Empat :
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN
Hasilnya:
Kita tidak berharap negara ini hanya menjadi panggung ketoprak humor yang ”wagu” dan tidak lucu, tempat para anggota Dewan—yang bergaji Rp 1, 9 juta per hari itu—memamerkan kepiawaian seni lakon (acting) demi entertainment politik yang melelahkan dan membosankan.
Teater sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat jauh lebih konkret, spektakuler, dan dramatis; sebuah teater yang muncul dari berbagai kegagalan kebijakan pemerintah terkait hak-hak dasar publik. Teater bertajuk ”Penderitaan Tiada Batas” ini berlangsung dalam setiap tarikan napas rakyat, terutama rakyat jelata.( Indra Tranggono.Martabat Wakil Rakyat . dari : http://cetak.kompas.com/read/2010/08/03/03090047/martabat.wakil.rakyat)
Lima :
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Hasilnya:
Jabatan publik bukan amanah, tetapi kenikmatan. Politik uang telah semakin membuat para elite kedap terhadap keprihatinan dan penderitaan rakyat. Rakyat dan para elitenya mempunyai dunia masing-masing dan bertolak belakang. Rakyat bergulat dengan kesulitan hidup, elite politik sibuk berbagi kuasa dan saling melindungi kepentingan kekuasaan mereka.( J Kristiadi.Pusaran Kutukan Politik Uang.Selasa, 10 Agustus 2010 | 04:06 WIB. http://cetak.kompas.com/read/2010/08/10/0406521/pusaran.kutukan.politik.uang)
Dengan segala data, opini dan fakta...
Saya hanya hendak bertanya,
Masih ada-kah manusia Indonesia yang meletakkan Pancasila di dasar hatinya?
Benarkah PANCASILA dasar negara?
Apabila justru aparat-aparat negara yang menjadi garda terdepan pelanggar sila-silanya.
Mari kita mengulang memaknai Pancasila sebagai dasar negara.
Mungkin dengan itu kita dapat kembali menemukan akar bangsa
atau makna dari menjadi Manusia Indonesia.
AYO MERDEKA!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H