Pada dasarnya, jumlah generasi Z yang sangat banyak dapat membawa keuntungan bagi Indonesia apabila generasi ini dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang sigap dan bertanggung jawab. Namun, pada kenyataannya.Â
Generasi Z sering kali mendapatkan stigma sebagai generasi yang malas, lemah, dan sering mengalami depresi sehingga masyarakat meragukan generasi z dalam hal memajukan bangsa Indonesia.Â
Stigma bahwa generasi Z merupakan generasi yang lemah secara mental dan depresi didukung dengan adanya data statistik yang dikeluarkan oleh  The Centers for Disease Control and Prevention yang menunjukan adanya peningkatan kematian yang disebabkan bunuh diri pada usia 10-24 tahun.Â
Peningkatan ini terjadi dari tahun 2007-2017 dimana kenaikan tersebut terjadi sebanyak 56%. Hal yang sama juga juga disampaikan oleh  Pew Research Center, dimana dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa generasi z yang yang kesehatan mentalnya terganggu meningkat sebanyak 13% dan akan terus meningkat.
Lebih lanjut, stigma lainnya yang menempel pada generasi Z adalah generasi yang pemalas. Sama halnya dengan stigma lemah dan depresi, masyarakat menganggap generasi Z sebagai generasi yang pemalas bukan tanpa alasan.Â
Rata-rata waktu mereka bertahan di dalam suatu pekerjaan pasti lebih sedikit daripada generasi di atasnya, dimana rata-rata lama Gen-Z dalam suatu pekerjaan (sejauh ini) adalah sekitar  2 tahun.Â
Data-data tentang stigma generasi z yang buruk meninggalkan keraguan dan kekhawatiran dalam benak masyarakat akankah generasi z dapat menjadi generasi yang siap untuk dunia kerja dan membawa perubahan bagi negara Indonesia.
Pada kenyataanya, stigma-stigma buruk yang melekat pada generasi Z tidak sepenuhnya salah. Artinya, data-data yang disampaikan merupakan data valid yang tidak bisa dibantah.Â
Sebagian dari generasi Z memang lebih rentan mengalami depresi dan sering berpindah-pindah pekerjaan, namun satu hal yang perlu diketahui bahwa data tersebut tidak bisa digunakan untuk menghakimi generasi Z sebagai generasi yang lemah, malas dan sering mengalami depresi.Â
Sebagian stigma buruk ini muncul karena cara menilai generasi yang dibentuk oleh masyarakat modern dan fokus pada teknologi dengan standar beberapa dekade yang lalu.Â