Problem-problem yang muncul dari para Murid ataupun yang diandaikan seperti di atas, ditemukan jawaban arifnya oleh Yesus, di bawah ini :Â
Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti." Â (Mat 19:12).
Jawaban Yesus di atas, menggugurkan problem yang diajukan oleh para Murid. Bahwa memilih untuk tidak kawin atau tidak menikah, bukan karena takut atau mau menghindari resiko pasca menikah. Pilihan menjadi kaum tertahbis atau biarawan-biarawati, bukanlah pelarian karena tidak mau menikah. Pilihan itu juga karena pelarian biologis, dalam arti tidak bergunanya alat reproduksi karena impoten atau mandul.Â
Orang memilih karena kesadarannya yang utuh, demi Kerajaan Sorga. Itu berarti, bukan tidak ada niat untuk menikah. Niat itu ada dan akan tetap ada, selama masih bertubuh dan berdarah. Niat itu diarahkan demi sesuatu yang nilainya lebih tinggi yakni demi Kerajaan Sorga. Inilah letak spiritualitas pengorbanannya bahwa orang dengan relaz sadar, tahu dan mau mengorbankan niatnya menikah itu demi Kerajaan Sorga.Â
Maka secara biblis dan teologis, tidak benar dan sama sekali tidak pernah atau tidak boleh dibenarkan ataupun tidak boleh dibiarkan, kalau ada anggapan bahwa biarawan-biarawati ataupun kaum tertahbis, mereka adalah orang-orang yang mau menghindari perkawinan ataupun pernikahan. Juga tidak benar kalau ada anggapan bahwa biarawan-biarawati, kaum tertahbis, mereka adalah golongan impoten dan atau mandul, yang ingin mencari titik nyaman melalui pilihan mereka.Â
Yang keempat :Â
Pilihan hidup selibat juga merupakan suatu pilihan antisipatif. Mengapa karena Yesus telah mengatakannya bahwa kelak, di Surga tidak ada yang kawin dan dikawinkan.Â
"Karena pada waktu kebangkitan, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga". Â (Mat 22:30). Itu berarti di Surga, tidak ada lagi perasaan fisik dan tidak ada yang hidup secara fisik-al, di sana.
Pernyataan Yesus di atas menunjuk jelas bahwa kelak yang hidup di sana (Surga), adalah roh atau jiwa spiritual, seperti Malaikat, yang bukan fisik. Maka ada relevansinya dengan tugas antisipatif seorang kaum tertahbis di dunia ini sebagai gembala jiwa-jiwa umat manusia.Â
Yang kelima :Â
Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, tahun 1983, merumuskan tentang hidup selibat dengan sangat gamblang, seperti di bawah ini. Â