Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan manusia lain yang tentunya menghasilkan banyak respon emosi. Dari emosi tersebut manusia dapat memikirkan sikap apa yang dapat ia lakukan sesuai dengan ekspresi yang ia rasakan.[1] Emosi merupakan respon yang dihasilkan oleh otak sebab stimulus yang ada kemudian disampaikan melalui perilaku. Secara garis besar emosi diklasifikasikan kepada dua jenis yaitu emosi positif dan negatif. Dan emosi negatif seringkali dikaitkan dengan perasaan marah. Namun, beberapa ilmuan juga mengatakan bahwa emosi marah tidak dapat dikatakan sebagai emosi yang negatif maupun emosi positif pada tingkatan yang wajar.Â
Hubungan manusia dengan lingkungannya baik alam atau dengan manusia lain bukan tentang sang penakluk dan yang ditaklukkan, melainkan kesetaraan hubungan dalam kepatuhan kepada Allah SWT. Ada dua dasar Islam yang menjelaskan prinsip etika bersosial diantaranya bertujuan untuk mengetahui posisi kita sebagai hamba yaitu Rabbul 'Alamiin. Jadi Allah SWT adalah Tuhan semesta alam, bukan hanya Tuhan manusia saja. Dan prinsip yang kedua itu mengenai tugas manusia sebagai hamba di dunia yaitu Rahmatal lil 'Alamiin. Manusia sebagai makhluk yang dianugerahi keistimewaan yaitu akalnya, diberi amanat untuk mewujudkan kasih sayang melalui manifestasi perilakunya. Semua tindakan manusia seyogyanya didasarkan atas rasa kasih sayang terhadap seluruh alam.[3]
Salah satu bentuk perilaku yang merusak adalah timbul dari emosi manusia itu sendiri. Reaksi emosi yang negatif seperti rasa marah dapat merusak hubungan antar makhluk hidup khususunya hubungan antar manusia. Emosi marah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari hal yang sepele sampai pada hal yang membuat hati terluka, seperti hinaan dan cacian. Emosi marah adalah emosi bawaan sejak lahir yang berkaitan dengan kekerasan, frustasi, serta hati yang terluka. Luapan emosi marah yang pada akhirnya ditampakkan akan menciptakan kekuatan yang tidak terduga bahkan banyak pula diekspresikan melalui perlawanan fisik, perkataan kotor dan sumpah serapah, atau mendiamkan orang lain yang membuat marah. Dari hasil penelitian seseorang, 80% penyebab emosi marah adalah sikap orang lain terhadap kita yang dirasa kurang menyenangkan.Artinya selama seseorang berinteraksi, akan muncul banyak respon dan sikap yang berbeda. Â
Lalu, bagaimanakah etika bersosial dalam islam untuk mengendalikan emosi marah?
Etika bersosial menjadi sebuah pembahasan yang sangat cocok dengan identitas manusia yaitu makhluk sosial, selalu berinteraksi. Interaksi manusia tidaklah terjadi tanpa adanya pihak lain, baik manusia lain maupun lingkungannya.
Dalam berinteraksi umat muslim pun diatur sedemikian rupa, termaktub dalam surat Ali 'Imran ayat 134:
Â
Artinya: " Orang-orang yang selalu berinfaq, baik diwaktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."
Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani "ethos", secara bahasa artinya adalah kebiasaan, costum, karakter manusia (segala bentuk perilaku manusia).[1] Menurut KBBI etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).[2] Sedangkan menurut Dr. H. Hamzah Ya'qub etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan menampilkan amal perbuatan manusia sejau yang dapat diketahui oleh akal.[3]
Moralitas memiliki tiga unsur utama yaitu afektif, kognitif, dan perilaku. Unsur afektif atau emosional terbentuk dari beragam jenis perasaan, empati, yang meliputi tindakan benar atau salah sehingga memotivasi perilaku moral dan kognitif. Unsur kognitif merupakan tempat dimana individu melakukan klasifikasi konseptualitas tentang benar dan salah dalam membuat keputusan mengenai bagaimana perilaku seseorang. Sedangkan unsur perilaku menampilkan bagaimana individu ketika mengalami godaan unutk menipu, curang, melanggar aturan moralitas. Maka dari itu, dalam diri individu haruslah tertanam tiga unsur diatas untuk mencerminkan sempurnanya etika.