Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Thomas Nesi : Pada mulanya Allah telah "Berpihak" pada Seorang Wanita

3 November 2017   19:20 Diperbarui: 7 Desember 2017   23:55 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bercermin pada realitas hidup manusia, adanya diskriminasi gender menjadi polemik krusial dalam diskursus kemanusiaan dewasa ini. Konsekuensi positif dari diskursus ini, banyak orang entah secara pribadi ataupun secara kelompok tergerak hati dan terpanggil secara kritis untuk memperjuangkan hak manusia guna mengkritisi mirisnya realitas publik yang seringkali merongrong martabat manusia.

Masalah persamaan martabat antara laki-laki dan perempuan merupakan fenomen yang tidak pernah tuntas terselesaikan. Seumpama pribahasa tua: "Mati satu tumbuh seribu", masalah gender dan kemanusiaan tak pernah selesai. Aneka fakta miris antara lain kasus kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga(KDRT), meningkatnya jumlah kasus pembunuhun perempuan, pelecehan seksual terhadap anak gadis dibawah umur serta masalah-masalah kekerasan lainnya. Selain kekerasan fisik, acap kali kekerasan verbal juga terjadi secara struktural dan sistematis di berbagai bidang kehidupan.

Tak dapat dipungkiri, peliknya fenomena penghinaan, perendahan dan diskriminatif melalui tutur kata ataupun perilaku menghiasi beranda kehidupan ini. Fenomena itu pun secara masif terjadi baik di ruang privat maupun publik; di dunia nyata maupun maya (Medsos). Konsekuensinya, perspektif naif terhadap kaum perempuan tak terhindarkan, bahkan merasuk dan merusak tataran paradigma kolektif masyarakat dengan meyakini bahwa perempuan adalah manusia "ciptaan kelas II", konsekuensinya tidak setara dengan lelaki. 

Mirisnya lagi, perspektif ini mudah diterima dan bahkan menjadi pola umum untuk diberlakukan oleh generasi sekarang.  Maka perendahan martabat pada perempuan diasumsikan sebagai sebuah kebiasaan, bukan menyoal salah dan benar, baik dan buruk, tapi semua itu biasa-biasa saja (banalitas apatis).  Karena itu, tulisan ini ingin memetakan kerangka teoritis perihal martabat perempuan dalam pandangan teologi biblis Kristiani sembari melukiskan relasi Maria (ibu Yesus) dengan Allah; sebagai salah satu contoh, bagaimana Allah memilih perempuan dalam karya keselamatan di tengah dunia. Di samping itu, Maria dapat dijadikan prototipe keteladanan bagi perempuan dalam menghayati peran hidupnya di tengah Gereja dan dunia.

Perempuan dalam Konsep Kemanusiaan Kristiani

Dalam konsep Kristiani, perempuan dan laki-laki dimasukkan dalam tatanan ciptaan oleh Allah sebagai mahkota ciptaan. Allah menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) menurut citra-Nya sendiri, menurut gambar dan rupa Allah. Allah sekaligus menganugerahkan kuasa kepada laki-laki dan perempuan untuk menguasai bumi dan semua ciptaan di dalamnya (lih. Kej.1:26-27). Bahkan secara lebih tegas, Allah menjadikan perempuan sebagai ciptaan istimewa bagi laki-laki dengan menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki (bdk. Kej.2:18-25). Ingat, keistimewaan itu bukan soal perbedaan kelas melainkan kesamaan martabaat sebagai ciptaan oleh Allah yang Satu dan sama.

Hawa bukan bagian kedua dari Adam atau berasal dari Adam atau setengah dari sang Adam. Melainkan  Adam adalah sarana yang dipakai Allah untuk menciptakan Hawa. Persis pula ketika Allah menggunakan debu tanah untuk menciptakan Adam. Debu tanah adalah sarana. Lantas kemudian kita mengartikan bahwa martabat debu tanah lebih tinggi dari Adam. 

Bukankah itu sebuah kedunguan? Karena itu, tidak ada hubungan dengan siapa yang lebih dahulu atau kemudian diciptakan Allah. Kedua-duanya harus dipahami dan dihayati bahwa pada mulanya Allah menciptakan manusia (Adam dan Hawa). Dengan demikian, kesetaraan martabat telah bermula oleh Allah dan dari mulanya telah menetap dalam diri manusia. Kesetaraan itu oleh Allah, maka mengapa manusia harus tamak untuk merampas kesetaraan Allah itu dengan menghalalkan cara setara 1 setara 2 terhadap laki-laki dan perempuan?

Refleksi kritis atas karya penciptaan Allah ini, menghantar kita pada suatu pemahaman sosiologis bahwa hak untuk berkuasa atas ciptaan lain -- bumi dan segala isinya adalah kuasa asali yang diberikan Allah kepada manusia. Disebut kuasa asali karena bersumber dari Sang Penguasa Asali. Sang Penguasa Asali itu adalah Dia yang merupakan sumber kesetaraan, sumber keteraturan yang indah dan sumber kelestarian yang memukau.

Dengan menelusuri hak dan martabat manusia yang bersumber pada hukum kodrati (naturale law) dan keadilan kodrati (ius naturale), Karel Vasak seorang pakar hukum Perancis; mengelompokkan perkembangan hak asasi manusia dalam tiga bagian yakni kebebasan (liberte), persamaan (egalite), dan persaudaraan (fraternite). Tiga konsep ini berkembang dalam tiga generasi berbeda selama masa revolusi Perancis

Pertama, Kebebasan (Liberte) meliputi jaminan atas hak sipil dan politik. Setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan hukum, rasa aman (bebas dari ketakutan dan tekanan) dan bebas dari segala intervensi negara yang sewenang-wenang. Konsep ini lahir dari para pejuang reformist yang menekankan kebebasan pribadi. Pada bagian ini termasuk didalamnya jaminan untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi gender dan ras. 

Kedua,Persamaan (Egalite) memberi perlindungan dan jaminan atas hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Setiap orang berhak atas kepemilikan harta pribadi dan bebas berinteraksi dalam koridor sosio budaya. Jaminan hak ini memberi peluang bagi setiap orang untuk bekerja dan berkembang secara maksimal. 

Ketiga, Persaudaraan (Fraternite). Konsep ini direfleksikan sebagai buah usaha dari pelaksanaan dua konsep terdahulu. Konsep persaudaraan muncul sebagai harapan akan tercapainya perdamaian dan kesejahteraan bersama (bonum commune)yang berakar pada prinsip-prinsip solidaritas.

Meskipun pendapat Vasak agar bernada profan tetapi nilai reflektifnya dapat dijadikan buah pembelajaran yang tak kalah pentingnya dalam konteks penghormatan martabat manusia. Aliran pemikiran dan konsep tentang harkat dan martabat manusia (laki-laki dan perempuan) ini bermuara pada suatu pemahaman induktif bahwa manusia, entah perempuan entah laki-laki memiliki persamaan harkat dan martabat. Kaum perempuan di dalam tatanan penciptaan maupun di dalam kehidupan duniawi -- memiliki kesamaan dan kesetaraan martabat dengan laki-laki. Sebab laki-laki dan perempuan adalah citra Allah yang agung dan indah. 

Hal lain yang penting untuk dicatat pula, bahwa Kristus menempatkan hukum cinta kasih sebagai hukum tertinggi dalam kekristenan. Maka, dasar itulah yang menjadi kekuatan bagi iman kristiani bahwa manusia, siapa pun dia, apapun jenis kelaminnya, ataupun perbadaan SARA sekalipun harus dicintai secara total, sebagaimana Allah mencintai manusia tanpa pembedaan.

Keterpilihan Bunda Maria dan Martabat Perempuan

Keterpilihan Maria, perawan dari Nazaret oleh Allah untuk menjadi Bunda Allah (theotokos)adalah suatu rencana pewahyuan Allah dalam misteri penyelamatan manusia dari dosa dan maut (Bdk. Luk. 1:26-38). Komunikasi dialogis antara Maria dan Gabriel -- utusan Allah yang bermuara pada kepasrahan Maria untuk menerima Sabda Allah, melukiskan secara konkrit sikap "keperkasaan -- keberanian"  Maria untuk mengemban tugas Allah Maha Besar.

Allah memilih melibatkan Maria dalam rencana keselamatan umat manusia. Dengan memilih Maria sebagai Bunda Allah, Maria dianugerahi karunia serta martabat yang amat luhur yakni menjadi Bunda Putera Allah dan Puteri Bapa yang terkasih serta kenisah Roh Kudus (LG. art. 53). Maria mewakili kaum perempuan, dipilih dan diangkat menjadi "rekan kerja" Allah untuk mengandung, melahirkan, memelihara, dan membesarkan Putera Allah itu (LG. art 67) dan sekaligus menjadi "teman sekerja" Yesus Kristus dalam karya penyelamatan umat manusia (Bdk. LG. art 58 dan Yoh. 2:1-11).

Dalam kekristenan, Maria ditetapkan sebagai tokoh sentral yang mengangkat martabat kaum perempuan. Berkat karunia Allah untuk memilih dan menetapkan perempuan (baca: Maria) sebagai rekan kerja; Allah sekaligus menegaskan sifat luhur martabat perempuan. Sifat luhur martabat perempuan terletak pada pengangkatan Maria secara adikodrati kepada persekutuan dengan Allah di dalam Yesus Kristus, yang menentukan tujuan akhir setiap orang (laki-laki dan perempuan), baik di bumi maupun di keabadian.

Sebab pertama-tama oleh Allah, perempuan tidak dijadikan sebagai hamba atau budak belian melainkan dipanggil dan dipilih menjadi Bunda Allah. Inilah keistimewaan Maria. Kesatuan Maria dengan Allah, menegaskan suatu keistimewaan yang hanya dimiliki oleh kaum perempuan, yakni persatuan ibu dan anak.

Konsep keselamatan Allah dengan melibatkan perempuan (baca: Maria) sebagai rekan kerja Allah dapat direfleksikan dan diaplikasikan dalam proyek agung zaman ini yakni pemanusiaan manusia(humanisasi). Oleh Paulo Freire, humanisasi tidak sekadar sebagai proses pemanusiaan manusia, tetapi lebih kepada proses pemanusiawian dunia. Hasilnya bisa berupa humanisasi (peningkatan martabat manusia) atau dehumanisasi (kemerosotan martabat manusia). Maka, humanisasi menjadi suatu proses pemanusiaan yang terus diperjuangkan.

Proses peningkatan martabat manusia dapat berlangsung ketika manusia mulai memiliki kesadaran untuk menghargai dan menghormati orang lain sebagai pribadi-pribadi bereksistensi, unik, dan bermartabat. Kesadaran ini menjadi awasan utama dalam membangun interaksi dan kerja sama -- antar pribadi untuk memaknai dunia. Bertolak dari kesadaran eksistensial ini, adanya pribadi-pribadi manusia, tidak untuk saling meng-eliminasi -- pribadi  lain, gender, ras atau golongan tertentu. Tetapi, sebaliknya membangun dialog antar subyek menuju persatuan dan pembebasan bersama.

Kunci dari dialog antara subyek dengan subyek terletak pada kebebasan untuk: berekspresi dan berpendapat. Adanya dialog antar pribadi mengandaikan adanya kepercayaan pada sesama. Dengan kebebasannya setiap pribadi mampu mengekspresikan kreativitasnya untuk mencipta dan mengembangkan dunia. Dan pemikiran yang kreatif memampukan seseorang mengubah dunia. Komunikasi dialogis ini haruslah berakar dari rasa tahu diri dalam kerendahan hati -- dan selalu menyertakan cinta kasih. Karena cinta yang kreatif terarah pada kehidupan. Buah dari cinta adalah hidup dan keselamatan.

Penutup

Secara konseptual, semua pihak entah secara pribadi maupun kelompok mengakui dan menyakini bahwa harkat dan martabat manusia (laki-laki dan perempuan) adalah sama. Inilah kebenarannya. Tidak ada suatu keistimewaan kodrati dan adikodrati yang terberi hanya kepada laki-laki atau perempuan yang sekaligus membedakan harkat dan martabat keduanya. Manusia (laki-laki dan perempuan) di hadapan Allah menyandang predikat yang satu dan sama yakni sebagai mahkota ciptaan. Laki-laki dan perempuan adalah adalah gambaran Allah (Imago Dei) yang nyata di dunia.

Fakta adanya diskriminasi gender dalam bentuk tindakan-tindakan penganiayaan dan perendahan martabat manusia yang anti dialog, hanyalah penyimpangan (deviasi) dan pengingkaran terhadap proyek humanisasi. Dehumanisasi adalah kekurangan dari humanisasi. Diskriminasi bukanlah karunia yang terberi melainkan kesalahan dan kekeliruan memahamai kemanusiaan dalam ada-nya manusia itu sendiri. Manusia (laki-laki dan perempuan) dipanggil dan dituntut untuk mampu melihat situasi batas dehumanisasi agar secara berani keluar dari kotak nalar biasa tapi salah,serta memperjuangkan dan mempertahankan humanisasi. Mari memanusiakan manusia!*

*Sumber Bacaan :

  • Kitab Suci Deuterokanonika
  • R. Hardawiryyana, SJ. Penerj., Dokumen Konsili Vatikan II.Obor : Jakarta, 2012
  • Dr. C. Groenem, OFM.,Mariologi: Teologi Dan Devosi. Kanisius : Yogyakarta,1908
  • Dr. Mudji Sutrisno,SJ., Humanisme, Kritik, HumanisasiObor:Jakarta,2001
  • Scort Daridson, Hak Asasi Manusia.PT. Pustaka Utama Grafiti : Jakarta,1994.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun