Kumbakarna diperintah maju perang; tetapi ia tidak membantah kakaknya, karena sifat ksatriaanya; yang sebenarnya ia tidak mau; tetapi dilakukan hanya semata-mata bela negara; Dan juga melihat bapak ibunya; Serta leluhurnya; Sudah hidup mukti di negara Ngalengka; lalu, yang mau dirusak balatentara kera; Ia bersumpah mati di medan perang.
Ketika terjadi peperangan ia berkali-kali menasihati kakaknya demi keselamatan kerajaan Ngalengka, tetapi kakaknya tidak pernah menggubrisnya. Akhirnya Kumbakarna memilih menyingkir, dan bertapa tidur. Ketika senapati-senapati Ngalengka sudah pada gugur dalam perang, maka Kumbakarna dibangunkan paksa dan diperintah kakaknya untuk maju perang. Dengan watak ksatriaannya, kumbakarna tidak membantah perintah kakanya tersebut. Teladan ksatriaannya hanya bela negara dan demi nenek moyangnya yang telah mukti di negara ngalengka dan sekarang akan dihancurkan wadyabala kera. Yang dimana lebih baik mati di medan perang dan akhirnya Kumbakarna gugur sebagai pahlawan.
Kumbakarna, yang merupakan tokoh dalam "Serat Tripama", dapat dihubungkan dengan audit kepatuhan pajak warga negara melalui beberapa analogi:
- Pengorbanan > Kumbakarna dalam cerita merupakan sosok yang rela berkorban jiwa raga. Dalam audit pajak, warga negara juga diharapkan rela berkorban dengan mematuhi kewajiban pajak untuk kemajuan bersama.
- Kesadaran dan kepatuhan > Kumbakarna, sebagai teladan, membela kebenaran dan kewajiban dalam cerita. Dalam audit kepatuhan pajak, kesadaran terhadap kewajiban pajak dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan menjadi penting untuk menjaga sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.
- Pemeriksaan > Kumbakarna, sebagai tokoh yang diuji dalam cerita, mencerminkan pentingnya pemeriksaan (audit) dalam menilai kepatuhan pajak warga negara. Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak.
Kumbakarna, dalam konteks ini, menggambarkan pentingnya kesadaran, pengorbanan, dan kepatuhan dalam audit kepatuhan pajak warga negara.
Tokoh ketiga dalam Serat Tripama, yaitu Adipati Karna atau Basukarna
Suryaputra atau Basukarna yang lebih dikenal sebagai Adipati Karna adalah tokoh dalam Mahabharata. Dikisahkan Adipati Karna saat kelahirannya dibuang di Sungai Gangga oleh Dewi Kunthi ibunya sekaligus Ibu dari Pandawa Lima, ia kemudian ditemukan oleh kusir kereta negeri Hastinapura bernama Adirata. Dalam perang besar Bharatayuda Adipati Karna berada di pihak Kurawa, sebenarnya ia tahu bahwa Kurawa adalah pihak antagonis. Pada akhirnya Adipati Karna gugur dalam perang satu lawan satu dengan salah satu Pandawa adiknya sendiri satu ibu yaitu Raden Arjuna. Ia tidak membela Pandawa yang saudara satu ibu melainkan membela raja Hastina Prabu Duryudana yang telah memberinya derajat pangkat sehingga harkat martabatnya terangkat sebagai bentuk balas budi atau kesetiannya.
Sri Pakubuwana IV dalam Sekar Dhandanggula pada (bait) ke lima dan enam adalah sebagai berikut: yang dapat diterjemahkan sebagai berikut : Teladan Balas Budi, dihadapakan dengan saudaranya sendiri; Perang tanding melawan Dananjaya; Sri Karna senang sekali hatinya; Karena bisa memperoleh; Jalan untuk membalas budi; Sang Duryudana; Maka ia dengan sangat; Mengeluarkan semua kesaktiannya; Perang ramai dan Karna gugur kena panah; Termasyhur sebagai prajurit yang utama. Ia berjuang mati-matian dan akhirnya gugur di medan laga kena panah R Harjuna (Dananjaya).
Bentuk ringkasnya isi dalam Serat Tripama adalah terdapat 7 Pada (bait) tembang macapat Dhandanggula: Pada sepisan dan pada kapindho (bait 1 dan 2)berisi kisah teladan Patih Suwanda, Pada ketiga dan pada sekawan (Bait 3 dan 4)berisi keteladanan Raden Kumbakarna, pada gangsang dan pada nem (Bait 5 dan 6)berisi keteladanan Adipati Karna dan pada kapitu (Bait 7) berisi kesimpulan dari ke enam pada sebelumnya (Wardhani and Muhadjir 2017).
Suryaputera dapat dihubungkan dengan audit kepatuhan pajak warga negara melalui beberapa analogi:
- Kewajiban pajak > Suryaputera, sebagai tokoh yang memiliki kewajiban dalam cerita, mencerminkan kewajiban wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
- Pengawasan kepatuhan > Pengawasan kepatuhan wajib pajak, seperti yang dilakukan oleh Suryaputera dalam menjalankan kewajibannya, merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- Peran dalam Optimalisasi penerimaan pajak > Suryaputera juga mencerminkan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban perpajakan, yang berkontribusi pada optimalisasi penerimaan pajak negara.
Dengan demikian, Suryaputera, sebagai figur yang memegang kewajiban dan tanggung jawab, mencerminkan pentingnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam konteks audit kepatuhan pajak warga negara.
Ada hikmah penting yang dapat diambil dari nilai budaya Serat Tripama yang harus kita teladani dalam pemeriksaan kepatuhan wajib pajak agar tidak terjadi tindakan Korupsi. Pertama, sabarang polah kang nora jujur, yen kabunjur sayekti kojur tan becik (segala perbuatan tidak jujur akan berujung pada keburukan), Kedua, rasionalisasi untuk membenarkan suatu perbuatan meskipun ia sendiri sebenarnya mengetahuinya. bahwa itu salah dan membawa kehancuran, Ketiga, Ing wurine yen at durung tuwayuh, Angurta aja ngabdi. Becik ngidunga karuhan aja umur-umur ngabdi (bila tidak ikhlas mending diam saja dan tidak berbakti).