Aku diam saja tak memandangnya. Aku tahu rencana ini mengejutkan dan sedikit tak realistis.
"Kau kan tau uang penjualan kerbau itu untuk apa, Pak!" Nada suaranya meninggi karena panik. "Udah lama kita memelihara kerbau itu supaya bisa dijual, supaya kita bisa beli mesin traktor, sisanya untuk persiapan si Rolan kuliah tahun depan. Kalau itu nggak ada, dari mana, Pak...?" Raut wajah istriku penuh dengan rasa khawatir.
"Iya, Mak... Taunya aku itu... Yang kuingatnya jasa-jasa bapaknya sama aku dulu." Aku membetulkan posisi dudukku kemudian kulihat matanya.
"Dengar, Mak. Kau pun taunya kan, kalo aku itu dulu terlunta-lunta di Medan. Kalo enggak si Eben yang nasihati aku dan kasi pinjaman supaya kembali ke sini, entah jadi apa aku di sana. Jadi gelandangan kurasa aku, ato pencopet di terminal."
Istriku tertunduk berusaha meneruskan rajutannya, tapi gerakan jarinya sudah tak karuan lagi digetarkan emosi yang berkecamuk. Dadanya naik turun mengatur napas yang mulai tak teratur.
"Kalo enggak sekarang kita membalas kebaikannya, kapan lagi...?" sambungku dengan pelan. "Kalo anak itu bisa sekolah... tak lama dia jadi sarjana. Bisa kerja apa kek... Udah bisa dia membantu keluarganya. Kalo tidak, hancurlah keluarga itu, Mak..." Aku membujuknya.
"Iya, trus keluarga kita yang hancur..." ucapnya ketus dengan wajah kesal.
"Gini, Mak, dengar..." kataku sambil mencondongkan badan ke arahnya. "Biarlah kita menunda dulu membeli traktor itu. Anak kerbau kita kan masih ada. Tahun depan udah bisa diinseminasi. Setelah ada anaknya, dua---tiga tahun lagi induknya bisa kita jual. Untuk sementara ini, masih bisanya kita menyewa traktor orang."
"Jadi kekmanalah sekolah si Rolan...?!"
Aku lantas berusaha meyakinkannya, "Kalo kita berbuat baik, jangan takut, Mak. Ada saja nanti jalan dikasi Tuhan itu..."
"Tengok..." kataku lalu berdiri mendekati istriku yang duduk di kursi makan. "Kalo enggak nyambung lagi kuliahnya Si Maston itu, bisa gila dia nanti. Kutengok udah mulai aneh-aneh dia. Tengoklah, Mak. Takutku, dua bulan lagi udah lari otaknya itu. Kalo udah kekgitu, makin hancurlah keluarga itu. Apalagi...?"