Mohon tunggu...
Frengky
Frengky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Erupsi Gunung Semeru dan Manajemen Risiko, Adakah Kaitannya?

14 Desember 2021   00:38 Diperbarui: 14 Desember 2021   01:22 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi Gunung Semeru 

Gunung Meletus merupakan salah satu bencana alam yang cukup sering terjadi dan merupakan suatu peristiwa yang sangat besar karena memberikan dampak yang sangat signifikan. Gunung Meletus terjadi karena berbagai penyebab seperti gempa vulkanik, pergerakan tektonik, tekanan yang tinggi, dan sebagainya. Oleh karena itu, Gunung Meletus tidak bisa dianggap remeh karena memberikan dampak yang sangat fatal dan bahkan dapat menimbulkan banyak korban jiwa. Lantas, apakah gunung meletus juga sering terjadi di Indonesia?

Gunung Meletus sendiri sangat sering terjadi di Indonesia karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki gunung yang masih aktif terbanyak di dunia. Hal ini lah yang membuat setiap masyarakat perlu mengetahui terkait gunung berapi di Indonesia beserta penyebab dan gejalanya agar masyarakat Indonesia dapat meminimalkan atau bahkan mencegah dampak yang diterima akibat dari gunung Meletus. Seperti yang diberitakan oleh Tribunnews.com berikut ini :

Jumlah gunung berapi aktif di Indonesia, yang sewaktu-waktu bisa erupsi kapan saja seperti Gunung Semeru ternyata cukup banyak. Berdasarkan data dari MAGMA Indonesia, gunung api aktif di Indonesia saat ini berjumlah 127 gunung. Jumlah ini menjadi jumlah gunung api aktif terbanyak di dunia, sedangkan keseluruhan gunung api aktif di dunia yaitu sekitar 1.500 gunung. (tribunnews.com)

Belum lama ini juga sedang ramai diperbincangkan terkait salah satu gunung di Indonesia yang mengalami erupsi dan mengeluarkan guguran awan panas. Gunung berapi tersebut adalah Gunung Semeru yang berlokasi di Jawa Timur dimana gunung berapi tersebut sebelumnya berada pada status Waspada atau Level II. Kejadian tersebut sendiri sangat menarik untuk dibahas dan diulas karena jika dilihat secara lebih jelas dan terperinci, maka kejadian tersebut dapat digolongkan ke dalam suatu kejadian risiko yang dapat diidentifikasi, dianalisis, dan dievaluasi agar dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Lantas, bagaimana kaitan antara Erupsi Gunung Semeru tersebut dengan Manajemen Risiko?

KONTEKS

Sebelum membahas kaitan antara Erupsi Gunung Semeru dengan Manajemen Risiko, alangkah lebih baik jika kita mengetahui dan memahami lebih banyak informasi dan gambaran umum terkait kasus Gunung Semeru tersebut maupun konsep dasar dari Manajemen Risiko itu sendiri.

Gunung Semeru sendiri merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia yang terletak di Jawa Timur. Gunung Semeru dapat dikatakan sebagai salah satu gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian mencapai 3.676 meter dari permukaan laut. Gunung Semeru sendiri juga merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatra dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat.

Gunung Semeru mengalami erupsi tepatnya pada tanggal 4 Desember 2021 yang diawali dengan adanya getaran yang dirasakan oleh masyarakat. Erupsi tersebut membuat pemukiman warga di sekitar Gunung Semeru terkena imbas berupa semburan guguran asap tebal awan panas. Atas kejadian tersebut, diketahui bahwa sampai saat ini sudah terdapat 46 korban jiwa, 9 orang dinyatakan hilang, 18 orang mengalami luka berat, serta 11 orang mengalami luka ringan. Lantas, bagaimana detik-detik kronologi terjadinya erupsi Gunung Semeru tersebut? Menurut news.detik.com diperoleh kronologi kejadian erupsi Gunung Semeru sebagai berikut :

Muhari mengatakan BPBD setempat masih melakukan upaya evakuasi serta mengumpulkan data dari lokasi. Dia kemudian menjelaskan kronologi letusan tersebut. "Kronologisnya ada informasi masuk, getaran pukul 14.47 WIB," ucapnya. Pada pukul 14.50 WIB, masyarakat dan para penambang di aliran DAS Mujur dan Curah Kobokan diminta naik. Pada pukul 15.10 WIB, katanya, petugas di pos pengamatan Gunung Semeru menyatakan ada guguran awan panas mengarah ke Besuk Kobokan. (news.detik.com)

Risiko merupakan suatu isitlah yang menunjukkan dampak atau akibat dari suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan. Seluruh Tindakan dan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam meminimalkan risiko tersebut adalah yang disebut dengan Manajemen Risiko. Risiko sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu Risiko Murni, Risiko Spekulatif, dan Risiko Dasar. Berdasarkan kasus tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa erupsi Gunung Semeru juga dinyatakan sebagai suatu risiko yang dapat dikategorikan ke dalam Risiko Dasar atau disebut juga Risiko Catastrophic. Selain itu, Embun Prowanta menyatakan bahwa :

Risiko Dasar adalah suatu peristiwa dimana disebabkan dan ditimbulkannya oleh alam dan bersifat Catastrophic (dalam skala besar) dimana peristiwa-peristiwa jarang terjadi tetapi apabila terjadi akan menyebabkan kerugian yang sangat besar. Contoh dari Risiko Dasar sendiri adalah gempa bumi, gunung Meletus, tsunami, angin topan, dan sebagainya. (Dr. Embun Prowanta)

IDENTIFIKASI RISIKO

Setelah mengetahui garis besar kronologi erupsi Gunung Semeru tersebut serta konsep dasar dari Manajemen Risiko, maka dapat dilakukan identifikasi risiko. Identifikasi risiko sendiri meliputi beberapa hal yaitu sasaran, kejadian risiko, akar penyebab, indikator risiko, faktor positif, dan dampak kualitatif.

Setiap masyarakat tentunya menginginkan untuk dapat hidup secara nyaman, aman, dan tenteram dimana hal tersebut menjadi sebuah sasaran risiko. Akan tetapi karena erupsi Gunung Semeru tersebut menyebabkan masyarakat menjadi tidak dapat memenuhi sasaran tersebut. Hal ini tentunya disebabkan karena adanya kejadian risiko yaitu Erupsi Gunung Semeru yang mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat.

Erupsi Gunung Semeru pun tentunya memiliki akar penyebab dimana hal tersebut dinyatakan dalam inews.id sebagai berikut :

Dia menjelaskan, ada tiga penyebab Gunung Semeru meletus. Pertama karena volume di dapur magma gunung Semeru sudah penuh. Kedua karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma. Penyebab gunung Semeru yang ketiga ternyata tak dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Mengapa? "Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru, jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban," ujar dia. (inews.id)

Lantas, bagaimana dengan gejala terjadinya erupsi Gunung Semeru tersebut atau dapat disebut sebagai Indikator Risiko. Menurut news.detik.com menyatakan bahwa :

BNPB menjelaskan detik-detik terjadinya erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur (Jatim). BNPB menyebut erupsi tersebut diawali getaran yang dirasakan oleh masyarakat. "Kronologisnya ada informasi masuk, getaran pukul 14.47 WIB," ucapnya. Pada pukul 14.50 WIB, masyarakat dan para penambang di aliran DAS Mujur dan Curah Kobokan diminta naik. Pada pukul 15.10 WIB, katanya, petugas di pos pengamatan Gunung Semeru menyatakan ada guguran awan panas mengarah ke Besuk Kobokan. (news.detik.com)

Adapun faktor positif atau control yang telah dilakukan terkait erupsi Gunung Semeru tersebut yakni adanya peringatan dini yang disampaikan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Selain itu, dampak kualitatif yang terjadi seperti hilangnya harta benda, hilangnya korban jiwa, dan sebagainya.

ANALISIS RISIKO

Erupsi Gunung Semeru tersebut memiliki dampak yang sangat besar dan signifikan sehingga dalam analisis risiko dapat dinyatakan dengan skor 5 yang artinya sangat berat. Hal ini disesuaikan dengan dampak yang ditimbulkan seperti banyaknya korban jiwa, penduduk yang luka-luka, kerusakan infrastruktur dan harta benda, dan sebagainya.

Akan tetapi, jika dilihat dari probabilitas terjadinya erupsi Gunung Semeru ini dapat dikategorikan pada tingkat sedang yaitu dengan skor 3. Hal ini dikarenakan bencana erupsi gunung cukup jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi dalam beberapa tahun sekali. Selain itu, juga dapat dilihat dari riwayat erupsi Gunung Semeru pada tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan dampak risiko yang ditimbulkan beserta dengan probabilitas terjadinya kejadian risiko erupsi Gunung Semeru tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa erupsi Gunung Semeru tergolong pada tingkat Extreme High Risk. Selain itu, dampak finansial yang ditimbulkan atas erupsi Gunung Semeru ini juga ditafsirkan mencapai Miliaran Rupiah.

Risk Management
Risk Management

PEMILIK RISIKO

Pemilik Risiko atau disebut juga Risk Owner merupakan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya suatu risiko dimana dalam kasus ini adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap risiko erupsi Gunung Semeru. Risk Owner atas kejadian risiko tersebut adalah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hal ini dikarenakan mereka merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam memonitor dan memberikan peringatan dini atas kejadian risiko tersebut.

PVMBG
PVMBG

EVALUASI RISIKO

Suatu risiko tentunya juga harus dievaluasi dan ditentukan cara mengatasi risiko tersebut dimana dalam kejadian risiko tersebut salah satu strategi yang dapat digunakan adalah Strategi Mitigate. Strategi Mitigate disini bertujuan untuk memitigasi atau meminimalkan dampak yang disebabkan oleh kejadian risiko tersebut.

Selain itu, tentunya juga harus dilakukan Risk Treatment atau penanganan risiko untuk memitigasi kejadian risiko tersebut. Salah satu caranya adalah memberikan penyuluhan dan pengetahuan kepada masyarakat agar masyarakat memiliki pengetahuan terkait gejala-gejala terjadinya erupsi serta agar meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kejadian risiko tersebut. Penanganan risiko yang lain adalah dengan menyediakan alat pendeteksi bencana tambahan agar dapat mendeteksi ketika akan terjadi erupsi sehingga juga dapat membantu tugas dan tanggung jawab PVMBG.

Lantas, penanganan seperti apa yang telah diterapkan atas kejadian risiko tersebut? Salah satu penanganan yang telah diterapkan adalah pihak yang bertanggung jawab dalam memonitor dan memberikan peringatan dini yakni Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hal ini dinyatakan dalam Kompas.com seperti berikut :

Peringatan dini untuk bahaya erupsi gunungapi sudah dilakukan bukan hanya di Semeru, tetapi juga di 69 gunungapi aktif yang dipantau oleh PVMBG," ujar Andiani. Andiani mengatakan, pemantauan dilakukan melalui peralatan pemantauan dan pengamatan visual selama 24 jam. "Pada 1 Desember 2021, sudah terjadi guguran lava pijar di lereng Gunung Semeru dan sudah diinfokan kepada WAG (WhatsApp Group) yang berisi Pemda, BPBD, dan relawan oleh PGA (tenaga pengamat gunung api yang bertugas di pos jaga sekitar Semeru)," ujar dia. Pada 2 Desember 2021, kata Andini, petugas pengamatan gunungapi Semeru juga sudah mengeluarkaan peringatan agar masyarakat tidak beraktivitas di sekitar Besuk Kobokan, Bessuk Kembar, Besuk Bang, dan Besuk Sarat untuk antisipasi kejadian guguran atau awan panas guguran. (kompas.com)

Oleh karena itu, dengan adanya penanagan risiko dalam mengatasi kejadian risiko tersebut diharapkan dapat meminimalkan dan mengurangi probabilitas risiko tersebut di masa depan menjadi pada tingkat kecil dengan skor 2. Selain itu, juga diharapkan dapat menekan dampak yang terjadi dari kejadian risiko tersebut menjadi pada tingkat sedang dengan skor 3.

Dengan demikian, berdasarkan dampak risiko yang ditekan beserta dengan probabilitas terjadian kejadian risiko tersebut yang diminimalkan, maka diharapkan kejadian risiko tersebut di masa depan dapat berada pada tingkat Medium Risk. Selain itu, diharapkan juga dampak finansial yang ditimbulkan atas erupsi Gunung Semeru tersebut di masa depan dapat berkurang menjadi hanya sekitar Ratusan Juta Rupiah.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis diatas, maka dapat dilihat bahwa Erupsi Gunung Semeru tersebut juga dapat digolongkan sebagai suatu risiko dimana harus dapat diidentifikasi, dianalisis, serta dievaluasi untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dari Erupsi Gunung Semeru tersebut. Selain itu, diharapkan dengan kejadian risiko tersebut, dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat, lembaga, dan negara di masa depan.

SUMBER

"By Failing to Prepare, You Are Preparing to Fail" ~ Benjamin Franklin

Frengky - 201950455, 14 Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun