GARIS FINISH
Fresty R. Pertiwi
Setelah seharian lelah bekerja, malam itu aku telah melakukan sebuah kesalahan yang kusesali seumur hidupku. Aku adalah seorang istri yang memiliki tiga orang anak, anak pertamaku berusia delapan tahun, anak keduaku berusia empat tahun dan paling kecil berusia delapan bulan.
Di usiaku yang ke-30 tahun ini hampir semua impianku tercapai, yaitu memiliki tiga orang anak, kendaraan, rumah sendiri, karir yang sukses dan suami yang sangat perhatian. Tentu itu membuat orang disekelilingku banyak yang memuji, tetapi tak jarang juga yang iri kepadaku.
Aku pun mensyukuri semua nikmat yang telah diberi, menikmati hari-hari dan terus ingin menggapai impian-impianku. Tanpa memedulikan keinginan suamiku. Disinilah awal cambukan untukku bahwa ada hal yang penting dari semua mimpiku.
Memiliki jabatan dalam berkarir, mendirikan kelas menulis, meraih penghargaan di setiap kejuaraan, semuanya telah kugapai, tetapi masih banyak yang ingin kuwujudkan. Salah satu impianku adalah mengenyam pendidikan S2. Rasa-rasanya tidak ada kepuasan untuk terus berlari sebelum mencapai garis finish.
“Bund, maaf tolong ambilkan air minum!” Suamiku minta tolong dengan nada rendah.
Sebenarnya, kan, ia bisa mengambil sendiri di lemari pendingin, kenapa harus minta tolong ambilkan. Apa ia tidak melihat aku juga lelah bekerja belum lagi harus mengurusi anak-anak. Sembari ngedumel tetap saja aku memberikan minum untuknya.
“Bund, tolong siapin baju ayah ya!” Pinta suamiku sebelum masuk ke kamar mandi.
Hmmm, lagi ia meminta padaku.
‘Kenapa harus aku yang ambilkan?’ keluh batinku.
“Kenapa, Bunda tidak ikhlas melayani ayah?” tegurnya setelah melihat mimik wajahku yang mungkin tampak keberatan.
“Ayah itu suami Bunda! Kita bekerja di tempat yang sama, Bunda cape ... sama ayah juga! Sebab itu ayah kerjakan pekerjaan rumah. Bunda mau apapun ayah tidak pernah melarang! Apa salah, ayah ingin Bunda mendapatkan pahala kebaikan karena telah melayani ayah?”
Aku tertunduk dan pikiranku melayang mengingat apa yang selama ini telah aku lakukan untuk suamiku. Kurasa, aku terlalu sibuk dengan mimpi-mimpiku, sehingga lupa dimana surgaku berada.
“Ayah ingin kita selalu bersama tidak hanya di dunia tetapi juga di surga!” ucap suamiku lirih, mengingatkanku tentang hak dan kewajiban sebagai istri.
Hatiku terhenyak ketika ia berkata seperti itu. Apa yang aku lakukan selama ini hanyalah untuk memenuhi kepuasan diri. Sekarang aku tahu garis finish yang harus ditempuh adalah kebahagia dunia akhirat dan hidup sesurga bersamanya. Impian melanjtkan pendidikan S2 tidak menjadi prioritasku lagi.
Target terdekat adalah menata kembali apa yang seharusnya aku perbaiki, memberikan yang terbaik untuk keluarga, mengharap dari rida suamiku agar Allah pun rida kepadaku.
“Mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat adalah garis finish dalam kehidupan berumah tangga, aku percaya melayani setulus hati, surgawi menantimu.”
- Fresty R. Pertiwi –
PROFIL PENULIS
Fresty Restu Pertiwi, S. Pd. Lahir di Karawang pada tanggal 27 Juli 1991. Menetap di Karawang dengan ketiga buah hatinya, Uwais Hamizan Utomo, Irdina Husna Utomo, dan Umar Hafizhan Utomo serta suami, Teguh Dwi Utomo. Mengabdi menjadi guru Matematika di SMPIT Mentari Ilmu Karawang sejak tahun 2012.
Aktif dalam kelas menulis, mendirikan komunitas menulis YQM dan telah menerbitkan puluhan buku. Satu buku solo dan lainnya buku antologi. Agar komunikasi dengan penulis dapat terjalin, bisa menghubungi di Email/FB/IG: frestea.08@gmail.com dan HP/WA: 0822 9702 6585.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H