Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka yang Berjuang Melalui Tulisan

10 November 2022   07:00 Diperbarui: 10 November 2022   07:21 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman depan Medan Prijaji yang terbit pada 2 April 1910 (sumber : majalahversi.com via wikimedia.org)

Sejak orang-orang Eropa menancapkan hegemoninya di bumi Nusantara ini, rakyat pribumi berusaha mengusir mereka. Meskipun belum mengenal persatuan, tetapi mereka  pada masa itu telah menunjukkan kegigihan yang luar biasa untuk mengusir penjajah dari tanah kelahirannya.

Sebut saja Aceh yang selama  seabad membuat Belanda kewalahan untuk menaklukkan  Tanah Rencong itu. Atau Raja-Raja Bali yang bersikukuh mempertahankan tradisi Hak Tawan Karang dari Belanda yang berniat untuk meluruhkan tradisi tersebut.

Pada abad XX, mulai muncul kesadaran untuk bersatu apalagi ketika  Belanda memberlakukan politik etis. Saat itu, Belanda mewujudkan Politik Etis dengan mendirikan sekolah-sekolah bagi kaum pribumi.

Dari sekolah ini lahirlah golongan terpelajar yang kemudian menanamkan  Nasionalisme kepada bangsa Indonesia. Sebagai wujud rasa kebangsaan itu, dibentuklah organisasi pergerakan sebagai wadah untuk berjuang membebaskan diri dari merdeka.

Ada juga yang tampil berani  mengkritik pemerintahan kolonial dengan tulisan-tulisan mereka. Berikut beberapa di antaranya.

Suwardi Suryaningrat

Sebelum mendirikan Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara mendirikan organisasi politik bernama Indiche Partij (IP) bersama dua rekannya, E.F.E. Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) dan Dr. Cipto Mangunkusumo.

Organisiasi ini memiliki surat kabar bernama De Express yang diasuh oleh E.F.E. Douwes Dekker. Para pendiri organisasi ini, melalui tulisan-tulisan mereka, gencar menentang pemerintah kolonial.

Salah satu tulisan yang membuat Belanda murka adalah sebuah artikel berjudul Als Ik Nederlander Was (Andai saya orang Belanda) yang ditulis oleh Suwardi Suryaningrat. Tulisan itu berisi kritikan pedas terhadap pemerintah kolonial yang akan merakayan 100 tahun kemerdekaannya dari Perancis di bumi Nusantara ini.

Dalam tulisan itu, Suwardi Suryaningrat menyindir pemerintah Belanda dengan mengumpamakan dirinya sebagi seorang Belanda : “Andai aku seorang Belanda, aku tidak akan mengadakan pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaan.”

Suwardi juga menuliskan: “ Sejajar dengan pikiran ini, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk mengadakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya” (Moedjanto, G : 1988, hal 34)

Akibat tulisan ini, Pemerintah Belabda membredel De Express dan menyatakan bahwa Indische Partij merupakan partai terlarang. Suwardi Suryaningrat dan kedua rekannya diasingkan ke Belanda.

R.M. Tirto Adhi Soerjo

R.M Tirto Adhi Soerjo  merupakan perintis surat kabar dan dikenal juga sebagai Bapak Pers Nasional. Tirto sempat mengenyam pendidikan di STOVIA pada 1894 yang mana selama mengenyam pendidikan, beliau aktif menulis untuk Chabar Hindia Olanda, Pewarta Priangan, dan Pembrita Betawi.

Setelah keluar dari STOVIA, Tirto mendirikan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907), dan Putri Hindia (1908).  Medan Prijaji merupakan surat kabar pertama yang berbahasa Melayu dan seluruh pengerjanya juga merupakan orang pribumi.  

Tirto merupakan orang pertama yang menjadikan surat kabar sebagai alat perjuangan untuk melawan penjajah. Tulisan-tulisannya penuh dengan kritik terhadap pemerintah Kolonial.

Salah satu tulisannya pernah dimuat sebagai headline dalam Surat Kabar Medan Prijaji dengan judul  Orjaan Boeat Bangsa yang Terperintah di Hindia Olanda, tempat memboeka soearanja.

Akibat tulisan pedas Tirto pada Pemerintah Kolonial, beliau ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bacan (Halmahera).

Abdoel Moeis

Nama Abdoel Moeis tidak hanya dikenal sebagai sastrawan, melainkan juga sebagai wartawan dan politikus. Beliau pernah bekerja sebagai staf di Departemen van Onderwijs en Erediens atau Komisi Bacaan Rakyat yang dibentuk Belanda.

Pada 1913, Abdoel Moeis bergabung dalam Organisasi Sarekat Islam dan menjadi Pemimpin Redaksi pada Harian Kaoem Moeda. 

Abdoel Moeis juga banyak mengecam Pemerintah Kolonial melalui tulisannya dan pernah dimuat dalam Harian De Express.

Beliau ditangkap Belanda dan diasingkan ke Cianjur. Di sanalah beliau menulis novel Salah Asuhan. 

Roehana Koeddoes

Ruhana dan R.A. Kartini hidup sezaman. Bila Kartini  tokoh emansipasi  wanita yang berasal dari Jawa, maka Ruhana adalah tokoh emansipasi yang berasal dari Tanah Minang.

Ruhana tidak pernah mengenyam pendidikan formal, tetapi beliau diajari membaca, menulis, berhitung oleh tetangganya yang baik hati. Sejak sudah mengenal huruf, Ruhana menjadi gemar membaca dan menulis. Sejak usia delapan tahun, beliau mahir berbahasa Jawa, Minang, dan bahkan  bahasa Belanda. 

Ruhana merupakan wartawati perempuan pertama. Beliau mendirikan Soenting Melaju  dan  banyak menulis tentang kaum perempuan dan keprihatinannya pada minimnya sekolah bagi kaum putri.  Sama seperti Kartini, Ruhana mengajak kaum perempuan untuk berjuang agar lebih maju.

Beliau juga berisi tentang kritikan terhadap pemerintah kolonial, seperti praktik pergundikan dan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan Belanda terhadap buruh perkebunan Tembakau Deli di Sumatera.

Soenting Melajoe, surat kabar perempuan pertama (sumber gambar: wikimedia.org)
Soenting Melajoe, surat kabar perempuan pertama (sumber gambar: wikimedia.org)

Para tokoh ini, meskipun tidak terjun ke lapangan sembari mengangkat senjata , namun melawan melalui tinta dan kertas. Memang mereka berakhir dengan cara diasingkan, namun tulisan mereka mampu mengobarkan semangat bangsa untuk berjuang mencapai kemerdekaan.

Referensi :

Moedjanto, G, Indonesia Abad Ke-20 jilid I, Kanisius : Jakarta1988

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun