Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta, Iman dan Agama Dalam Perkawinan

11 November 2018   06:26 Diperbarui: 11 November 2018   07:07 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

a. Pendahuluan

Tempora mutantur et nos mutamur in illis ; waktu berubah, kita pun ikut berubah di dalamnya. Manusia hidup dalam zaman yang berubah-ubah. Perubahan zaman ini pun menyebabkan manusia ikut berubah di dalamnya. Insan beriman sekalipun, daya pengaruh dari perubahan zaman tidak dapat dihindari. Status sebagai insan beriman mengantar kita untuk masuk pada pembahasan tentang agama. Iman dan agama ibarat jiwa dan badan. Iman tanpa agama ibarat jiwa tanpa badan. Agama tanpa iman ibarat tubuh dan tanpa jiwa. Keduanya memang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.

Entah iman atau agama, manusia sebagai aktornya hidup dalam ruang dan waktu yang berubah-ubah dan berbeda-beda. Dengan demikian, pesatnya perubahan dapat diterima dan pada sisi tertentu, menjadi pemicu bagi terkoyaknya iman setiap insan. Dalam konteks perkawinan, khususnya kesetiaan iman untuk tetap pada agama asal (Agama Katolik), hingga kini menjadi fenomen yang makin hari makin marak terjadinya. 

Relasi cinta antara kedua pasangan beda gereja pun tidak dapat disangkal. Cinta justeru dilihat sebagai media yang lebih kuat daya dorongnya berbanding dengan kesetiaan seseorang pada agama asalnya. Konsep ini mengindikasikan adanya kelemahan iman seseorang sebagai seorang penganut agama. Demi cinta akan pasangan, seseorang rela meninggalkan agamanya.

b. Fenomen Yang Terjadi

Umat Keuskupan Atambua hidup berdampingan dengan penganut agama lain. Ini adalah fakta keberagaman yang patut diterima dan dijadikan sebagai kekayaan bagi bangsa ini. Walaupun demikian, peristiwa berpindahnya seseorang dari agama asalnya ke agama lain tidak boleh dibiarkan begitu saja. Bahwa iman ini soal urusan personal manusia dengan Tuhan tetapi perlu dipahami bahwa iman bukanlah kuda tunggangan untuk dapat berpindah sesuka hati ke agama lain.

Fenomen yang terjadi di Keuskupan kita, tidak sedikit umat kita yang rela meninggalkan agama Katolik dan masuk agama lain demi cintanya akan pasangannya. Saya sangat yakin di sekitar lingkungan kita pasti ada saja yang demikian.

c. Pemicu Perpindahan

Berdasarkan analisis terhadap fenomen di atas, ditemukan beberapa pemicu terjadinya perpindahan yakni

  • Faktor Ekonomi

Lemahnya ekonomi dapat menjadi pemicu perpindahan agama dalam perkawinan. Seseorang yang karena status sosial dari salah satu pasangan hidupnya merupakan jaminan kesejahteraan kelak dalam hidup berkeluarga, dapat saja ia meninggalkan agamanya demi hidup menikah.

  • Faktor Status Sosial

Jabatan yang mengikat dapat dijadikan sebagai alasan untuk pindah agama. Pada beberapa tempat, ada kejadian alasan perpindahan agama demi menikah karena suami atau istri berstatus PNS atau ABRI. Terkhusus untuk ABRI, tidak sedikit sejumlah wanita akhirnya harus berpindah agama karena alasan nikah dinas mengikuti agama asal dari ABRI bersangkutan.

  • Faktor Kultural

Dalam kebudayaan Timor pada umumnya, laki-laki dipandang sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Sebagai akibatnya, seorang wanita dapat dikondisikan otomatis untuk mengikuti sang suami.

  • Faktor Pelanggaran Relasi

Pada kasus lainnya, kita temukan bahwa fakta hamil atau tindakan menghamili dapat menjadi pemicu yang mengondisikan seseorang untuk mengikuti agama dari salah satu pihak.

  • Berdasarkan pemicu di atas, disimpulkan bahwa motif cinta yang dipakai adalah cinta yang masih berdasar pada ukuran materi, jabatan dan asumsi. Cinta jenis ini sekaligus mengindikasikan adanya komitmen iman yang lemah sehingga menyebabkan seseorang mudah terpengaruh dan akhirnya meninggalkan agama asalnya. Menguatnya daya tarik faktor-faktor di atas menempatkan kesetiaan iman pada agama asal sebagai sesuatu yang mudah ditinggalkan begitu saja. Ajaran-ajaran agama yang berlaku dalam agama asal tidak dihayati secara mendalam apalagi ketika berhadapan dengan situasi-situasi pemicu yang daya tariknya sangat kuat.
  • Menyikapi situasi ini, kami membedah motivasi cinta berdasar pada analisis cinta perspektif Filsuf Gabriel Marcel melalui tahapan-tahapannya, sebagai berikut :

Menurut Gabriel Marcel cinta merupakan prinsip utama bagi manusia untuk membangun relasi eksistensialnya. Cinta bukanlah perasaan emotif tapi menjadi inti kehidupan yang berproses dalam hubungan manusia. 

Manusia ditegaskan melalui eksistensinya. Eksistensi ini bersamaan dengan cinta. Dengan demikin, cinta bukanlah perasaan emotif semata melainkan cinta bergerak menurut keberadaan manusia. Manusia pun tidak hanya berada secara fisik melainkan ia juga adalah makhluk intelektual dan makhluk sprititual. 

Kekhasan utama dari makhluk intelektual dan spiritual adalah ketika cinta menjadi dasar untuk membangun relasi intersubyektifitas. Cinta memungkinkan setiap insan sebagai sesama subyek. Cinta merupakan suatu panggilan hidup eksistensial.

Gabriel Marcel merumuskan empat tahapan cinta yakni: 

  • Kerelaan 

Kerelaan adalah sebuah sikap kesediaan untuk terbuka, membiarkan orang lain masuk dalam hubungan denganku. Sifat semacam ini berlawanan dengan sikap kepemilikan yang menutup diri sendiri dan menganggap yang lain sebagai objek.

 Catatan Kritis 

Praktek yang terjadi menunjukkan adanya ketidakrelaan asali karena perpindahan agama justeru pertama-tama dimotivasi oleh cinta akan materi dan jabatan. Cinta akan materi dan jabatan ini akhirnya menempatkan salah satunya sebagai obyek yang harus mengikuti kehendak dari subyek tertentu.

  • Penerimaan 

Penerimaan adalah sikap inisiatif, memulai aktifitas dalam hubungan dengan mempersilahkan yang lain memasuki duniaku, atau mendengarkan yang lain; menyediakan tempat dalam diri untuk yang lain.

Catatan Kritis 

Praktek yang terjadi, tidak ada inisiatif bebas sebab terkondisi oleh materi, jabatan dan anggapan kultural. Jika ada sikap saling mendengarkan dari kedua belah pihak maka nikah beda gereja merupakan sesuatu yang dapat terjadi.

  • Keterlibatan 

Keterlibatan adalah sikap yang lebih dalam lagi karena aku ikut ambil bagian yang lain dalam hubungan itu dan memberikan perhatian khusus terhadap perencanaan-perencanaannya dan menanggapi secara positif sehingga kami dapat seiring sejalan.

 Catatan Kritis 

Pada kasus yang terjadi, mengambil bagian dalam hubungan menikah, sama sekali tidak menghormati adanya perencanaan-perencanaan, karena rencana justeru menjadi kabur karena faktor-faktor pemicu lebih dan lebih utama dijadikan sebagai alasan.

  • Kesetiaan 

Kesetiaan merupakan sikap total dalam hubungan cinta. Kesetian bukanlah ikut-ikutan tanpa pendirian, melainkan kesedian untuk terlibat dengan segala resiko yang ada.

Catatan Kritis 

Pada kasus yang terjadi, pada mulanya, sebenarnya tidak ada sikap total karena salah satu pihak di antaranya justeru ikut-ikutan karena alasan-alasan material, jabatan, kultural dan pelanggaran moral.

d. Kesimpulan

Ke empat tahap ini mau menunjukan bahwa memang betul manusia harus rela membuka diri dan menerima orang lain masuk dalam kehidupannya dan lebih dari itu, manusia perlu terlibat aktif dalam hubugan itu. Umat kita lebih banyak mengikuti faktor-faktor pemicu di atas daripada menghayati secara mendalam tahapan-tahapan cinta sebagaimana kelompok uraikan menurut pandangan Gabriel Marcel. 

Jika keempat tahapan di atas dipahami dan dihayati dengan baik, maka nikah beda gereja adalah sesuatu yang lumrah dan tentunya berdasarkan dispensasi dari ordinaries wilayah (Uskup setempat).  

Lemahnya pemahaman dan penghayatan terhadap empat tahapan cinta ini merupakan pintu masuk bagi seseorang untuk pindah agama tanpa memperhitungkan imannya akan agama asalinya. Ketiadaan penerimaan, keterbukaan, keterlibatan dan kesetiaan justeru menjadi pemicu bagi perpindahan agama.

Dengan demikian, cinta yang mampu mengantar seseorang hingga pada perpindahan agama dengan dilatarbelakangi oleh faktor-faktor pemicu di atas dan lemahnya penghayatan terhadap empat tahapan cinta, sebagai makhluk spiritual yang beriman, sekaligus menandaskan lemahnya iman dalam menyikapi setiap situasi yang dihadapi. Iman yang tidak komitmen terhadap agama asali menyebabkan seseorang dapat tergiur dengan faktor-faktor pemicu dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan agama asalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun