Mohon tunggu...
frida ratri wahyuningtyas
frida ratri wahyuningtyas Mohon Tunggu... Guru - 1903016097

Mahasiswa UIN Walisongo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Penanggulangan Kenakalan Remaja: Pendidikan Karakter Perspektif Teori Ekologi Perkembangan

19 April 2021   13:58 Diperbarui: 19 April 2021   14:43 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Frida Ratri Waahyuningtyas -- 1903016097 - PAI 4C -- FITK UIN Walisongo Semarang

Pendahuluan

Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Masa remaja berkisar antara usia 11-20 tahun. Di masa ini, seseorang mengalami perubahan besar, baik dari segi fisik maupun psikologis. Remaja merupakan generasi calon penerus bangsa yang kelak diharapkan dapat membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi, sangat miris melihat kasus kenakalan remaja di Indonesia yang masih sangat tinggi hingga saat ini. Banyak dijumpai kasus kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti : narkoba, pelecehan seksual, bullying, tawuran antar pelajar, pencurian, dan lain sebagainya.

Berdasar data Badan Statistik angka kriminalitas di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2014 samapai tahun 2019 dengan pelaku utama adalah warga yang berusia kurang dari 16 tahun. Jawa Timur menduduki peringkat 5 tertinggi sebagai pentumbang kriminalitas di Indonesia. 55% kejahatan terjadi didaerah perkotaan, sedangkan Surabaya merupakan urutan no 3 penyumbang kriminalitas di Jawa Timur sejak tahun 2014- 2019. Jenis kriminalitas yang tejadi di Surabaya 85% dilakukan oleh anak berusia dibawah 16 tahun dengan berbagia bentuk kriminal seperti narkoba, minum-minuman keras, pencurian sepeda motor, tawuran, pemerkosaan, perampasan dengan kekerasan (Masita, dkk, 2021 : 147) Hal ini dapat disebabkan karena pendidikan karakter yang dikesampingkan. Seperti misalnya orang tua yang lebih mengedepankan prestasi dibandingkan karakter anak. Kemungkinan sang anak akan menjadi seseorang yang pintar, akan tetapi tidak memiliki karakter yang baik.

Isi

Pada dasarnya kenakalan remaja dapat terjadi karena didasari beberapa faktor. Sumara menyatakan cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini penjelasannya secara ringkas:

1. Faktor Internal

  • Krisis identitas.  Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
  • Kontrol diri yang lemah. Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

2. Faktor Eksternal

  • Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik[1]buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. (Dadan Sumara, dkk, 2017 : 347)

Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja. Zahratul (dalam Mujahidah : 2015) menyatakan Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan akhlak, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan, dan menebar kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Mujahidah menyatakan Teori ekologi perkembangan anak diperkenalkan oleh Uri Bronfenbrenner, seseorang ahli psikologi dari Cornell University Amerika Serikat. Teori ekologi memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut. Informasi lingkungan tempat tinggal anak untuk menggambarkan, mengorganisasi dan mengklarifikasi efek dari lingkungan yang bervariasi. Teori ekologi memandang perkembangan anak dari tiga sistem lingkungan yaitu mikrosistem, eksosistem, dan makrosistem. Ketiga sistem tersebut membantu perkembangan individu dalam membentuk ciri-ciri fisik dan mental tertentu.

  • Mikrosistem adalah lingkungan dimana individu tinggal, konteksi ini meliputi keluarga individu, teman sebaya, sekolah dan lingkungan tampat tinggal. Dalam sistem mikro terjadi banyak interaksi secara langsung dengan agen sosial, yaitu orang tua, teman dan guru.
  • Eksosistem adalah sistem sosial yang lebih besar dimana anak tidak terlibat interaksi secara langsung, tetapi begitu berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Sub sistemnya terdiri dari lingkungan tempat kerja orang tua, kenalan saudara baik adik, kakak, atau saudara lainnya,dan peraturan dari pihak sekolah.
  • Makrosistem adalah sistem lapisan terluar dari lingkungan anak. Sub sistem makrosistem terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, dan lain sebagainya, dimana semua sub sistem tersebut akan memberikan pengaruh pada perkembangan karakter anak. Menurut Berk budaya yang dimaksud dalam sub sistem ini adalah pola tingkah laku, kepercayaan dan semua produk dari sekelompok manusia yang diwariskan dari generasi ke generasi. (Mujahidah, 2015 :173-175)

Keluarga merupakan lingkungan primer bagi pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Keluarga menjadi tempat pertama anak mendapat pendidikan. Terlebih lagi orangtua, peran mereka sangat besar dalam perkembangan anak. Menurut Agus Wibowo (dalam Mujahidah : 2015 ) Dalam perspektif ekologi perkembangan, pola asuh orangtua akan mempengaruhi perkembangan karakter anak. Jenis-jenis pola asuh orangtua pada anak ada tiga, yaitu pola asuh permissif, pola asuh otoriter, dan pola asuh demokratis. Ketiga jenis pola asuh tersebut masing-masing memiliki karakteristik Yang berbeda :

1. Pola asuh permissive, karakteristik :

a.  Memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat

b. Dominasi pada anak

c. Sikap longgar atau kebebasan dari orangtua

d. Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua

e. Kontrol dan perhatian orangtua terhadap anak sangat kurang bahkan tidak ada 

2. Pola asuh otoriter, karakteristik :

a. Kekuasaan orangtua sangat dominan

b. Anak tidak diakui sebagai pribadi

c. Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat

d. Orangtua akan sering menghukum jika anak tidak patuh

3. Pola asuh demokratis, karakteristik :

a. Orangtua mendorong anak untuk membicarakan apa yang diinginkan

b. Ada kerja sama antara orang tua dengan anak

c. Anak diakui sebagai pribadi

d. Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua

e. Ada kontrol dari orangtua yang tidak kaku

Pola asuh bisa mempengaruhi perkembangan karakter anak. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. Sedangkan pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri. Sementara pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

Berdasarkan uraian tersebut membuktikan bahwa interaksi sosial secara langsung antara sub sistem keluarga sebagai bagian dari mikrosistem berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Berdasarkan kajian ekologi dalam pendidikan karakter maka karakteristik lingkungan dimana pendidikan karakter itu berlangsung(konteks), yaitu karakteristik keluarga akan menentukan metode pendidikan karakter dalam keluarga. (Mujahidah, 2015 : 178)

Tidak hanya orangtua, pihak sekolah juga memiliki peran penting dalam pendidikan karakter anak. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan remaja. Menurut Sumara Ada banyak hal yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk memulai perbaikan remaja, di antaranya melakukan program "monitoring" pembinaan remaja melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah dan penyelenggaraan berbagai kegiatan positif bagi remaja. Remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam sekolah. Di lingkungan sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung dari jenis pelanggaran tata tertib sekolah. (Sumara, dkk, 2017 : 351). Dalam Teori Ekologi peraturan dari sekolah termasuk sub sistem dari ekosistem.

Selain keluarga dan sekolah, lingkungan juga memiliki peran dalam perkembangan karakter seseorang. Menurut Mujahidah Sub sistem budaya lingkungan bisa dijadikan sebagai pusat pendidikan karakter. Kelompok individu yang beragam yang beragam akan mempengaruhi tumbuh kembang karakter anak yang ada dalam lingkungan masyarakat. Idealnya pendidikan karakter dilaksanakan dengan berbasis budaya lokal dimana anak tinggal.Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan dan kebudayan saling berhubungan. Hasan Langgulung mengatakan bahwa pendidikan mencakup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya. Artinya, kedua hal tersebut berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkan antara satu sama lainnya. Hasil penelitian Sumaatmadja yang menyatakan terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan kebudayaan, karena pendidikan merupakan akulturasi atau pembudayaan. Tanpa proses pendidikan kebudayaan tidak akan berkembang, dalam arti pendidikan merupakan transformasi sistem social budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya masyarakat merupakan bagian dari makrosistem yangtidak secara langsung berinteraksi denga nanak, tetapi anak mendapatkan warisan budaya itu dari generasi sebelumnya dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut sehingga menjadi karakter yang terpancar dalam perilaku sehari-hari. (Mujahidah, 2015 : 183) Menurut teori ekologi, lingkungan merupakan sub sistem dari makrosistem yang mampu mempengaruhi perkembangan seseorang.

Kesimpulan

Kasus kenakalan remaja masih di Indonesia masih sangat tinggi hingga saat ini. Kenakalan remaja terjadi karena beberapa faktor, di antaranya faktor internal, yakni krisis identitas dan control diri yang lemah, dan faktor eksternal yakni kurangnya perhatian dari orangtua serta kurangnya kasih saying. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kenakalan remaja adalah melalui pendidikan karakter. Menurut Teori Ekologi, perkembangan manusia dipengaruhi oleh lingkungan. Teori ekologi memandang perkembangan anak dari tiga sistem lingkungan yaitu mikrosistem, eksosistem, dan makrosistem. Setiap lingkungan sistem memiliki sub sistem masing-masing. Dalam penanggulangan masalah kenakalan remaja melalui pendidikan karekter, keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat memiliki perannya masing-masing.

Daftar Pustaka

Masita, E. Isnaini, Y. Lestari, P.  2021. Pemberdayaan Exs. Napi Remaja Kecamatan Kenjeran. The 2 nd Seminar Nasional ADPI Mengabdi Untuk Negeri Pengabdian Masyarakat di Era New Normal Prosiding Vol 2. No 2. Hal : 146-151.

Mujahidah. 2015. Implementasi Teori Ekologi Bronfenbrenner Dalam Membangun Pendidikan Karakter yang Berkualitas. Jurnal Lentera. Vol. IXX, No. 2. Hal : 171-185.

Sumara, D. Humaedi, S. 2017. Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Jurnal Penelitian dan PMM. Vol.4. No. 2. Hal : 129-389.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun