Iman hanya Sempurna jika Mengarah pada Cinta Kasih yang Aktif
Cinta kasih yang aktif, menunjuk pada perbuatan. Demikian Kata Santo Yakobus; Iman tanpa perbuatan adalah mati. Orang yang beriman, menghasilkan perbuatan-perbuatan baik dari perbendaharaan imannya. Perbuatan baik adalah wujud cinta kasih. Paus Benediktis XVI mengatakan ; mengasihi selalu berarti mengambil inisiatif untuk melakukan kebaikan terhadap subyek dan obyek yang dikasihi.
Iman Bertumbuh dalam Pendengaran Sabda Tuhan (Fides ex Auditu)
Iman tidak hanya mendengarkan pewartaan tentang Tuhan, melainkan secara eksistensial menaati dan melakukan apa yang didengarkan itu.
Iman Menjamin Kegembiraan Surgawi
Iman bergaul karib dengan harapan. Dalam iman, orang mendekatkan diri dengan Allah. Kedekatan dengan Allah, diuji dalam teguhnya harapan. Orang yang beriman, ia senantiasa berharap untuk diselamatkan. Harapan untuk diselamatkan, mengambil bentuknya sebagai kesetiaan. Orang yang setia pada Allah di bumi ini, ia pun akan menikmati kegembiraan surgawi kelak.
Iman sebagai Ekspresi Personal
Iman bersifat pribadi, dalam arti masing-masing orang, kelak mempertanggungjawabkan imannya di hadapan Allah, tetapi tidak bersifat ekslusif atau tertutup.
Iman secara personal bercorak misioner, dalam arti orang beriman melekat tanggung jawab untuk memperkenalkan Kristus kepada mereka yang belum mengenal Kristus, dan karena itu, tuntutannya ialah harus ada dalam suatu persekutuan.
Iman sebagai Ekspresi Persekutuan
Beriman berarti ambil bagian dalam keyakinan bersama. Iman yang sama merupakan dasar kesatuan Gereja. Iman personal menyatu dalam iman persekutuan.
Tentang iman sebagai ekspresi personal dan ekspresi persekutuan, kita temukan dalam dua Syahadat yakni Syahadat para Rasul dan Syahadat Nicea-Konstantinopel. Syahadat para Rasul memulai dengan "Aku Percaya" (Credo), dan Syahadat Nicea-Konstantinopel, dalam bentuk aslinya dimulai dengan "Kami Percaya" (Credimus).
Iman Bertahan dalam Kesetiaan