Tadinya, teh tubruk ini hanya dinikmati oleh para petinggi pemerintahan jajahan dan bangsawan, tetapi kemudian menyebar luas pada  masyarakat pribumi yang menjadikannya tradisi menjamu tamu secara turun-temurun.
Saat ini, teh dikemas lebih praktis tanpa harus melalui proses  penyaringan. Tetapi bukan berarti keberadaan teh tubruk ini langsung tergeser oleh zaman.  Teh tubruk dengan beraneka ragam merek masih dapat dijumpai.
Saya sendiri pemyuka teh tubruk terutama yang beraroma melati. Karena tidak suka manis, saya tidak menambahkan gula ke dalamnya. Rasanya memang agak kesat dan pahit. Â Tapi saya suka aroma wangi yang menguar dan rasa asli tehnya. Saya pikir menikmati rasa teh yang asli adalah nge-teh sesungguhnya.
Tetapi kalau yang namanya  soal selera memang tidak bisa dipaksakan. Mau yang ori.atau mix, semua bergantung pada pilihan masing-masing. Apalagi akhir-akhir ini berkembang kedai minuman yang menjual teh sebagi bahan dasar minumannya.
Teh-teh tersebut dikreasikan menjadi minuman modern dengan banyak pilihan topping seperti susu, madu, cokelat, Â buah, boba, creamer, dan bahkan keju.. Menurut saya, dengan kehadiran aneka acam topping tersebut, rasa asli teh akan tertutupi.
Tetapi ya itu tadi. Semua bergantung pada pilihan kita masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H