Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketelanjangan yang Bertenaga

13 November 2019   21:04 Diperbarui: 15 November 2019   14:01 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya (Kej.1:26-27; 2:7), Allah pun menyediakan kesejahteraan bagi makhluk ciptaanNya.

Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.  (Kej 2:9)

Allah tidak hanya mencipta lalu melepaskan begitu saja ibarat jam dinding yang berputar tanpa arus kendalinya lagi dari si pembuatnya.

Kesejahteraan makhluk ciptaan digambarkan secara gamblang melalui kondisi ketersediaan alamiah oleh Sang Pencipta. Itu berarti kesejahteraan makhluk ciptaan, erat kaitannya dengan alam.

Walaupun demikian, kesejahteraan manusia terbatas.  
Instruksi biblis, jelas; "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."  (Kej 2:16-17).

Menyikapi Instruksi Allah, si ular itu benar-benar cerdik. Ia kembali mengenakan instruksi Allah untuk meyakinkan Hawa, dalam nada mencurigai atau mempersoalkan larangan Allah.

 "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?"  (Kej 3:1).

Si Hawa, rupanya mulai curiga Allah. Pertanyaannya ialah apakah disaat Allah melarang makhluk ciptaanNya untuk jangan makan buah dari pohon terlarang, ular ada di situ? Kalau si ular tidak ada di situ, maka siapa gerangan yang  memberitahukan isi larangan Allah kepada si ular itu?

Nampak jelas bahwa ular itu sebetulnya adalah perwakilan kecerdikan Hawa, yang dalam status seperti itu, ia meragukan atau mencurigai Allah.

Jangan-jangan Allah, mau supaya kita tetap jadi budak untukNya, dan karena itu Ia melarang, karena di saat buah itu dimakan, kita akan sama denganNya? (bdk. Kejadian.3:5).

Dalam gambaran kondisi penuh curiga seperti di atas, muncul lagi pertanyaan, di manakah Adam waktu itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun