Mohon tunggu...
Fresty Sadelta
Fresty Sadelta Mohon Tunggu... Akuntan - Saya Mahasiswi Universitas Pamulang

.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Kasus Korupsi Gas Bumi Sumatra Selatan 2010 - 2019

31 Desember 2024   12:00 Diperbarui: 31 Desember 2024   11:59 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, izin prinsip yang dikeluarkan berbeda dengan nota kesepahaman yang sudah disepakati sebelumnya. Perubahan itu terlihat pada pemberian setoran modal. Semula, pembentukan PDPDE Gas akan dibiayai sepenuhnya oleh PT DKLN. Kenyataannya, setoran modal akan disesuaikan dengan kepemilikan saham. Kondisi ini tentu merugikan PDPDE Gas.

Dalam kasus ini, tersangka CISS selaku Direktur Utama PDPDE Sumsel telah menandatangani perjanjian kerjasama antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN.

Sedangkan tersangka AYH menjabat Direktur PT. DKLN sejak 2009 dan juga merangkap sebagai Direktur PT. PDPDE Gas sejak 2009 dan juga Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2014.

Kemudian, untuk tersangka MM yang merupakan Direktur PT. DKLN merangkap Komisaris Utama dan Direktur PT. PDPDE Gas menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT. PDPDE Gas.

Sedangkan tersangka AN selaku Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2013 dan periode 2013-2018 yang melakukan permintaan alokasi gas bagian negara dari BPMIGAS untuk PDPDE Sumsel menyetujui dilakukan kerjasama antara PDPDE Sumsel dengan PT. DKLN membentuk PT. PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara.

Akibat perbuatanya, tersangka diancam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terdakwa Alex Noerdin dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara.

Pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh Alex Noerdin diantaranya, 

1. Penyalahgunaan Kekuasaan, Alex Noerdin diduga memanfaatkan posisinya sebagai Gubernur untuk menguntungkan diri sendiri dan kroninya.

2. Kurangnya Integritas: Perilaku Alex Noerdin menunjukkan kurangnya integritas dan etika dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun