Mohon tunggu...
Frey Immanuel
Frey Immanuel Mohon Tunggu... -

menulis dengan sederhana. \r\n var sc_project=11800296; var sc_invisible=0; var sc_security="c1965a9a"; var scJsHost = (("https:" == document.location.protocol) ? "https://secure." : "http://www."); document.write("");

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Papandayan Trip, Part 2: Langkah Pertama

2 Februari 2016   16:04 Diperbarui: 3 Februari 2016   17:52 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Setelah menyelesaikan bagian pertama, hujan turun dengan derasnya. Sebagian tulisan ini dikerjakan saat hujan membasahi bumi dan gemuruh di dalam perut saya bergelora, kruuuukk, gruuuuuukkk, blederrrr"

Perjalanan dimulai dengan kepanikan. Belum, ini belum di Papandayan. Masih di kantor tercinta. Kata penulis terkenal Dewi 'Dee' Lestari “Hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Realitas berubah.” Semua memang terencana dengan indahnya, terutama  untuk diri saya sendiri, paling tidak, saya siap melanjutkan petualangan, namun tidak ada yang se sempurna itu. Sepulangnya dari dinas di luar kota, ternyata ada meeting di kantor, ditambah lagi ternyata ada beberapa bagian belum kelar di kerjakan, PR menumpuk. INI MUSTAHIL! RENCANA BERANTAKAN.

Saya mencoba menyelesaikan satu per satu sisa sisa pekerjaan kantor, atau paling tidak, meringankan beban saya dalam petualangan nanti. Waktu menunjukkan pukul 15.00, hanya ada waktu 2 jam untuk saya bergegas. Saya duduk di meja kerja, namun panggilan dari meja meeting terus menghantui. Mau tidak mau harus bolak balik, tanpa di sadari waktu menunjukkan pukul 17.30, waktu saya habis, pekerjaan tidak selesai. Ah, sudahlah, saatnya move on, masih bisa dikerjakan sepulangnya. Minggu siang sudah bisa kembali melanjutkan, rencananya. Masalah tidak kunjung usai, MOVE ON ga semudah itu, brothers. Tanyalah pada yang galau. Ada-ada saja yang luput dari kendali, belom ambil Laundry, celana panjang kotor semua, udah pulang ternyata Laundry udah tutup. Balik lagi Hp belom di cas, yang paling krusial, belom sempat BAB. Terpaksa ditahan dulu.

Pukul 19.05, sudah tidak ada waktu untuk persiapan tambahan. Apa adanya, celana pendek (satu-satunya), celana panjang yang belom sempet diambil di laundry(angan-angan), daleman, sepatu kets, kaos kaki boleh barteran teman(lucky shot), jumper NATGEO KW, tas, sleeping bag pinjeman, matras beli murah pake nawar tapi ga dikasi secara dua tahun tu matras harganya cuma naik sepuluh ribu, coklat mahal(setidaknya saat ini masih berpikir bawa coklat), jas ujan ponco 8000an, sarung tangan buntung, sarung tangan kuli bangunan, tisu basah (keperluan boker disaat terdesak, dan buat lap muka temen), sendal jepit nuansa gunung. Itu sudah!

Siap berangkat. Ada tiga mobil yang kita pakai untuk perjalanan, dua mobil pinjeman teman, satu mobil rentalan harga teman. Beberapa orang terlihat panik dan terburu-buru, ada juga yang masih mandi di rumah, ada lagi yang ga sempet mandi, kena lemburan kerjaan. Tapi saya, dunia saya pada saat itu tiba-tiba bergerak lambat. Tepat setelah mesin mobil dinyalakan semua berubah. Saya belum bisa MOVE ON. FADE TO BLACK

FLASH BACK.

Tahun 2002,

Sabtu, siang hari menjelang sore, cahaya matahari membakar pelipis kanan Seorang remaja. Ia menggunakan kemeja merah pupus slim fit, dengan celana bahan model cutbray, dengan membawa sebuah tas besar berisi gitar bass pinjeman dari gereja. Remaja ini terlihat gugup, sambil sesekali meludah di rerumputan pinggir jalan. Matahari tidak begitu terik kala itu, hanya saja, keringat mengalir deras membasahi ketek remaja ini. Ia sedang menunggu, sesuatu yang cukup menakutkan. Monster berkaki empat dengan suara gemuruh dari arah sebelah kanannya, di jarak 300 meter mendekat, suara guruh itu semakin lama semakin nyaring.

## . . .Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan . . .##

soundtrack : Sheila on 7 - Kisah Klasik untuk Masa depan

Monster itu berhenti, gemuruh tadi berubah menjadi sebuah lagu populer masa itu dinyanyikan oleh seorang pemuda kurus, rambut gaya belah tengah, bibir monyong, seperti reinkarnasi sebelumnya dari Joshua penyanyi diobok-obok. Badan monster itu terbuka, di dalamnya sudah ada tangan-tangan dan kaki kaki seolah olah menarik remaja ini untuk termakan di dalamnya.

"Woy, naik ga?!" Om-om tua dengan kaca mata hitam ala rolling stone, dengan anting anting cuma sebelah, memakai bandana bertuliskan Slankers memaksa remaja ini untuk melangkahkan kaki pertamanya di dalam monster berkaki empat, berkecepatan 120 tenaga kuda, mampu menelan 12 orang dewasa, memiliki suara nyaring, kencang, dan menggema bernama ANGKOT.

Ini pertama kalinya remaja ini menaiki sebuah angkot. Selama satu jam, satu album dari Sheila on 7 , sudah dua kali diputar. Konon, katanya, hanya angkot yang menggunakan lagu ini yang laris. Satu jam. Tibalah di suatu tempat bernama terminal. Dunia berasa bergetar, memutar mengitar remaja ini, seolah - olah matahari pun ikut mencibir. Tidak tahan dengan perjalanan tadi, semua isi perut remaja ini terkuras, cairan seperti susu di warnai dengan ukiran mi instan yang sudah mengembang dengan sedikit warna hijau sawi keluar menghiasi pinggir jalan kota itu.

BACK TO:

JANUARI 2016,

Saya belom bisa move on, bukan dari angkot, bukan pula phobia. Tapi berkendara dengan kendaraan roda tiga atau lebih dengan waktu di atass 30 menit membuat perut saya bergejolak layaknya masa itu. Saya harus melangkah, saya harus bergerak. Pintu mobil hanya selangkah didepan saya. Papandayan, yang katanya gunung wisata yang sangat indah ada di depan mata, saya hanya butuh satu langkah!

Saya mengambil satu tarikan nafas panjang, saya yakin dengan tujuan saya. Saya harus Move on. Ini bukan langkah pertama saya seperti masa lalu, sudah jutaan langkah sudah dilalui, sudah ratusan angkot saya naiki, saya tidak takut. Ini adalah langkah pertama saya, menuju Papandayan.

katanya ini gunung wisata.

 

-bersambung-

 

(masih berusaha konsisten)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun