baca, tokoh utama pria dalam novel ini memiliki tingkat kebucinan tertinggi pada pasangannya. 

Misalnya, saat di awal-awal masa pendekatan dengan Fermina, Florentino rela tidak tidur hanya untuk membalas surat Fermina.

 Dia bahkan menggunting rambutnya sendiri dan memasukkannya di dalam surat yang akan dia kirimkan untuk Fermina.

Pemuda itu mengiriminya puisi-puisi mini yang ditulis kelopak-kelopak Camellia dengan ujung jarum. Florentno, dan bukan Fermina, yang dengan nekat menyelipkan guntingan rambutnya di salah satu surat...(hal 129)

Florentino ini memang sosok yang hiperbolik dan juga nyentrik. Mau bertemu sang pacar saja pun, saat awal-awal masa pacarannya dengan Fermina, pakai puisi ucapan selamat datang segala. 

Mungkin begitulah orang-orang zaman dulu mengekspresikan rasa cintanya.

Fermina pun sebenarnya sama bucinnya dengan Florentino bahkan wanita itu sampai menentang ayahnya sendiri karena menjadi penghalang cinta dia dan Florentino. 

Lorenzo, ayah Fermina, sampai harus menjauhkan Fermina dari Florentino dengan membawa anak perempuannya itu ke kampung halaman mendiang ibunya. 

Kebucinan Fermina memang tidak berlangsung lama karena Fermina memilih menikah dengan pria lain.

Ketiga, sisi humanis seorang Juvernal Urbino, tokoh utam kedua dalam novel ini.

Meskipun dia berasal dari keluarga bangsawan, namun dia tidak memandang rendah orang-orang yang tidak sederajat dengannya. 

Dengan integritasnya yang tinggi sebagai seorang dokter, dia mendedikasikan dirinya di tanah kelahirannya terutama saat kota tempatnya lahir sedang mengalami bencana kolera. Juga dia turut ambil bagian dalam memperbaiki tatanan kota.

Novel ini memiliki banyak pelajaran, baik dari segi moral maupun percintaan. Penulis ingin menunjukkan pada pembacanya bahwa cinta yang terlalu berlebih-lebihan dan menggebu itu hanya sesaat, sementara cinta yang melalui banyak proses adalah yang benar-benar cinta sejati.

Penulis juga ingin menyampaikan hal-hal tentang kehilangan. Bahwa penyesalan setelah kehilangan seseorang angatlah menyedihkan seperti yang ditunjukkan Fermina Daza setelah kematian suaminya. 

Tembak aku", katanya, dengan tangan di dada, " tidak ada kemuliaan yang lebih besar daripada mati demi cinta." (Florentino Ariza, hal 152)

Judul : Love in the Time of Cholera
Penulis : Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah : Roesmary Kesauly
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2018 (Cetakan Pertama)
Jumlah Halaman : 640 halaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun