Sebut saja namanya Menanti
Perempuan mungil yang bangun setiap pukul empat pagi
Tiada gentar menembus hari yang masih pekat
Tiada peduli pada jalanan yang masih lengang
Â
Dia, Menanti, seorang guru yang digaji tiga bulan sekali
Dia pandai mengajar
Anak-anak senang mendengarnya bercerita
Tentang Bumi Palawija
Tentang betapa gagahnya Arjuna saat melawan Kurawa
Tentang Hikayat Bayan Budiman
Â
Rekan guru pun banyak yang mendekatinya
Meminta Menanti mengerjakan ini dan itu sambil bertopang dagu
Meski mereka sering bergunjing di belakangnya, namun Menanti dengan senang hati membantu
Tak heran bila Menanti selalu pulang ketika petang menjelang
Pergi pagi, pulang ketika surya tidak tampak lagi
Begitu setiap hari
Â
Namanya Menanti
Entah bagaimana namanya menjadi Menanti
Mungkin karena dia sudah menanti selama bertahun-tahun
Menunggu kepastian yang semakin tak pasti
Menunggu kejelasan yang semakin samar
Tetapi asa tidak pernah surut
Semangat tidak pernah memudarkannya untuk berdedikasi
Demi anak negeri
Menanti tidak lagi menanti
Dia telah terhempas, dibuang begitu sajaÂ
Orang-orang bilang dia  tidak pintar menjilat
Orang-orang bilang dia telah menua
Menanti memang tidak menanti lagi
Semangat tidak pernah pudar untuk mendedikasikan dirinya pada anak negeri
Di dalam jiwanya telah terpatri bagimu negri, kami mengabdi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H