Kupang - Gereja Katolik memiliki tujuh sakramen. Ketujuh sakraman ini menandaskan pentingnya Gereja sebagai Sakramen Keselamatan. Gereja sebagai sakramen keselamatan ini dipahami dalam dua arti, yang pertama : Gereja sebagai Sakramen Dasar (Grunt-Sakrament), yang kedua : Kristus sebagai Sakramen Utama (Ur-Sakrament).
Gereja sebagai sakramen dasar mengandung arti bahwa Gereja adalah sarana yang mengantar manusia menuju keselamatan. Karya keselamatan yang ditawarkan oleh Gereja hanya terjadi melalui dan oleh Kristus sendiri (Ur-Sakrament). Dalam relasi dengan Bapa, Kristus adalah Sakramen Allah. Dalam relasi dengan Gereja, Kristus adalah Sakramen Gereja. Dengan demikian karya keselamatan yang ditawarkan Gereja melalui Sakramen Tobat berdimensi trinitaris. Artinya Bapa, Putera dan Roh Kudus atas daya dorong cinta kasih yang lebih, menyelamatkan umat manusia yang berdosa.Â
Di sini tidak berarti peranan manusia diabaikan. Keselamatan umat manusia suatu kelak akan tercapai (dimensi eskatologis) dengan menempuh pertobatan sejak sekarang sebagai tindakan antisipatif.Â
Manusia tetap diberi peran dalam Sakramen Pertobatan tetapi pengampunan hanya datang dari Allah. Atas penyertaan Roh Kudus, manusia yang bergabung dalam persekutuan kristiani dimampukan untuk menyadari, menyesali, mengaku, menyilih dosa, perubahan niat serta tingkah laku. Dengan demikian, pertobatan yang utuh, pencapaiannya mesti melewati tahap-tahap ini.Â
Salah satu sakramen yang hendak dibahas dalam tulisan ini adalah sakramen tobat. Sakramen tobat digolongkan sebagai salah satu sakramen dari sakramen-sakramen penyembuhan. Disebut sakramen penyembuhan karena melalui sakramen tobat, atas kemaharahiman Allah, umat manusia manusia dipulihkan atau disembuhkan dari belenggu dosa. Untuk mencapai penyembuhan, umat manusia (para peniten) perlu mengikuti tahap-tahap yang telah ditentukan oleh Gereja. Dari tahap ke tahap Allah tetap menyertai umat manusia.Â
Tahap-tahap itu diuraikan sebagai berikut :
Menyadari Dosa
Setelah manusia pertama jatuh dalam dosa sebagai titik permulaan dosa asal bagi umat manusia, Kristus datang membebaskan umat manusia dari jeratan dosa asal dan yang tertinggal hanyalah kecenderungan untuk berdosa. Kedatangan Kristus ini senantiasa dirayakan oleh Gereja melalui Sakramen Pembaptisan. Melalui Sakramen Pembaptisan, dosa asal dihapus dan yang tertinggal adalah kecenderungan untuk berdosa. Perlu diketahui bahwa kecenderungan untuk berdosa ini belum merupakan suatu dosa hingga terbukti melakukan pelanggaran.Â
Dalam bagian ini, seorang peniten menyadari dosanya. Kesadaran akan dosa ini bukan untuk dibangga-banggakan atau untuk dihitung-hitung jumlahnya. Kesadaran ini datang dari hati nurani manusia sebagai sanggar suci Allah. Artinya, atas daya dorong rahmat Allah, seorang peniten tergerak oleh kesadarannya, ia segera menyadari situasi kedosaannya sebagai penghambat relasi dengan Allah. Â
Kalau kesadaran menanggapi dengan baik daya dorong rahmat Allah, maka kesadaran ini segera tiba pada penyesalan akan perbuatan dosa yang telah dilakukan. Dengan demikian mengantar kita menuju pada pembahasan tahap dua yakni menyesali perbuatan dosa.
Menyesali Perbuatan Dosa
Dosa adalah tindakan dan situasi dimana rusaknya relasi dengan Allah karena perbuatan fisik manusia yang digerakkan oleh unsur-unsur kejiwaan manusia. Setelah manusia sadar akan dosanya, ia menyesal. Penyesalan adalah "kesedihan jiwa dan kejijikan terhadap dosa (attritio) yang telah dilakukan, dihubungkan dengan niat, mulai sekarang tidak berdosa lagi".Â
Menurut hukum hati nurani, setiap kesalahan yang dilakukan akan segera mendatangkan hukuman. Hukuman yang pertama muncul adalah penyesalan.  Ada dua macam penyesalan yakni  yang pertama : penyesalan secara sempurna (contritio). Disebut sempurna karena rasa sesal ini digerakkan oleh cinta akan Allah atau "sesal karena cinta". Yang kedua : penyesalan tidak sempurna (attritio).Â
Disebut penyesalan tidak sempurna karena rasa sesal ini dilatarbelakangi oleh rasa takut akan hukuman atas dosa dan rasa kecewa mendalam atas diri yang telah melakukan dosa. Kedua penyesalan ini sama pentingnya. Perlu dicatat bahwa ketakutan akan dosa tidak boleh menghambat harapan seseorang akan karya pengampunan Allah.Â
Cinta akan Allah yang menyatu dengan teguhnya niat segera menuntun seorang peniten untuk mengalami rahmat penyembuhan Allah melalui pengakuan sakramental. Dengan demikian, mengantar kita menuju pembahasan tentang pengakuan dosa.
Mengaku Dosa
Seseorang sebelum mengakukan dosanya, ia perlu dipersiapkan melalui pemeriksaan bathin dalam terang Sabda Allah. Bentuk pemeriksaan ini berupa nasihat-nasihat moral injili yang menggugah nurani manusia untuk segera mengakukan dosanya. Perlu dicatat bahwa rumusan pemeriksaan bathin mesti dihindari jauh-jauh rumusan bercorak konotatif psikologis demi menghindari kesadaran akan dosa sebagai perasaan psikologis semata. Â
Dari aspek manusiawi, pengakuan dosa di depan imam membebaskan kita dan merintis jalan perdamaian dengan orang lain. Dengan demikian, ruang pengakuan merupakan tempat di mana situasi perdamaian mesti dihadirkan antara Imam yang mendengarkan pengakuan dan peniten yang mengaku dosa. Perlu dipahami bahwa ruang pengakuan bukanlah ruang pengadilan di mana imam bertindak sebagai hakim yang memvonis dan peniten sebagai terdakwa yang divonis.Â
Aktivitas pengakuan bukanlah proses pendakwaan dan ruang pengakuan bukanlah ruang untuk mendakwa. Ruang pengakuan adalah ruang yang layak serta seluruh situasi adalah bernuansa kasih penuh pertobatan. Di sana terjadi pertobatan tanpa harus seseorang terpenjara dalam konsep pengutukan diri.Â
Dalam pengakuan dosa ini, imam bertindak atas nama Kristus (In Persona Christi) untuk membebaskan dosa yang membelenggu manusia. Karena imam bertindak atas nama Kristus maka kuasa pembebasan itu hanya oleh Kristus bukan oleh imam.Â
Melalui pengakuan, Â orang (peniten) melihat dengan jujur dosa-dosanya, bahwa ia orang berdosa; ia menerima tanggung jawab atas dosa-dosanya itu, dengan demikian membuka diri kembali untuk Allah dan untuk persekutuan Gereja, sehingga dimungkinkanlah satu masa depan yang baru.Â
Dari uraian ini, ditemukan unsur-unsur pokok sakramen tobat yakni tindakan orang yang datang dan bertobat melalui karya Roh Kudus dan pengampunan dosa dari Imam yang bertindak atas nama Kristus untuk memberikan pengampunan, menentukan cara untuk berbuat silih atas dosa-dosa yang diperbuatnya. Sempurna tidaknya pengampunan terhadap seseorang ditentukan berdasarkan motivasi.Â
Pengampunan akan sempurna jika, pengakuan itu terjadi sebagai ekspresi cinta akan Allah. Pengampunan tidak sempurna jika pengakuan digerakkan oleh suatu motivasi lain, misalnya sebagai tindakan untuk menyenangkan pastor paroki lainnya.Â
Pengakuan tediri dari dua tindakan yakni menyatakan dosa-dosa kepada Imam dan perbuatan silih atau laku tapa yang diusulkan oleh bapa pengakuan kepada orang yang bertobat untuk memperbaiki "kerusakan" yang terjadi akibat dosa. Dengan demikian, mengantar kita menuju pembahasan tentang silih dosa.
Menyilih Dosa
Dosa memutuskan relasi kasih dengan Allah. Banyak dosa juga merusak hubungan dengan sesama. Karena itu setelah seorang peniten mendapatkan penitensi dari bapa pengakuan, ia mesti berkomitmen untuk menjalankannya.Â
Penitensi dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, pantang secara sukarela, berkorban, dan terutama dalam menerima dengan sabar salib yang harus kita pikul.
Kekuatan doa dapat menguatkan hati seseorang untuk semakin mencintai Allah dan dengan demikian dimampukan untuk menghindari dosa. Doa ini meningkatkan iman. Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak. 2:20). Berderma, bersedekah, puasa dan pantang adalah iman yang mengambil wujud sebagai perbuatan.Â
Perubahan Niat dan Tingkah Laku
"Pertobatan mendorong pendosa untuk menerima segala sesuatu dengan rela hati: di dalam hatinya ada penyesalan, di mulutnya ada pengakuan, dalam tindakannya ada kerendahan hati yang mendalam atau penitensi yang menghasilkan buah"
Ada tiga bentuk tobat yang disebutkan Kitab Suci dan para Bapa Gereja yakni puasa, doa, dan memberi sedekah (bdk. Tob 12:8; Mat 6:1-18), sebagai pernyataan pertobatan terhadap diri sendiri, terhadap Allah, dan terhadap sesama. Ketiga bentuk tobat ini menunjuk jelas pada apa yang disebut dengan tobat bathin dan tobat tingkah laku.Â
Pertobatan batin ialah suatu dinamika "hati yang patah dan remuk (Mzm 51:19) Â yang digerakkan oleh rahmat ilahi untuk menjawab cinta yang penuh kerahiman.. Pertobatan batin ialah suatu dinamika "hati yang patah dan remuk (Mzm 51:19) dari Allah. Pertobatan ini mengandung penyesalan akan dosa-dosa yang telah dilakukan, niat yang kuat untuk tidak berdosa lagi di masa datang, dan percaya akan pertolongan Allah. Orang yang bertobat ini berharap penuh kepada kerahiman ilahi.
Tobat tingkah laku menunjuk pada pertobatan terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan perdamaian, bantuan, bagi orang miskin, pelaksanaan dan pembelaan keadilan dan hukum (bdk. Am. 5:24; Yes 1:1), pengakuan kesalahan sendiri, teguran persaudaraan, pemeriksaan cara hidup sendiri, pemeriksaan batin, bimbingan rohani, penerimaan sengsara, dan ketabahan dalam penghambatan demi keadilan. Setiap hari memikul salibnya dan mengikuti Kristus adalah jalan yang paling aman untuk pertobatan (bdk. Luk 9:23).
Masa PrapaskahSebagai umat beriman Katolik, apalagi sebagai calon imam, tobat mesti ditempuh sebagai jalan untuk membaharui diri melalui niat dan tingkah laku. Segala dosa yang membelenggu tidak boleh memutuskan harapan umat manusia untuk bertobat. Segala tingkah laku pun tidak boleh mengabaikan doa, derma, kurban, bakti, puasa, pantang dan member sedekah sebagai bagian paling berarti dalam masa prapaskah ini.Â
Sumber Bacaan :Dokumen Konsili Vatikan II :Konstitusi Dogmatis, Dei Verbum  tentang Wahyu Illahi, artikel 5 dan 23Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium  tentang Gereja, artikel 1, 7,8, 11, 48 dan 50Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes  tentang Gereja dalam Dunia Modern, artikel 16, 42, 45 dan 82Konstitusi Sacrosanctum Concilium  tentang Liturgi Suci, artikel 5, 7, 9, 59 dan 109
Katekismus Gereja Katolik, artikel 1422-1470Kompendium Katekismus Gereja Katolik, artikel 224, 299-303 dan 404.
Buku Rm. Herman Punda Panda tentang Sakramen dan Sakramentali dalam Gereja KatolikBuku Dr. Kees Maas, SVD tentang Teologi Moral Tobat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H