Mohon tunggu...
Fritz Akhmad Nuzir
Fritz Akhmad Nuzir Mohon Tunggu... Dosen dan Arsitek -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kota (Pendidikan yang Berpotensi) Pintar

18 Februari 2016   08:43 Diperbarui: 18 Februari 2016   09:20 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu Ridwan Kamil, Walikota Bandung, membagikan informasi melalui laman media sosialnya bahwa kota Bandung masuk sebagai finalis 6 besar dunia untuk inovasi Smart City dari World Smart City Organization di Barcelona. Seperti yang tertulis di statusnya, Bandung bersaing dengan kota Moscow, Dubai, Buenos Aires, Curitiba, dan Peterborough. Masih dengan mengutip langsung dari status tersebut, Bandung diapresiasi karena banyak memberikan ruang warga untuk berinteraksi aktif dalam mengawasi pembangunan kota. Suatu prestasi yang sangat membanggakan di pentas internasional. Tapi sebenarnya apa yang dimaksud dengan Smart City itu? Apakah sama dengan istilah Kota Pendidikan yang lebih sering kita dengar? Kalau sama, mengapa bukan Yogyakarta yang berprestasi. Dan bagaimana dengan Kota Metro yang dikenal sebagai Kota Pendidikan di Provinsi Lampung ini? Kita juga sempat mendengar istilah yang serupa digaungkan menjelang Pilkada di Bandar Lampung beberapa waktu yang lalu. Namun sayangnya tidak berlanjut. Nah, seiring dengan telah dilantiknya pemimpin baru di beberapa daerah di Lampung termasuk Kota Metro, penulis berupaya untuk mengemukakan wacana mengenai potensi Kota Metro sebagai Smart City dalam sudut pandang yang lain.

Konsep Smart City atau Kota Pintar pada dasarnya telah digagas dan mulai diterapkan di kota-kota negara maju sejak awal milenium baru yang lalu. Fenomena ini tidak lepas dari kemajuan teknologi internet yang mulai digunakan dalam banyak aspek kehidupan pada saat itu. Amanda Coe bersama tim peneliti dari The University of Ottawa membahas dalam salah satu makalah ilmiahnya bahwa internet dengan fitur World Wide Web-nya yang pada awalnya hanya digunakan oleh kalangan pemerintah dan akademisi, kemudian berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini menjadi media komunikasi dan transaksi masal yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Disusul kemudian dengan teknologi telepon genggam yang semakin praktis dan membuka batasan jarak dan waktu dalam komunikasi. Dengan kata lain, kemajuan teknologi menjadi fondasi dalam penggagasan konsep Kota Pintar ini pada awalnya.

Annalisa Cocchia, peneliti dari University of Genoa, menjelaskan dengan runut pada makalahnya yang berjudul Smart and Digital City: A Systematic Literature Review bahwa berawal dari istilah Kota Pintar ini lahirlah pula kemudian beberapa istilah yang lain berdasarkan variasi dari definisi dan persamaan kata “smart”, seperti misalnya Intelligent City, Knowledge City, Ubiquitous City, Sustainable City, Digital City, dan sebagainya, dimana Smart City dan Digital City menjadi dua istilah yang paling sering digunakan dalam memperkenalkan konsep Kota Pintar. Namun apakah sebenarnya definisi dari Smart City tersebut?
Pada intinya yang dimaksud dengan konsep Kota Pintar ini adalah penggunaan data digital dan sistem informasi teknologi dalam skala besar untuk perencanaan dan manajemen perkotaan. Rudolf Giffinger bersama tim peneliti dari Vienna University of Technology menjabarkan beberapa elemen sebagai ciri khas dalam Smart City yaitu Smart Economy (Ekonomi yang Pintar), Smart People (Masyarakat yang Pintar), Smart Governance (Pemerintahan yang Pintar), Smart Mobility (Pergerakan yang Pintar), Smart Environment (Lingkungan yang Pintar), dan Smart Living (Pola Hidup yang Pintar). Elemen-elemen ini tidak harus semuanya dikembangkan namun dapat difokuskan pada satu atau sebagian saja tergantung dengan potensi dan karakter kota tersebut.

Kekuatan Kota Metro, sebagai salah satu dari dua kota yang ada di Provinsi Lampung, adalah pendidikan. Subyek utama pendidikan adalah pelajar. Jaringan entitas pendidikan di kota Metro telah menjadi kekuatan yang telah dipupuk sejak satu dasawarsa terakhir. Dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah yang hanya sekitar 87 milyar rupiah pada tahun 2015 ini, jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Bandar Lampung yang mencapai sekitar 492 milyar rupiah, capaian-capaian di bidang pendidikan tetap bisa membuat nama kota Metro terdengar di level regional bahkan nasional. Sampai saat ini di kota Metro telah berdiri 59 TK, 69 SD, 36 SMP, 29 SMA, 21 SMK, dan 14 perguruan tinggi. Ini adalah sebuah jaringan yang berpotensi besar terutama dalam menerapkan konsep Kota Pintar.

Potensi yang lain adalah modal sosial dalam bentuk perkumpulan komunitas baik yang formal maupun non-formal di Kota Metro. Menurut data dari Pemerintah Kota Metro, komunitas formal disini salah satunya adalah organisasi Karang Taruna yang tercatat berjumlah 22 organisasi yang tersebar di 5 kecamatan di Kota Metro. Sedangkan komunitas yang non-formal salah satunya adalah dalam bentuk kelompok kegiatan olahraga, seni, budaya dan hobby yang ternyata lebih aktif dalam berkarya dan peduli terhadap pembangunan Kota Metro. Bahkan pada akhir jabatan Walikota Kota Metro periode 2010-2015, Lukman Hakim, Komunitas Cangkir (Bincang Pikir) bersama dengan komunitas-komunitas lainnya memprakarsai acara Tribute to Lukman Hakim pada tanggal 21 Agustus 2015 sebagai ajang unjuk karya dan kreatifitas yang didedikasikan untuk Lukman Hakim yang mampu melahirkan bakat-bakat kreatif di Kota Metro selama masa kepemimpinannya. Beberapa waktu yang lalu bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda bahkan komunitas-komunitas tersebut berkolaborasi mengadakan suatu even yang dinamakan Metro Revival yang bertemakan Kampanye Melawan Politik Uang.

Sedangkan di bidang transportasi dan komunikasi, potensi Kota Metro bisa dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto di tahun 2013 khusus di bidang tersebut yang mencapai 13,04% dari total keseluruhan, tertinggi ke-4 setelah industri pengolahan, keuangan, perdagangan, dengan pertumbuhan 12, 93%. Juga apabila dilihat dari infrastruktur transportasi-nya, jalan kota telah terbangun sepanjang 365,41 km yang keseluruhannya telah teraspal. Dari kondisi ini bisa disimpulkan bahwa kondisi infrastruktur transportasi khususnya jalan kota sudah cukup baik. Ini juga merupakan potensi yang besar mengingat lokasi geografis Kota Metro yang terletak di bagian tengah Provinsi Lampung sehingga berperan penting dalam kelancaran transportasi di Provinsi Lampung secara umum. Walaupun demikian kondisi sarana angkutan umum masih jauh dari predikat baik. Sampai tahun 2013 di Kota Metro hanya terdapat 97 unit kendaraan tipe mikrolet yang terbagi dalam 11 trayek. Jumlah ini juga terbilang sangat sedikit jika dibandingkan dengan Bandar Lampung yang memiliki 1800-an unit kendaraan sejenis pada tahun 2010.

Potensi fisik lainnya adalah tingkat kepadatan penduduk Kota Metro yang masih tergolong rendah yaitu 2.206 jiwa per km persegi namun tetap dengan tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan jika dilihat data Migrasi Penduduk pada tahun 2013, jumlah pendatang yaitu 1.398 orang terhitung lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah yang pindah yaitu sebesar 1.012 orang, atau dengan kata lain ada surplus sebanyak 386 orang. Belum lagi jika diperhitungkan juga dengan angka kelahiran yang berkisar kurang lebih 100 kali lipat dari angka kematian. Dari data-data tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa Kota Metro memiliki indikasi untuk terus mengalami pertumbuhan penduduk. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan tata ruang perkotaan yang dapat mengakomodasi dan mengelola pertumbuhan kota yang pesat secara cerdas sehingga tetap menjadi kota yang layak dan nyaman dihuni.

Dari potensi dan tantangan yang disampaikan pada bagian sebelumnya, karakter-karakter dari Kota Pintar yang dapat lebih diprioritaskan untuk dikembangkan di Kota Metro yang pertama adalah Smart People dengan mengoptimalkan potensi tingkat pendidikan masyarakatnya yang cukup tinggi dan juga keberadaan komunitas-komunitas kreatif yang terbukti dapat berperan positif terhadap pembangunan suatu kota. Karakter yang kedua adalah Smart Mobility yang juga mengoptimalkan kondisi infrastruktur jalan kota yang cukup baik dan lokasi strategis Kota Metro. Terbukti jalan kota di Kota Metro menjadi tumpuan jalur alternatif saat Jembatan Lempuyang Bandar mengalami kerusakan pada bulan Januari 2015. Walaupun dampak negatifnya adalah kerusakan yang cukup parah di beberapa ruas jalan akibat lonjakan kapasitas kendaraan yang melintas. Potensi lainnya adalah tingkat kepadatan penduduk yang masih bisa dioptimalkan tentunya dengan mempersiapkan tata ruang kota dan fungsi lahan perkotaan. Sistem transportasi atau pergerakan di dalam kota pun menjadi kunci penting dengan prinsip Transit Oriented Development (TOD) untuk mengantisipasi terjadinya fenomena urban sprawl. Faktor-faktor seperti aksesibilitas lokal, regional, nasional, sampai internasional perlu diperhatikan. Juga sistem transportasi, terutama transportasi umum, yang berkelanjutan, inovatif, dan ramah lingkungan pun perlu mendapat prioritas pembangunan. Ditambah dengan peningkatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
Kota bisa diibaratkan sama seperti manusia. Untuk mengukur tingkat kepintaran manusia, kita bisa melihat dua hal yaitu IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Hanya saja disini penulis memodifikasinya menjadi Infrastructure Quotient yang merupakan syarat “wajib” dalam pengembangan Kota Pintar dan Environmental Quotient yang merupakan faktor adaptasi terhadap isu utama saat ini yaitu kerusakan lingkungan alam.

Untuk mengembangkan karakter Masyarakat yang Pintar menurut Giffinger, elemen-elemen yang penting adalah level of qualification (tingkat kualifikasi), affinity to long life learning (keinginan untuk pembelajaran seumur hidup), social and ethnic plurality (keberagaman sosial dan budaya), flexibility (fleksibilitas), creativity (kreatifitas), cosmopolitanism/open-mindedness (keterbukaan), dan participation in public life (partisipasi masyarakat). Tingkat kualifikasi masyarakat Kota Metro dapat dikatakan sangat tinggi jika melihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Metro yang mencapai 77,30 dimana rata-rata nasional hanya 73,29 (Otda Kemendagri, 2015). Namun apakah nilai IPM yang tinggi ini mencerminkan hasil dari pembangunan infrastruktur perkotaan yang modern? Adapun parameter IQ dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan ini.

Untuk saat ini pada kenyataannya masih banyak kekurangan dalam ketersediaan infrastruktur kota. Fasilitas-fasilitas publik seperti museum, area rekreasi atau tempat bermain anak-anak, bioskop, gedung pertunjukan, shopping mall (pasar modern), dan lain-lain bahkan belum tersedia. Beberapa fasilitas publik seperti misalnya rumah sakit umum dan gedung olahraga indoor pun belum dapat dinilai baik kualitasnya. Oleh karena itu perlu adanya prioritas untuk pembangunan fasilitas publik yang lengkap dan berkualitas. Pada kondisi seperti sekarang saja IPM Kota Metro bisa mencapai nilai yang sangat tinggi, apalagi jika ditunjang dengan peningkatan fasilitas publik.

Sebagai contoh pada tahun 2015 ini Pemerintah Kota Metro baru saja menyelesaikan rekonstruksi besar-besaran Masjid Taqwa Kota Metro dengan tujuan untuk menjadikannya kembali sebagai ikon kebanggaan Kota Metro. Tujuan ini bisa dikatakan berhasil karena masyarakat mengapresiasi dengan positif dimana tidak lagi nilai religi yang terwakili, namun juga sosial budaya. Buktinya kita bisa dengan mudah menemukan foto-foto masjid kebanggaan Kota Metro tersebut atau foto-foto dengan latar belakang masjid tersebut di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya. Hal yang sama juga terjadi pada pengembangan Taman Merdeka Kota Metro dimana di tengah-tengahnya dibangun Tugu Metrem yang juga menjelma menjadi ikon baru Kota Metro dan juga beberapa taman publik lain seperti misalnya Taman Ki Hajar Dewantara, yang merupakan keluaran dari kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Up-grading fasilitas publik yang bermanfaat langsung ke masyarakat seperti inilah yang diharapkan dapat terus menjadi prioritas, bukan melulu fasilitas untuk aparat pemerintahan saja. Hanya saja pengawasan yang sangat ketat terhadap kualitas pelaksanaannya perlu mendapat perhatian khusus.

Untuk faktor-faktor selanjutnya seperti keinginan untuk pembelajaran seumur hidup, keberagaman sosial dan budaya, fleksibilitas, kreatifitas, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dapat dilihat dengan berkembangnya komunitas-komunitas kreatif yang ada di Kota Metro. Faktor-faktor ini harus mendapat prioritas yang lebih di masa yang akan datang untuk mengoptimalkan karakter Smart People. Pemerintah Kota harus lebih sering turun tangan dan bukan sekedar urun angan dalam berinteraksi langsung dengan komunitas-komunitas tersebut sebagai perwakilan dari masyarakat kota pada umumnya. Gap yang ada bisa dijembatani dengan penggunaan media sosial yang perkembangannya saat ini semakin menghilangkan batas jarak dan waktu, apalagi birokrasi. Penggunaan media sosial ini pun tidak memerlukan banyak biaya namun perlu ada penanganan khusus.

Parameter IQ untuk mengembangkan karakter Smart Mobility atau Pergerakan yang Pintar bisa dilihat dari keberhasilan dalam pembangunan infrastruktur transportasi umum yang berkualitas. Tidak hanya dari aspek ketersediaan saja tetapi juga dari aspek pelayanan dan manajemennya. Pembangunan infrastruktur transportasi umum ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas lokal pada khususnya yang sementara ini sangat kurang memadai. Bisa dilihat dalam keseharian masyarakat yang saat ini sangat tergantung pada moda transportasi pribadi karena transportasi umum kurang bisa untuk diandalkan dalam memenuhi tuntutan pola hidup modern yang serba cepat dan dinamis.
Setelah aksesibilitas lokal bisa ditingkatkan, baru kemudian pemerintah kota bisa mencoba memperbaiki aksesibilitas regional, nasional, sampai internasional yang mana melibatkan kerjasama dan knowledge transfer dengan pihak pemerintahan yang lain. Apabila transportasi umum di Kota Metro bisa dibangun dengan baik, tentunya Kota Metro bisa menjadi acuan bagi kabupaten/kota yang lain khususnya di Provinsi Lampung dan umumnya di seluruh penjuru Indonesia. Prioritas pembangunan infrastruktur transportasi umum inipun dapat diintegrasikan dengan pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi dalam manajemen maupun pelayanannya. Seperti yang diprakarsai oleh Nadiem Makarim pendiri Go-Jek, layanan angkutan umum yang mengandalkan aplikasi mobile.

Sedangkan untuk parameter EQ-nya, karakter Smart People bisa ditinjau dari tinggi rendahnya wawasan lingkungan dari masyarakat Kota Metro. Ada beberapa kemajuan yang bisa dilihat di antaranya yaitu pendirian sebuah bank sampah yang diprakarsai oleh komunitas yaitu Bank Sampah Cangkir Hijau di Kelurahan Rejomulyo, Metro Selatan yang merupakan hasil kerjasama Komunitas Cangkir dengan Kantor Lingkungan Hidup Kota Metro. Dari pendirian bank sampah ini masyarakat bisa mulai secara mandiri mengelola sampah dengan dimulai dari memisahkan sampah kemudian mendaur-ulang sendiri atau menyerahkan kepada bank sampah sampai kepada tahapan mengurangi jumlah keluaran sampah. Juga ada gerakan mengurangi kantong plastik dan menggantikan dengan kresbag yang dimotori oleh sekumpulan pemuda pemudi kreatif dari kota Metro.

Potensi lain yang harus terus menjadi prioritas adalah prestasi-prestasi yang diraih oleh beberapa sekolah negeri di Kota Metro di bidang lingkungan hidup. Hanya saja capaian ini harus ditingkatkan pada tahapan berikutnya yaitu implementasi pada keseharian siswa dan gurunya. Siswa terutama harus menjadi agent dalam mentransfer pengetahuan lingkungan hidup dari lingkungan sekolah ke lingkungan rumahnya. Selanjutnya, event-event yang notabene bermanfaat bagi lingkungan hidup seperti misalnya Car Free Day dan Festival Hijau harus terus diselenggarakan dengan terus menambah muatan-muatan pengetahuan yang diselipkan dalam konsep hiburan dan rekreasi. Harapannya adalah kegiatan yang menunjukkan pentingnya menjaga lingkungan hidup ini dapat merubah keterpaksaan menjadi kebiasaan pada akhirnya.

Yang terakhir kita bisa meninjau karakter Smart Mobility dengan parameter EQ melalui keberhasilan Kota Metro dalam menjaga dan bahkan mengoptimalkan potensi kondisi fisik kota yang masih memiliki prosentase Ruang Terbuka Hijau yang cukup besar, wilayah kota yang tidak terlalu luas, kontur yang cenderung datar, dan kepadatan yang masih rendah. Karakter geografis seperti ini sangat cocok untuk mengembangkan sistem transportasi yang berkelanjutan, inovatif, dan ramah lingkungan. Ini bisa dilakukan dengan fokus kepada pengembangan kota dengan tata guna lahan yang bervariasi, kepadatan yang tepat, walkable, dan sistem transportasi umum yang ramah lingkungan. Budaya berjalan kaki dan bersepeda untuk menempuh jarak perjalanan yang dekat harus terus digalakkan. Selain tentunya difasilitasi dengan fasilitas jalur pejalan kaki dan sepeda yang aman dan nyaman. Dengan begitu potensi lingkungan alam yang ada dapat terjaga, pembangunan fisik menjadi efektif dan efisien, dan kota menjadi lebih dinamis dan interaktif. Ibarat otak manusia yang pintar adalah otak dengan aliran darah yang lancar, kota dengan pergerakan dan interaksi antar manusia penghuninya yang lancar pun akan menjadi sebuah kota yang “pintar” pula.

Fritz Akhmad Nuzir
Ketua PPI Jepang Komisariat Kitakyushu
Kandidat Doktor di Jurusan Arsitektur, Graduate School of Environmental Engineering, The University of Kitakyushu, Jepang
Dosen di Program Studi Arsitektur, Universitas Bandar Lampung, Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun