Â
Dunia jagad maya sedang ribut soal teh. Seorang pengguna akun twitter mengeluhkan salah satu produk perusahaan minuman teh  yang kemanisan. "Manisnya seperti gula yang ditambahkan sebanyak 3 kg lalu dikocok dengan bahan-bahan kue," cuitnya.
Cuitannya si pengguna akun dibalas pihak perusahaan  dengan melayangkan somasi. Membaca twit yang dibicarakan sepanjang hari--termasuk komentar para netizen --membuat saya terinspirasi membuat tulisan tentang teh.
Tanaman hijau itu, dulunya, tumbuh subur di Propinsi Yunan, Tiongkok. Saat itu, orang-orang Tiongkok menggunakan daun teh sebagai bahan obat-obatan dengan cara mengunyahnya. Pahit tapi menyembuhkan.
Seorang Penulis Tiongkok bernama Lu Yu mulai memperkenalkan budaya minum teh melalui bukunya yang terkenal berjudul 'The Classic of Tea.' Buku tersebut memuat tentang cara-cara menanam teh, mengolah, hingga membuat minuman teh. Sejak saat itu, teh mulai diolah dan dijadikan bahan untuk minuman dengan cara diseduh dan kadang-kadang dicampur dengan ramuan lain.
Tanaman teh kemudian menyebar ke luar Tiongkok. Di Jepang, misalnya, bibit teh dibawa ke sana oleh seorang pendeta Buddha yang yakin bahwa teh bisa meningkatkan konsentrasinya dalam bermeditasi. Teh kemudian menyebar dengan cepat di kalangan istana, bangsawan hingga masyarakat biasa.
Teh kemudian dijadikan sebagi sebuah tradisi dalam menjamu tamu. Tidak hanya tradisi saja, melainkan sebuah seni. Di Jepang, ada  upacara minum teh yang bernama  Sad. Acara itu digelar di sebuah ruangan khusus yang ditata apik.
 Lukisan dinding, bunga, hingga mangkuk keramik harus sesuai dengan kebutuhan Si Tamu. Sang Penyaji teh harus tahu tentang kimono yang dikenakan pada saat menjamu tamu, tipe-tipe teh yang digunakan, ikebana, hingga pengetahuan tradisional lainnya.
Di Inggris ada Afternoon Tea yaitu tradisi minum teh di sore hari  yang diperkenalkan oleh Raja Charles II. Tradisi ini semula hanya dilakukan oleh para bangsawan para konglomerat. Mereka kumpul-kumpul, menikmati teh sambil memakan  beberapa kue  kering.
Di Indonesia, teh pertama sekali masuk pada 1684 melalui seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer. Dia membawa bibit teh-nya dari Jepang. Semula tanaman teh dijadikan  sebagai tanaman hias, tetapi lama-kelamaan dijadikan sebagai salah satu komoditas Cuulturesteelsel (Tanam Paksa).karena berpontensi laku keras  di pasaran Eropa.
Dulu, orang-orang Indonesia menyajikan teh dalam bentuk tubruk. Teh-entah itu daun, tangkai, ataupun pucuk- dimasukkan ke dalam sebuah teko atau gelas lalu diseduh dengan air panas, lalu diaduk tanpa proses penyaringan. Â Daun-daun teh akan mekar dan air berubah warna menjadi kecokelatan.
Tadinya, teh tubruk ini hanya dinikmati oleh para petinggi pemerintahan jajahan dan bangsawan, tetapi kemudian menyebar luas pada  masyarakat pribumi yang menjadikannya tradisi menjamu tamu secara turun-temurun.
Saat ini, teh dikemas lebih praktis tanpa harus melalui proses  penyaringan. Tetapi bukan berarti keberadaan teh tubruk ini langsung tergeser oleh zaman.  Teh tubruk dengan beraneka ragam merek masih dapat dijumpai.
Saya sendiri pemyuka teh tubruk terutama yang beraroma melati. Karena tidak suka manis, saya tidak menambahkan gula ke dalamnya. Rasanya memang agak kesat dan pahit. Â Tapi saya suka aroma wangi yang menguar dan rasa asli tehnya. Saya pikir menikmati rasa teh yang asli adalah nge-teh sesungguhnya.
Tetapi kalau yang namanya  soal selera memang tidak bisa dipaksakan. Mau yang ori.atau mix, semua bergantung pada pilihan masing-masing. Apalagi akhir-akhir ini berkembang kedai minuman yang menjual teh sebagi bahan dasar minumannya.
Teh-teh tersebut dikreasikan menjadi minuman modern dengan banyak pilihan topping seperti susu, madu, cokelat, Â buah, boba, creamer, dan bahkan keju.. Menurut saya, dengan kehadiran aneka acam topping tersebut, rasa asli teh akan tertutupi.
Tetapi ya itu tadi. Semua bergantung pada pilihan kita masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H