Suwardi juga menuliskan: “ Sejajar dengan pikiran ini, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk mengadakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya” (Moedjanto, G : 1988, hal 34)
Akibat tulisan ini, Pemerintah Belabda membredel De Express dan menyatakan bahwa Indische Partij merupakan partai terlarang. Suwardi Suryaningrat dan kedua rekannya diasingkan ke Belanda.
R.M. Tirto Adhi Soerjo
R.M Tirto Adhi Soerjo merupakan perintis surat kabar dan dikenal juga sebagai Bapak Pers Nasional. Tirto sempat mengenyam pendidikan di STOVIA pada 1894 yang mana selama mengenyam pendidikan, beliau aktif menulis untuk Chabar Hindia Olanda, Pewarta Priangan, dan Pembrita Betawi.
Setelah keluar dari STOVIA, Tirto mendirikan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907), dan Putri Hindia (1908). Medan Prijaji merupakan surat kabar pertama yang berbahasa Melayu dan seluruh pengerjanya juga merupakan orang pribumi.
Tirto merupakan orang pertama yang menjadikan surat kabar sebagai alat perjuangan untuk melawan penjajah. Tulisan-tulisannya penuh dengan kritik terhadap pemerintah Kolonial.
Salah satu tulisannya pernah dimuat sebagai headline dalam Surat Kabar Medan Prijaji dengan judul Orjaan Boeat Bangsa yang Terperintah di Hindia Olanda, tempat memboeka soearanja.
Akibat tulisan pedas Tirto pada Pemerintah Kolonial, beliau ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bacan (Halmahera).
Abdoel Moeis
Nama Abdoel Moeis tidak hanya dikenal sebagai sastrawan, melainkan juga sebagai wartawan dan politikus. Beliau pernah bekerja sebagai staf di Departemen van Onderwijs en Erediens atau Komisi Bacaan Rakyat yang dibentuk Belanda.
Pada 1913, Abdoel Moeis bergabung dalam Organisasi Sarekat Islam dan menjadi Pemimpin Redaksi pada Harian Kaoem Moeda.