Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kriminalitas Siswa Semakin Meningkat, Apa yang Harus Dilakukan?

9 Oktober 2023   06:30 Diperbarui: 12 Oktober 2023   18:13 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bullying di sekolah (Mikhail Nilov via kompas.com)

Saya jadi teringat ketika masih mengajar di sekolah. Waktu itu, covid-19 melanda. Para siswa dan guru terpaksa melakukan kegiatan belajar-mengajar dari rumah. Seorang ibu tiba-tiba menelepon saya. Bertanya alasan anaknya dikeluarkan dari grup WA mata pelajaran.

Bagaimana tidak dikeluarkan, si anak sering kali memicu kegaduhan, menuliskan hal-hal yang tidak sopan, serta tidak menghargai saya sebagai gurunya. Mentang-mentang saya masih muda. Sudah begitu, dia jarang mengumpulkan tugas dan sering absen.

Begitu saya mengutarakan alasannya, si ibu terdengar seperti memaklumi tingkahnya, "Aduh, Bu. Begitulah anak saya.  Kalau pelajarannya tidak penting, dia tidak mau mempelajarinya. Dia hanya mengikuti pelajaran yang penting saja," begitu tutur si ibu. 

Saya mendapat kesan bahwa pelajaran saya tidak penting sehingga si anak boleh berbuat sesuka hatinya. 

Saya tidak bermaksud menggurui hanya mengingatkan bahwa orang tua banyak sekali yang membela anaknya meskipun berbuat salah. Hal ini yang membuat anak-anak menjadi enggan bertanggung jawab atas yang telah mereka lakukan. 

Guru pun harus bisa 'menjiwai' siswa. Kompetensi sosial sering sekali diabaikan oleh beberapa guru padahal kompetensi ini sama pentingnya dengan kompetensi dasar lainnya. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru dalam mengelola hubungan sosial dengan siswa, entah itu berempati, self regulation, dan memberikan nilai-nilai yang positif pada siswa. 

Bila guru telah mengembankan kompetensi sosialnya, maka guru pasti tahu cara yang tepat dalam menegur serta memberikan hukuman pada siswa karena setiap siswa memiliki karakteristik emosi yang beragam. 

Sekolah juga sebaiknya konsisten dalam menegakkan aturan. Jangan setengah-setengah.  Beberapa sekolah seperti 'setengah hati' dalam menjalankan aturan yang telah dibuat. Alasannya karena merasa tidak enak pada orang tua yang telah membayar mahal pendidikan anak-anaknya.

Seorang teman yang mengajar di sebuah sekolah elite pernah bercerita bahwa dia diperingati oleh Kepala Sekolah lantaran menegur seorang siswa yang tertidur di kelasnya. Rupanya siswa itu mengadu pada orang tuanya lalu orang tua siswa melaporkan hal tersebut pada kepala sekolah.

Lha, saya bingung. Bagian mana yang salah ketika seorang guru menegur siswanya tertidur di kelas? Memang begitulah bila pendidikan sudah dikomersialisasikan. Bisnis lebih diperhatikan ketimbang mutu. 

Bila sekolah selalu merasa tak enakkan pada orang tua atau masyarakat, hal menjadi bumerang bagi sekolah tersebut. Para siswa akan sepele pada sekolah dan berbuat sesuka hati. Buntutnya, masalah-masalah dunia pendidikan semakin kompleks. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun