Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Rasul Paulus

15 Oktober 2020   06:00 Diperbarui: 15 Oktober 2020   06:45 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sangsabda.wordpress.com

Bagi orang-orang yang studi atau rajin baca  Teologi, Kitab Suci, nama Rasul Paulus tidaklah asing. Paulus yang sebelumnya adalah Saulus, terkenal dengan tindakan penganiayaannya terhadap para pengikut Kristus. 

Bahkan terbunuhnya Stefanus, Martir pertama, tidak hanya  disaksikan oleh Saulus tetapi juga direstuinya. (Kis. 8:1). Hati Saulus berkobar-kobar untuk membinasakan para jemaat, para murid Tuhan (Kis. 8:1b-3, 9:1, dan bahkan Saulus meminta surat kuasa (legal standing), untuk membinasakan para pengikut Kristus (Kis. 9:2). 

Saulus adalah nama Ibrani yang artinya "besar". Saulus adalah orang yang dekat dengan para pembesar; imam-imam besar, dan karena itu, kepadanya diberi surat kuasa (untuk membinasakan). Saulus juga berpengetahuan tinggi, karena ia adalah seorang murid  Gamaliel, seorang tokoh tersohor dalam ilmu taurat. 

Dalam perjalanannya ke Damsyik, untuk menangkap para pengikut Kristus, tiba-tiba cahaya memancar dari langit, mengelilingi dia (Kis. 9:3). Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah Engkau menganiaya Aku?" Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan? Kata Yesus kepadanya: Akulah Yesus, yang kau aniaya itu. 

Saulus yang tadinya berkuasa dan bernama besar, nampak tak berdaya di hadapan Tuhan. Paulus rebah di tanah. Paulus yang selama ini hanya mendengar suara imam-imam besar, kini ia mendengar suatu suara, yang tak kelihatan pembicaranya. 

Setelah mendengar suara itu, Saulus sebetulnya dalam nada sadar, lalu bertanya Siapakah Engkau? Tuhan? Saulus tahu, bagaimana kuasa Tuhan berkarya, dan karena itu, ia dapat bertanya demikian. 

Saulus yang rebah itu, ketika terbangun, berdiri, dan membuka matanya, ia tidak dapat melihat apa-apa. Kebesaran Saulus, lumpuh total di hadapan Kebesaran Allah. Saulus yang tidak melihat apa-apa, menunjuk pada ketidakpercayaannya. Hal itu terjadi karena memang, bagi Saulus, kuasa dan materi tersedia berlimpah dan karena itu, Tuhan tak dapat dipercaya. 

Penyelenggaraan Tuhan terhadap Saulus, tidak berhenti di situ. Tuhan ingin menjadikan Saulus sebagai alatnya, untuk memberitakan NamaNya, kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel (Kis.9:15). Tuhan menaruh Rahmat bagi Ananias, seorang murid Tuhan di Damsyik, untuk menyembuhkan Saulus, dengan menumpangkan tangan. Walaupun Ananias berkeberatan karena ia tahu betul kejahatan Saulus, tetapi atas kuasa Tuhan, Ananias pergi, menumpangkan tangan, dan saat itu, Saulus kembali melihat, dan penuh dengan Roh Kudus. Seusai melihat lagi, Saulus bangun lalu dibaptis, dan kekuatannya pulih kembali. 

Kita pasti bertanya-tanya, sejak kapan atau mana momen persis perubahan nama Saulus menjadi Paulus? 

Saulus adalah nama lain bagi Paulus (Kis.23:9). Seusai bertobat, Kisah Para Rasul memang lebih banyak konsisten menggunakan nama Paulus, tetapi nama Saulus pun masih disebutkan beberapa kali. 

Saulus dalam bahasa Ibrani artinya yang berkuasa atau besar. Paulus dalam bahasa Yunani artinya kecil. Ketika Saulus rebah di tanah, matanya buta, sebetulnya mau menunjukkan bahwa dirinya terlalu kecil di hadapan Tuhan (Paulus). 

Sebutan nama Paulus sebetulnya, lebih bermotif misi, pasca pertobatannya. Saulus bertobat, dan namanya berubah menjadi Paulus demi keutamaan pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa lain (Yunani, non-Yahudi, Romawi), sebagaimana ditegaskan oleh Yesus dalam (Kis. 9:15). 

Perubahan nama Saulus menjadi Paulus bukan untuk menghilangkan jejak Saulus sebagaimana berbagai kejahatan yang telah dilakukannya, karena toh, dirinya akan kembali bertemu kawan-kawan lamanya, dan jemaat yang sama pula. Lagipula setelah bertobat, pada beberapa teks, nama Saulus masih disebutkan. Tidak hanya itu. Setelah Saulus bertobat, dirinya masih ditakuti dalam kalangan jemaat karena keganasan dan kejahatannya bagi para pengikut Kristus. 

Perubahan nama Saulus menjadi Paulus bermotif misi dan bermakna teologis. Dari Saulus besar menjadi Paulus kecil. Dengan menyadari kekecilannya, Paulus mengabdi total kepada Sang Maha Besar yakni Tuhan. Dan terbukti bahwa masa lalunya sama sekali tidak mampu menghalangi niat Tuhan untuk berkarya. Karena pertobatan dan kegigihannya mewartakan nama Tuhan ke penjuru dunia, Paulus disebut Rasul dan sekaligus Teolog. Konsep Teologis Paulus yang cukup familiar, dikenal tri kebajikan teologal yakni iman, harap dan kasih. 

Suatu pembelajaran dari Teks Galatia 2:1-2.7-14. Saya membaca teks ini dan terkagum-kagum. Paulus pergi mewartakan Injil dengan pernyataan yang telah diletakkan Tuhan atas dirinya. Paulus membentangkan Injil kepada orang-orang non-Yahudi, mempergunakan strategi jitu. Di tengah kegigihannya mewartakan Injil, Paulus menyempatkan diri, bertemu dengan orang-orang terpandang.

Mengapa? Karena keberhasilan pewartaan turut ditentukan oleh orang-orang terpandang waktu itu. Hal itu Paulus lakukan, supaya pewartaannya janganlah sia-sia atau percuma. 

Paulus tak gentar dalam mewartakan karena dirinya telah diberi kekuatan dan karunia oleh Tuhan untuk mewartakan. Keyakinan itu lebih kuat lagi, ketika dirinya mendapat dukungan dalam persekutuan yang ditandai dengan berjabat tangan, dari Yakobus, Kefas, dan Yohanes. 

Walaupun sasaran misi berbeda yakni kelompok Petrus, konsentrasi pada orang-orang bersunat dan kelompok Paulus pada orang-orang tak bersunat, tetapi Paulus diminta supaya jangan melupakan orang-orang miskin dalam pewartaan. Dan memang benar, Paulus sangat mengusahakan itu. 

Dalam misi itu, terjadi soal antara Paulus dan Kefas. Soal itu muncul karena inkonsisten Kefas, di mana dirinya tidak ingin duduk bersama dengan orang-orang bersunat. Paulus menentang Kefas, karena Kefas salah. Mengapa salah? Karena seharusnya Kefas tidak boleh meninggalkan orang-orang bersunat dari kalangan Yakobus. Kefas, malah  tinggalkan mereka, karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. Sementara sebelumnya telah terjadi kesepakatan tentang sasaran misi pewartaan dan karena itu, sebetulnya, sikap takut Kefas sama sekali tidak dibenarkan. 

Paulus melihat bahwa apa yang ditunjukkan oleh Kefas, dan bahkan Barnabas yang awalnya dengan dirinya, merupakan suatu sikap inkonsisten, yang tidak sesuai dengan kebenaran Injil. Kebenaran Injil yang dimaksud ialah amanat misi Yesus, yakni pergilah ke seluruh dunia, wartakanlah Injil, baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. 

Paulus mau menunjukkan bahwa budaya boleh berbeda, tetapi para pewarta dan dalam pewartaan, tidak boleh membeda-bedakan. Bagi Paulus, sunat dan tidak sunat, tidak penting bagi orang beriman. Yang penting ialah mengimani Allah. Itu yang dikenalnya dengan sunat hati, maksudnya menerima dan mewartakan Allah dengan hati yang terbuka, tulus dan bersih.

Penulis: Rm. Yudel Neno, Pr

Pastor di Paroki Betun, Keuskupan Atambua, Kabupaten Malaka

Sumber Bacaan:
Alkitab Edisi Studi
Tafsir Alkitab Perjanjian Baru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun