Mohon tunggu...
Risma Azzah Fatin
Risma Azzah Fatin Mohon Tunggu... Mahasiswa - being yourself

Keep dreaming

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merajut Asa

30 Desember 2021   16:00 Diperbarui: 30 Desember 2021   17:01 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah kenapa, hari itu aku merasa, hari yang sangat melelahkan bagiku. Mata kuliah yang menguras pikiranku. Menambah berat badanku untuk sekedar beranjak dari kamar. Tak terasa aku tertidur, bangun-bangun saat ku dengar suara petir bersahutan. Rupanya, mendung hujan datang bersamaan. Aku yang semakin hari menua entah kenapa terasa hidup ku hanya seperti ini. Suatu ketika saat malam hari ibuku menghampiri ku dan berkata "Keluar dari kamar cepat. Kenapa hanya selalu dikamar". Aku pun keluar dari kamar. Melihat kedua orang tuaku yang sedang duduk sambil menonton televisi. Rasanya aku ingin menegur diriku sendiri. Karena efek Pandemi yang tak kunjung selesai hari-hari kuhabiskan hanya dirumah karena semua kegiatan juga dilakukan didalam rumah. Membuatku menjadi bosan sekaligus dengan tujuan tanpa arah. Aku yang sudah menginjak usia 20 menghabiskan waktu ku hanya dirumah membuatku merasa menjadi pribadi yang kurang bermanfaat. Aku ingin melakukan suatu hal lebih. Untuk mengekspor segala kemampuan ku. Tapi itu hanya suatu keinginan yang tak kunjung menjadi kenyataan.

Sebagai seorang anak tunggal membuat diriku berjanji. Akan ada waktu yang tiba nanti. Aku tidak akan seperti sekarang yang hanya bergantung kepada kedua orang tuaku. Aku akan menjadi diriku sendiri yang nanti nya akan membuat mereka bangga sekaligus membuat mereka merasakan seperti yang aku rasakan sekarang bahagia memiliki kedua orang tua seperti mereka.

Yang sering muncul di pikiranku adalah kekhawatiran menghadapi masa depan tanpa merepotkan orang-orang di sekitarku lagi. Diriku cemas akan hal-hal yang tidak pasti di masa depan dan takut akan mengecewakan orang tuaku. Keluhanku muncul di saat-saat yang tidak pasti, ketika aku sedang santai satu persatu benak ku bermunculan hal akan masa depan. hal ini terulang berkali-kali. Berbagai pemikiran buruk mengenai ingin mengakhiri semua rasa sakit dengan cara bunuh diri sempat menghantui saya. Efek dari semuanya adalah asam lambung saya sering naik ketika kecemasannya baru saja hilang.

Memang menjadi remaja, kita tidak bisa menunggu untuk menjadi dewasa dan bebas dari batasan orang tua. Nantinya saat dewasa, manusia sudah bermimpi tentang masa-masa pensiun ketika akhirnya dapat menikmati semua waktu luang yang ada. Sebagai manusia kerap memiliki kecenderungan bergegas ke masa depan demi kebaikan yang dirasa ada di sana. Tetapi tidak ada yang bisa menjamin hari esok. Tidak ada jaminan apa pun darinya.

Rasanya semakin aku beranjak dewasa, semakin tidurku tidak pernah tenang. Masa depan yang belum jelas selalu menghantui hidupku. Rasa takut akan tidak bisa mewujudkan ekspektasi diri dan keluarga selalu sukses membuatku tak tenang. Selalu muncul bayangan tentang bagaimana raut wajah Ayah serta Ibuku jika seandainya aku gagal dalam kehidupan ini. Walaupun aku yakin mereka tidak menuntut ku akan seperti apa. Tetapi tidak dengan diriku. Impian Harapan dan Keinginanku senantiasa ingin membuat harum kedua nama mereka dengan perjuanganku.

Perang batin yang kualami selalu saja muncul serta menakutiku. Sekarang mungkin hari akan berjalan semestinya. Dimulai dengan bangun tidur di pagi hari menyapa matahari yang bersinar. Kumulai hariku dengan kuliah secara daring yang hanya ditemani dengan laptop dan beberapa alat tulis yang kugunakan. Teman yang hanya kujumpai lewat platform media. Membuat pikiran ku kemana-kemana. "Apa yang akan terjadi jika ini semua ini telah usai?", dan hari masih terbelenggu tak kunjung usai dengan kondisi pandemi seperti saat ini.

Banyaknya kasus yang terjadi di sekitarku. Membuat ku semakin takut akan nasib dan takdir diriku di masa yang akan datang nanti. Kawan SMA yang putus sekolah karena Hamil, begitu pula beberapa dari tetangga ku juga mengalami hal yang sama. Ada pula teman semasa kecilku harus menekam didalam jeruji besi hanya karena penggelapan uang.

Adapun mereka yang telah melangkah selangkah lebih baik. Seumuran dengan diriku sudah menghasilkan banyak hal. Hidup bermanfaat bagi orang banyak. Terutama telah membanggakan kedua orang tuanya. Melihat beberapa kondisi dan situasi seperti hal nya cerita diatas. Dalam hal kasus yang buruk. Betapa sedih, takut, dan kegelisahan yang orang tua mereka rasakan. Seperti dalam benak ku. Aku sadar orang tua tidak ingin apa-apa atas apa yang telah anak mereka perbuat. Orang tua hanya ingin mereka hidup layaknya seperti orang lain. Tidak dalam kesendirian ataupun keterpurukan. Mengingat yang telah berjaya. Orang tua mereka pasti bangga akan pencapaian anak mereka. Dalam kedua situasi tersebut membuat diriku semakin takut akan takdir seperti apa yang aku jalani di masa yang akan datang.

Ketika kita menaruh terlalu banyak harapan di hari esok, hal ini berisiko membawa hasil yang berbahaya. Manusia akan mulai merasa berhak atas masa depan tertentu yang mungkin tidak pernah datang. Ketika masa depan yang diharapkan itu tidak terjadi, manusia bisa menjadi sangat emosional dan sengit. Lebih parah, manusia bisa kehilangan momen menikmati berkah yang didapat di momen saat ini.

Jika harus menjalani hidup dengan berpikir dan berharap untuk masa depan, hal ini dapat dilakukan dengan mengingat kita akan menerima yang baik di kehidupan selanjutnya, untuk kebaikan yang kita lakukan dalam kehidupan ini.

Namun, kita hanya bisa bertemu dengan kesenangan di akhirat dengan mengambil tindakan di masa sekarang. Jadi mari berharap untuk rahmat Allah dan menyerahkan masa depan kehidupan ini kepada kehendak Allah. Alasan lain seorang manusia memikirkan masa depan karena memikirkan kemungkinan suatu keburukan bisa saja terjadi. Sebagai manusia, kita sering menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan hal-hal buruk apa yang akan terjadi di depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun