Kesuksesan pelaksanaan Pemilu 2024 tidak hanya diukur dari pelaksanaan pemungutan suara, melainkan juga ditentukan dari bagaimana penyelesaian sengketa yang mengiringinya.Â
Dalam kaitan itulah pranata pengadilan yang ada sekarang memiliki keterbatasan dan belum memadai untuk mewujudkan keadilan pemilu (electoral justice). Sengketa pilkada secara etimologis dapat dilihat dari istilah sengketa (dispute), sengketa tersebut merupakan implikasi dari timbulnya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pilkada, baik sengketa yang timbul pada saat proses penyelenggaraan, maupun sengketa terhadap hasil pilkada.
Secara konseptual agar terwujud pilkada yang sesuai dengan kaidah demokrasi, pelaksanaan dan penegakannya harus dilakukan dengan sistem yang berdasarkan pada prinsip jujur dan adil, sekaligus membuktikan bahwa penyelenggaraan pilkada tidak terdapat pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.Â
Prinsip ini diterapkan sistem yang baik dan integratif, antara lain: (1) tersedianya kerangka hukum materiil maupun formil yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, kontestan (pasangan calon), dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing, (2) terselenggaranya seluruh kegiatan atau tahapan yang terkait langsung dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang mendasarkan pada ketentuan perundang-undangan, (3) terintegrasinya proses penegakan hukum (electoral law enforcement) terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah tersebut sesuai dengan tahapannya pada masing- masing tingkatan, baik yang menyangkut persoalan administratif, pidana, etika, dan juga perselisihan hasil.
Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Sistem keadilan pemilu dikembangkan untuk mencegah dan mengidentifikasi ketidakberesan pada pemilu, sekaligus sebagai sarana dan mekanisme untuk membenahi ketidakberesan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran.
Setiap tindakan, prosedur, atau keputusan menyangkut proses pemilu yang tidak sesuai dengan undang-undang termasuk dalam kategori ketidakberesan. Mengingat bahwa ketidakberesan dalam proses pemilu 2024 dapat menimbulkan sengketa, sistem keadilan pemilu berfungsi untuk mencegah terjadinya ketidakberesan dan menjamin pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Oleh karena itu, desain sistem keadilan pemilu yang akurat sangat penting untuk menjamin legitimasi demokrasi dan kredibilitas proses pemilu.
Konsep keadilan dan keterbukaan pemilu 2024 tidak hanya terbatas pada penegakan kerangka hukum, tetapi juga merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang dan menjalankan seluruh proses pemilu. Keadilan pemilu juga merupakan faktor yang memengaruhi perilaku para pemangku kepentingan dalam proses tersebut.
Meskipun demikian, sistem penyelesaian sengketa pada pemilu 2024 perlu mengikuti sejumlah norma dan nilai tertentu agar proses pemilu lebih kredibel dan memiliki legitimasi yang tinggi.
Norma dan nilai ini dapat bersumber dari budaya dan kerangka hukum yang ada di masing-masing negara ataupun dari instrumen hukum internasional. Sistem keadilan pemilu harus dipandang berjalan secara efektif, serta menunjukkan independensi dan imparsialitas untuk mewujudkan keadilan, transparansi, aksesibilitas, serta kesetaraan dan inklusivitas.Â
Apabila sistem dipandang tidak kokoh dan tidak berjalan dengan baik, kredibilitasnya akan berkurang dan dapat mengakibatkan para pemilih mempertanyakan partisipasi mereka dalam proses pemilu, atau bahkan menolak hasil akhir pemilu. Dengan demikian, keadilan pemilu yang efektif dan tepat waktu menjadi elemen kunci dalam menjaga kredibilitas proses pemilu. Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur (IDEA, 2010).
Pendekatan Sengketa Pemilu