Mohon tunggu...
Frischa Raoni
Frischa Raoni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Online: Antara Bertahan Hidup dan Kehilangan Jati Diri

2 Oktober 2017   23:17 Diperbarui: 3 Oktober 2017   12:38 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Internet menawarkan begitu banyak kemudahan kepada para penggunanya. Beragam informasi dan hiburan dapat diakses oleh penggunanya hanya dengan satu klik saja. Internet menyediakan fasilitas search engine kepada para penggunanya untuk dapat menemukan alternatif-alternatif atau pilihan informasi yang diperlukan, hanya dengan mengetikkan kata kunci pada form yang tersedia. Dengan segala kelebihan yang dimiliki, bukan berarti internet tak bercacat. Nyatanya, kehadiran internet seringkali berdampak buruk bagi para penggunanya.

Internet dengan segala inovasinya mengajak media untuk berevolusi dengan menawarkan banyak hal baru, salah satunya adalah jurnalisme online. Media online menyajikan pengalaman baru dalam hal konsumsi informasi. Namun, apakah informasi-informasi yang disajikan oleh media online dengan cepat, sudah tepat dan akurat?

Media baru di Indonesia berkembang sangat pesat. Model penyampaian beritanya pun sudah semakin modern dan model surat kabar harian sudah dianggap kuno. Era yang serba digital membuat masyarakat lebih tertarik dengan yang lebih praktis, membaca berita melalui portal media online misalnya. Bahkan pengakses internet terus melonjak seiring dengan ketersediaan infrastruktur yang semakin meluas, terjangkau dan murah. Data menunjukkan orang Indonesia termasuk konsumen teraktif dalam berkomunikasi di internet, seperti facebook dan twitter.

Laba atau Kredibilitas?

Media massa di Indonesia melihat hal ini sebagai salah satu peluang, serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Media-media di Indonesia saling bersaing agar tidak ketinggalan zaman dan tidak ditinggalkan oleh publik. Di era yang serba digital ini, media di Indonesia dituntut untuk terus berinovasi dan selalu up to date.

Tidak berbeda jauh dengan media konvensional, sumber penghasilan media online juga diperoleh dari pemasangan iklan. Bedanya, media online menawarkan traffic kepada para pengiklan. Menurut Margianto dan Syaefullah (2014), traffic merupakan aktivitas pada suatu halaman situs yang dihasilkan dari kunjungan dan aktivitas yang dilakukan oleh para pengguna internet di halaman tersebut. Semakin sering situs tersebut dikunjungi dan semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh pengguna internet di halaman situs tersebut, maka traffic situs itu akan semakin tinggi. Traffic itu seperti "penonton" televisi, "pendengar" radio, atau "oplah" pada media cetak. Lantas, bagaimana traffic bersinggungan dengan redaksi dan jurnalisme?

Sebuah portal media online yang memiliki daya pikat tentu akan menuai traffic. Daya pikat itu dapat berupa kredibilitas situs berita tersebut. Karena jika kredibilitas yang tinggi akan menarik pembaca untuk mengunjungi situs tersebut. Selain itu, traffic juga dihasilkan dari ruang interaktivitas yang tersedia pada sebuah portal media online. Pada sebuah berita yang menarik misalnya, traffic dihasilkan dari diskusi yang terjadi di kolom komentar. Sebagian besar pembaca membuka satu berita berkali-kali hanya untuk mengikuti komentar-komentar yang berlangsung. Tidak hanya pada berita, traffic juga dihasilkan dari layanan-layanan interaktivitas lainnya. Misalnya, forum, games, atau cimmerce yang tersedia pada portal berita tertentu.

Pada titik inilah pihak redaksi berhubungan dengan kepentingan bisnis media sebagai industri. Keuntungan yang diperoleh ruang redaksi adalah pageview, traffic diperoleh sebagai hasil produksi berita yang dibuat oleh wartawan. Dengan kata lain, berita-berita yang di-klik oleh pembaca akan menghasilkan dan meningkatkan pageview. Semakin banyak berita yang di-klik, maka akan semakin tinggi pula pageview yang diperoleh ruang redaksi. Dari ramainya pageview maka potensi bisnis yang bisa diraih akan semakin besar pula.

Terlepas dari semua itu, ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam bisnis media yang sangat akrab dengan teknologi ini. Inti permasalahan dalam dunia jurnalisme online adalah kualitas dan kredibilitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Masalah ini berangkat dari persaingan di media massa online. Demi dianggap sebagai media pertama yang menyampaikan infornasi, media-media tersebut mengesampingkan kualitas dan kredibilitas sebuah informasi.

Verifikasi atas informasi yang diperoleh menjadi salah satu hal yang mulai diabaikan oleh media-media berbasis internet, karena memerlukan waktu yang lebih panjang dan akan membuat media tersebut tertinggal. Hal tersebut sering kali menimbulkan mis-persepsi dan mis-interpretasi fakta. Seorang konsumen pun seharusnya cerdas dan kritis. Tidak seharusnya publik mengkonsumsi dan menyerap informasi secara mentah-mentah, bahkan hingga terprovokasi atas pemberitaan yang belum pasti kebenarannya.

Problematika Etika Jurnalistik

Hal di atas sedikit banyak memberi kesan bahwa industri media di Indonesia perlahan-lahan mulai meninggalkan etika jurnalistik. Terlebih masalah etika yang muncul ketika kinerja jurnalistik kini bercampur dengan interaksi pembaca. Selain itu, jurnalisme online yang berkembang di Indonesia memiliki khas. Dianggap unik dan berbeda dengan model jurnalistik "lawas" yang selama ini diterapkan pada media cetak dan penyiaran. Salah satunya adalah interaktivitas komunitas.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia industri media, berita tidak lagi dianggap sebagai produk ekslusif milik sebuah industri media. Internet yang semakin berkembang kemudian melahirkan media sosial membuka ruang seluas-luasnya kepada publik untuk menyebarkan kembali secara gamblang apa yang mereka dapatkan, lihat dan dengar. Tidak hanya itu, internet juga memberikan ruang kepada publik untuk menyampaikan gagasan dan opini mereka.

Saat ini, siapapun memiliki akses untuk menyampaikan apapun, kapanpun dan di manapun kepada masyarakat luas. Di ranah media sosial, apa yang dulu dipahami sebagai berita dan dikomunikasikan satu arah oleh media kini menjadi percakapan dalam komunikasi dua arah. Ini bukan tentang apa yang terjadi di ranah media sosial tersebut, tetapi persoalannya lebih kepada ketika media online juga membuka ruang percakapan di halaman situs mereka. Sehingga terjadilah interaksi antara pemilik media dengan pembaca maupun pembaca dengan pembaca.

Mengerucut kepada pengguna media sosial yang ingin cepat, tetapi malah tidak akurat. Soal "cepat" ini bahkan terasa menjadi ideologi baru yang terkesan mengalahkan "nilai-nilai" yang lain. Adu cepat di ranah jurnalisme online lantas membawa sebuah implikasi serius mengenai akurasi. Atas nama kecepatan, seringkali media online menyebarkan informasi tanpa akurasi. Mulai dari hal yang paling sederhana yaitu ejaan nama narasumber, hingga yang cukup serius yaitu substansi berita. Menyebarluaskan informasi yang kebenarannya masih dipertanyakan (bahkan oleh oknum yang menyebarkan informasi itu sendiri), tentu saja melanggar etika jurnalistik.

Selain berpegang pada akurasi, prinsip cepat dan mengalir, tidak lupa pula menyinggung prinsip lawas jurnalistik yaitu tentang keberimbangan berita atau cover both side. Lazimnya, media cetak harus memuat berita yang mangandung kaidah keberimbangan tersebut. Pada media online, prinsip keberimbangan berita tidak muncul sekaligus dalam satu berita, tetapi dalam prinsip update.Dengan kata lain, kelengkapan berita ada pada berita selanjutnya.

Contoh Kasus

Berikut ini merupakan contoh kasus terbaru mengenai pengguna salah satu media sosial yang menyebarkan informasi tanpa memilah dan memverifikasi informasi tersebut.

twitter-sutopo-59d263b6de200d58472929f2.png
twitter-sutopo-59d263b6de200d58472929f2.png
Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mengonfirmasi 6 kabar hoax terkait status awas Gunung Agung Bali, di antaranya:
  • Video letusan Gunung Sinabung 2015
    Status awas merupakan status paling akhir dan memungkinkan terjadinya erupsi. Video dahsyatnya erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara pada tahun 2015 merupakan salah satu kabar hoax yang beredar di saat status Gunung Agung menjadi awas.
    twitter-sutopo-1-59d264cbb5fdf20fe12e7872.png
    twitter-sutopo-1-59d264cbb5fdf20fe12e7872.png
  • Foto letusan Gunung Soputan 2015
    Di hari yang sama, foto letusan Gunung Soputan di Sulawesi Utara pada tahun 2015 merupakan kabar hoax lain yang beredar.
    twitter-sutopo-2-59d265287a70f11e397ee5c2.png
    twitter-sutopo-2-59d265287a70f11e397ee5c2.png
  • Pesan berantai gunung meletus
    Tidak hanya video dan foto hoax yang beredar, tetapi pesan berantai melalui Whatsapp juga beredar. Pesan tersebut menyatakan bahwa Gunung Agung akan meletus dan mencapai ke Jawa Timur.
    twitter-sutopo-3-59d2654e7a70f11d7f62f6e2.png
    twitter-sutopo-3-59d2654e7a70f11d7f62f6e2.png
  • Data pengungsi
    Kabar hoax lainnya yang tersebar adalah data jumlah pengungsi saat proses evakuasi masih berlangsung. Kabar yang tersebar adalah jumlah pengungsi yang sudah mencapai puluhan ribu, bahkan ada juga yang menyebutkan sudah jutaan. Sedangkan penduduk Provinsi Bali pada tahun 2017 sekitar 4,2 juta jiwa.
    twitter-sutopo-4-59d265747fd6e730f302ffc2.png
    twitter-sutopo-4-59d265747fd6e730f302ffc2.png
  • Pariwisata Bali tidak aman
    Kabar hoax lainnya yang menyusul adalah pariwisata di Bali tidak aman. Sutopo menyatakan bahwa pariwisata di Bali tetap aman, kecuali di sekitaran Gunung Agung, yaitu Pura Besakih, karena berada di zona berbahaya dan harus dikosongkan.
    twitter-sutopo-5-59d265947fd6e730bc0fe2c2.png
    twitter-sutopo-5-59d265947fd6e730bc0fe2c2.png
  • Pemerintah dianggap tak memperhatikan warga Bali
    Pengguna media sosial menyebarkan opininya, sehingga kabar hoax ini seolah-olah menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia lebih peduli terhadap orang lain dibandingkan warga Indonesia sendiri.
    twitter-sutopo-6-59d265b77fd6e736883cdb52.png
    twitter-sutopo-6-59d265b77fd6e736883cdb52.png

Kabar-kabar hoax di atas yang kemudian akan menambah kepanikan masyarakat di Bali. Pengguna internet yang seperti ini tidak hanya sekedar menyalahi aturan, tetapi juga dapat membahayakan diri sendiri dan bahkan orang lain, serta dapat menimbulkan masalah ketika dibaca oleh pengguna lainnya yang mudah terprovokasi.

Peraturan Pemberitaan Media Siber

Hal di atas merupakan sebagian kecil dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh jurnalisme masa kini. Namun, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) tidak mengatur soal komunitas, model-model baru praktik pemberitaan dalam media online, juga distribusi berita dalam ranah media sosial. Adapun aturan hukum mengenai internet yang dimiliki Indonesia adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dengan kata lain, belum ada aturan yang mengatur tentang media online.
Media online berada dalam ruang lingkup media sebagaimana disebut dalam UU Pers, namun aturan dalam UU Pers tidak memuat aturan mengenai aneka praktik yang terjadi pada halaman-halaman media online. Begitu pula dengan UU ITE yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya.

Atas sejumlah persoalan etik yang muncul dan kenyataan bahwa memang belum ada aturan hukum yang mampu berhadapan dengan media online. Maka, pada awal Februari 2012, Dewan Pers bersama sejumlah komunitas pers merilis Pedoman Pemberitaan Media Siber setelah melewati proses tentunya (AJI Indonesia berperan aktif dalam serangkaian pertemuan dengan pihak-pihak di media online yang difasilitasi oleh Dewan Pers).

Pedoman ini dimaksudkan sebagai reformulasi penerapan kaidah-kaidah etika jurnalistik dalam ranah media berbasis internet. Selain itu, pedoman ini juga untuk menyeimbangkan kebebasan berpendapat di media online dengan prinsip-prinsip ruang publik yang lebih beradab dan mereduksi potensi kriminalitas di media online, serta para komentator/partisipan berdasarkan UU ITE, KUHP dan lain sebagainya. Pedoman ini masih perlu dievaluasi dan akan terus berinovasi seiring perkembangan teknologi.

dewan-pers-59d265e1b5fdf20ee7097442.png
dewan-pers-59d265e1b5fdf20ee7097442.png
Daftar Pustaka:

Margianto, J. H dan Asep Syaefullah. (2014). Media Online: Pembaca, Laba, dan Etika. Divisi Penyiaran dan Media Baru AJI Indonesia.

Fenton, N. (2009). New Media, Old News: Journalism and Democracy in the Digital Age. London: Sage Publications.

Deuze, M. (1999). Journalism and The Web: An Analysis of Skills and Standards in an Online Environment. London: Sage Publications

https://kumparan.com/muhamad-iqbal/6-hoax-terkait-status-awas-gunung-agung-bali

http://dewanpers.or.id/assets/media/file/kebijakan/667072_peraturan%20Dewan%20Pers%20tentang%20pedoman%20pemberitaan%20media%20siber_final.pdf

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun