Seturut hakikat kita sebagai makhluk sosial bersaudara adalah mutlak. Persaudaraan mengatasi batas-batas perbedaan. Kualitas persaudaraan diukur dalam sikap kita terhadap perbedaan. Apakah menerima perbedaan dan berjalan bersama atau cenderung menolak perbedaan dan lebih suka menyeragamkan segala sesuatu.
Bahaya penyeragaman adalah ketakutan. Manusia tidak lagi dilihat dalam dirinya sebagai seorang persona tetapi lebih dipandang sebagai elemen massa dan bahkan musuh kelompok. Ia bukan lagi Muhammad melainkan orang Islam.Â
Di dalam tubuh pluralisme seperti ini orang lain sering dianggap menakutkan karena persentuhan dengan subyek lain dihindari karena persentuhan itu dikira dapat merubah pribadinya.Relasi intersubyektivitas seakan bahaya bagi survival-nya.
Kita berusaha sedemikian mungkin untuk menghindari penyeragaman dan menghargai perbedaan. Penghargaan terhadap keberbedaan adalah sikap yang lebih mengarah kepada kehidupan. Menghargai perbedaan adalah dasar untuk menghidupkan nilai-nilai sosialitas. Tanpa penghargaan terhadap keterbukaan, tanggung jawab, solidaritas, kepercayaan dan keadilan menjadi tak mungkin.
Perbedaan sesungguhnya tidak mendeterminasi atau menghilangkan panggilan kita apabila kita sanggup memaknai persaudaraan dalam keberagaman secara benar. Persaudaraan yang benar adalah hubungan persahabatan yang saling menerima apa yang pantas dan menolak apa yang perlu. Persaudaraan tetap menjadi langgeng asalkan kita tidak kehilangan fokus, sikap selektif dan konsistensi. Persaudaraan yang demikian adalah bagaimana kita menghargai perbedaan tanpa takut kehilangan.
Fokus adalah penyatuan segala kemampuan untuk mencapai tujuan. Dalam keadaan fokus kita tidak perlu menutup diri terhadap hal-hal baru yang berlainan melainkan tetap selektif untuk memilih yang tepat dan tak merusak. Dengan selektif sesungguhnya kita tampil sebagai manusia yang tidak berubah-ubah, tidak bermuka dua dan bertujuan ganda melainkan konsisten dengan tujuan yang ada. Fokus, selektif dan konsisten adalah cara mempertahankan prioritas.
Penulis     : Oliviera Kapitan
Editor      : Yudel Neno
1 Kasdin Sitohang, Filsafat Manusia, Upaya Membangkitkan Humanisme, (Kanisius: Yogyakarta, 2009), hlm. 103
2. Otto Gusti Madung, Â Post-Sekularisme, Toleransi Dan Demokrasi, (Penerbit Ledalero: Maumere, 2017), hlm. 122
3. Â Ibid., hlm. 54