Pendahuluan
Audit kepatuhan pajak negara adalah proses pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan yang telah ditetapkan oleh hukum pajak. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa warga negara memenuhi kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam audit ini, otoritas pajak melakukan pemeriksaan terhadap dokumen dan catatan keuangan wajib pajak untuk memverifikasi kepatuhan mereka terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Audit Kepatuhan Pajak Warga Negara Indonesia dilakukan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan menilai tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan yang telah ditetapkan. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam melakukan audit kepatuhan pajak di Indonesia:
- Pemeriksaan Dokumen > Otoritas pajak akan memeriksa dokumen-dokumen dan catatan keuangan wajib pajak untuk memverifikasi kepatuhan mereka terhadap peraturan perpajakan yang berlaku
- Pengujian Kepatuhan > Melakukan pengujian untuk memastikan bahwa wajib pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Pemeriksaan lapangan > Otoritas pajak dapat melakukan pemeriksaan langsung di tempat usaha atau tempat tinggal wajib pajak untuk mendapatkan informasi tambahan terkait kepatuhan mereka.
- Penegakan Hukum > Jika ditemukan pelanggaran atau ketidakpatuhan, otoritas pajak dapat memberlakukan sanksi atau tindakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Langkah-langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua wajib pajak mematuhi kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.
Serat Tripama adalah sebuah karya sastra Jawa yang dipercaya diciptakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV, seorang tokoh kraton dari Kesultanan Surakarta. Karya ini terdiri dari tujuh bait tembang Dhandhanggula. Isi dari Serat Tripama meliputi ajaran nilai-nilai luhur yang diwariskan melalui tiga tokoh pewayangan, yaitu Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Raden Basukarna.
Karya ini merupakan bagian dari tradisi sastra Jawa yang mengandung makna moral, etika, dan nasionalisme, serta menjadi warisan budaya penting bagi masyarakat Indonesia. Serat Tripama menekankan nilai-nilai kepahlawanan, nasionalisme, dan cinta tanah air, serta menjadi sumber inspirasi dalam pengembangan karakter dan pendidikan moral di masyarakat.
Serat Tripama merupakan karya sastra klasik Jawa yang mengandung ajaran moral dan etika. Hal ini menekankan pentingnya nasionalisme dan semangat kebangsaan di kalangan warga negara. Karakter dan simbol dalam Serat Tripama menyampaikan pesan tentang kejujuran, tanggung jawab, dan kewajiban, yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kepatuhan perpajakan.
Nilai-nilai Serat Tripama yaitu tentang teladan bagi para prajurit agar berwatak ksatria, gigih tidak takut dalam membela negara. Tiga tokok Ksatrio juga mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi pada negaranya, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan keluarga.
Mengapa Serat Tripama Penting dalam Audit Kepatuhan Pajak?
Serat Tripama adalah tiga suri taulada atau tiga keteladanan Satrio dalam karya KGPAA Mangkunegara IV (1809-1881) di Surakarta, yang ditulis dalam tembang Dhandanggula sebanyak 7 pada (bait), mengisahkan keteladanan Patih Suwanda (Bambang Sumantri), Kumbakarna dan Suryaputra atau Adipati Karna (Kamajaya, 1985).
Serat Tripama yang memuat pupuh macapat atau salah satu jenis tembang/lagu Jawa dhandanggula terdapat 7 (tujuh) Pada (bait) yang mengisahkan tiga tokoh utama yang ada dalam ringgit purwa (pewayangan) Jawa, Patih Suwanda, Kumbakarna, Adipati Karna. Ketiga tokoh tersebut berasal dari tiga kisah yang berbeda-beda yang berisi tentang teladan bagi para prajurit yang berwatak ksatria, gigih tidak takut dalam membela negara. Ketiganya digambarkan mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi pada negaranya, untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan keluarga. Sikap ketiga tokoh jawa tersebut menggambarkan berbagai macam nilai ksatria yang ada di dalam Etika Jawa sehingga patut menjadi suri teladan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tokoh pertama dalam Serat Tripama yang bernama Bambang Sumantri (Patih Suwanda);
Seorang patih dari kerajaan Maespati yang mengabdi pada Raja Harjunasasrabahu dan dikisahkan pada era sebelum Sri Rama tokoh dalam kisah Ramayana. Bambang Sumantri adalah Patih dari Raja Harjunasasrabahu dari negara Maespati yang juga disebut Raden Suwanda setelah menjabat menjadi seorang patih merupakan tokoh termasyhur keteguhan, kegagahan dan keberaniannya, Bambang Sumantri mampu melaksanakan semua tugas dari Prabu Harjunasasrabahu dengan penuh tanggungjawab, hingga akhirnya gugur di medan perang melawan Dasamuka.
Serat yang ditulis oleh Sri Mangkunegara IV dalam tembang Dhandanggula pada (bait) ke satu dan ke dua yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: Seyogyanya para prajurit; Semua bisa meniru; Seperti ceritera pada jaman dulu; Andalan sang raja; Sasrabahu di negara Maespati; Namanya Patih Suwanda; Jasa-jasanya; Dikemas dalam tiga hal; Pandai, mampu dan berani (Guna, Kaya, Purun), itulah yang dipegang teguh; Menetapi keturunan orang utama. Guna: bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi; Berupaya untuk memperoleh kemenangan; Kaya: ketika peperangan di negara Manggada; Bisa memboyong putri dhomas; Diserahkan kepada sang raja; Purun: Keberaniannya sudah nyata ketika perang tanding (dengan Dasamuka) raja Ngalengka; Patih Suwanda gugur di medan perang.
Adapun kesimpulan nilai kepahlawanan Patih Suwanda dinilai dari tiga hal, yaitu: Guna, Kaya dan Purun. GUNA: ksatria dengan sifat-sifat ksatrianya yang mampu menyelesaikan masalah. Unggul dalam segala hal. KAYA: Skill atau kemampuan, sedangkan PURUN: Kegagahberaniannya dalam kepemimpinannya.
Patih Suwanda, sebagai tokoh dalam "Serat Tripama", menjadi simbol keteladanan dan kepatuhan yang dapat dihubungkan dengan audit kepatuhan pajak warga negara. Patih Suwanda, sebagai figur moral dalam sastra klasik, memberikan gambaran tentang pentingnya keteladanan dan kesadaran dalam konteks audit kepatuhan pajak warga negara.
- Keteladanan > Patih Suwanda dalam "Serat Tripama" mencerminkan kesetiaan, pengorbanan, dan pembelaan terhadap kebenaran. Dalam audit kepatuhan pajak, kesetiaan terhadap kewajiban pajak dan kebenaran pelaporan menjadi nilai yang ditekankan.
- Pengaruh > Studi menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak (tax audit) memengaruhi kepatuhan pajak warga negara. Demikian pula, karakter Patih Suwanda yang menjadi contoh keteladanan dapat memengaruhi perilaku warga negara dalam mematuhi kewajiban pajak.
- Kesadaran > Audit kepatuhan pajak juga berkaitan dengan kesadaran warga negara terhadap pentingnya membayar pajak. Seperti dalam "Serat Tripama", kesadaran terhadap nilai-nilai moral menjadi pondasi kepatuhan, demikian pula kesadaran terhadap tanggung jawab pajak menjadi esensial dalam audit.
Tokoh kedua dalam Serat Tripama yang bernama Raden Kumbakarna,
Raden Kumbakarna adalah panglima perang tertinggi dari Kerajaan Alengka sekaligus adik kandung Prabu Dasamuka (Rahwana) raja negeri tersebut. Dalam kisahnya Ramayana, Raden Kumbakarna tidak sependapat serta tidak membenarkan perbuatan sang kakak yang dianggapnya sebagai angkara murka dengan menculik Dewi Shinta, sikap Raden Kumbakarna ini bertolakbelakang dengan wujudnya sebagai seorang rasaksa (ditya/diyu) (Dwi 2020).Raden Kumbakarna memenuhi panggilan sifat ksatrianya sebagai panglima perang tertinggi kerajaan Alengka, Raden Kumbakarna yang rela berkorban jiwa dan tumpah darahnya. Raden Kumbakarna pada akhirnya gugur di tangan Sri Rama dan adiknya Raden Laksmana (Lesmana) bukan karena ia membela kesalahan Rahwana tetapi membela tumpah darahnya.
Sri Pakubuwana IV dalam Sekar Dhandanggula pada (bait) ke tiga dan empat adalah sebagai berikut yang dapat diterjemahkan sebagai berikut :
Satria agung dari negara Ngalengka; Sang Kumbakarna namanya; Walaupun wujudnya raksasa; Walau demikian ingin mencapai keutamaan; Ketika dimulainya perang Ngalengka; Ia menyampaikan pendapat; Kepada kakaknya (Prabu Dasamuka supaya (Ngalengka) selamat; Dasamuka tidak mau mendengar pendapat baik; Karena hanya melawan (balatentara) kera.
Kumbakarna diperintah maju perang; tetapi ia tidak membantah kakaknya, karena sifat ksatriaanya; yang sebenarnya ia tidak mau; tetapi dilakukan hanya semata-mata bela negara; Dan juga melihat bapak ibunya; Serta leluhurnya; Sudah hidup mukti di negara Ngalengka; lalu, yang mau dirusak balatentara kera; Ia bersumpah mati di medan perang.
Ketika terjadi peperangan ia berkali-kali menasihati kakaknya demi keselamatan kerajaan Ngalengka, tetapi kakaknya tidak pernah menggubrisnya. Akhirnya Kumbakarna memilih menyingkir, dan bertapa tidur. Ketika senapati-senapati Ngalengka sudah pada gugur dalam perang, maka Kumbakarna dibangunkan paksa dan diperintah kakaknya untuk maju perang. Dengan watak ksatriaannya, kumbakarna tidak membantah perintah kakanya tersebut. Teladan ksatriaannya hanya bela negara dan demi nenek moyangnya yang telah mukti di negara ngalengka dan sekarang akan dihancurkan wadyabala kera. Yang dimana lebih baik mati di medan perang dan akhirnya Kumbakarna gugur sebagai pahlawan.
Kumbakarna, yang merupakan tokoh dalam "Serat Tripama", dapat dihubungkan dengan audit kepatuhan pajak warga negara melalui beberapa analogi:
- Pengorbanan > Kumbakarna dalam cerita merupakan sosok yang rela berkorban jiwa raga. Dalam audit pajak, warga negara juga diharapkan rela berkorban dengan mematuhi kewajiban pajak untuk kemajuan bersama.
- Kesadaran dan kepatuhan > Kumbakarna, sebagai teladan, membela kebenaran dan kewajiban dalam cerita. Dalam audit kepatuhan pajak, kesadaran terhadap kewajiban pajak dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan menjadi penting untuk menjaga sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.
- Pemeriksaan > Kumbakarna, sebagai tokoh yang diuji dalam cerita, mencerminkan pentingnya pemeriksaan (audit) dalam menilai kepatuhan pajak warga negara. Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak.
Kumbakarna, dalam konteks ini, menggambarkan pentingnya kesadaran, pengorbanan, dan kepatuhan dalam audit kepatuhan pajak warga negara.
Tokoh ketiga dalam Serat Tripama, yaitu Adipati Karna atau Basukarna
Suryaputra atau Basukarna yang lebih dikenal sebagai Adipati Karna adalah tokoh dalam Mahabharata. Dikisahkan Adipati Karna saat kelahirannya dibuang di Sungai Gangga oleh Dewi Kunthi ibunya sekaligus Ibu dari Pandawa Lima, ia kemudian ditemukan oleh kusir kereta negeri Hastinapura bernama Adirata. Dalam perang besar Bharatayuda Adipati Karna berada di pihak Kurawa, sebenarnya ia tahu bahwa Kurawa adalah pihak antagonis. Pada akhirnya Adipati Karna gugur dalam perang satu lawan satu dengan salah satu Pandawa adiknya sendiri satu ibu yaitu Raden Arjuna. Ia tidak membela Pandawa yang saudara satu ibu melainkan membela raja Hastina Prabu Duryudana yang telah memberinya derajat pangkat sehingga harkat martabatnya terangkat sebagai bentuk balas budi atau kesetiannya.
Sri Pakubuwana IV dalam Sekar Dhandanggula pada (bait) ke lima dan enam adalah sebagai berikut: yang dapat diterjemahkan sebagai berikut : Teladan Balas Budi, dihadapakan dengan saudaranya sendiri; Perang tanding melawan Dananjaya; Sri Karna senang sekali hatinya; Karena bisa memperoleh; Jalan untuk membalas budi; Sang Duryudana; Maka ia dengan sangat; Mengeluarkan semua kesaktiannya; Perang ramai dan Karna gugur kena panah; Termasyhur sebagai prajurit yang utama. Ia berjuang mati-matian dan akhirnya gugur di medan laga kena panah R Harjuna (Dananjaya).
Bentuk ringkasnya isi dalam Serat Tripama adalah terdapat 7 Pada (bait) tembang macapat Dhandanggula: Pada sepisan dan pada kapindho (bait 1 dan 2)berisi kisah teladan Patih Suwanda, Pada ketiga dan pada sekawan (Bait 3 dan 4)berisi keteladanan Raden Kumbakarna, pada gangsang dan pada nem (Bait 5 dan 6)berisi keteladanan Adipati Karna dan pada kapitu (Bait 7) berisi kesimpulan dari ke enam pada sebelumnya (Wardhani and Muhadjir 2017).
Suryaputera dapat dihubungkan dengan audit kepatuhan pajak warga negara melalui beberapa analogi:
- Kewajiban pajak > Suryaputera, sebagai tokoh yang memiliki kewajiban dalam cerita, mencerminkan kewajiban wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
- Pengawasan kepatuhan > Pengawasan kepatuhan wajib pajak, seperti yang dilakukan oleh Suryaputera dalam menjalankan kewajibannya, merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- Peran dalam Optimalisasi penerimaan pajak > Suryaputera juga mencerminkan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban perpajakan, yang berkontribusi pada optimalisasi penerimaan pajak negara.
Dengan demikian, Suryaputera, sebagai figur yang memegang kewajiban dan tanggung jawab, mencerminkan pentingnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam konteks audit kepatuhan pajak warga negara.
Ada hikmah penting yang dapat diambil dari nilai budaya Serat Tripama yang harus kita teladani dalam pemeriksaan kepatuhan wajib pajak agar tidak terjadi tindakan Korupsi. Pertama, sabarang polah kang nora jujur, yen kabunjur sayekti kojur tan becik (segala perbuatan tidak jujur akan berujung pada keburukan), Kedua, rasionalisasi untuk membenarkan suatu perbuatan meskipun ia sendiri sebenarnya mengetahuinya. bahwa itu salah dan membawa kehancuran, Ketiga, Ing wurine yen at durung tuwayuh, Angurta aja ngabdi. Becik ngidunga karuhan aja umur-umur ngabdi (bila tidak ikhlas mending diam saja dan tidak berbakti).
Etika kekuasaan juga dapat menjadi celah atau kesempatan dalam proses pemeriksaan kepatuhan wajib pajak yaitu Otoritas Pajak menyalahgunakan kekuasaannya. Dalam Serat Tripama kita perlu teladani bagaimana seorang pemilik kekuasaan atau pemimpin harus dapat bertanggungjawab, menyelesaikan masalah dan berani menegakkan keadilan demi bela negara dan sadar diri atas tugas yang diterimanya walaupun Otoritas Pajak memahami celah dalam sistem Self Assessment.
Serat Tripama memiliki relevansi penting dalam audit kepatuhan pajak warga negara karena: Kisah-kisah dalam Serat Tripama memberikan contoh positif tentang kepatuhan terhadap nilai-nilai moral, yang dapat dijadikan inspirasi bagi auditor dalam menjalankan tugas mereka dengan penuh integritas dan tanggung jawab. Serat Tripama menekankan pentingnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, yang dapat memotivasi warga negara untuk mematuhi kewajiban perpajakan sebagai bagian dari kontribusi mereka terhadap negara.
Bagaimana Implementasi Serat Tripama dalam Audit Kepatuhan Pajak
Ada Tujuh Bait Tembang Dhandhanggula Dalam Serat Tripama Jika Di Kaitkan Dengan Audit Pajak, adalah sebagai berikut:
Pepeling (Bait 1): Mengajarkan keberanian, ketegasan, dan sikap tangguh dalam menghadapi proses audit pajak. Implementasi dari bait ini adalah mengingatkan wajib pajak akan pentingnya memahami aturan pajak, menunjukkan ketegasan dalam memenuhi kewajiban pajak, serta sikap tangguh dalam menghadapi proses audit pajak.
Basur beteng toya pan casangka pan nyambat urip lan jiwat ing gaweanipun luhur, lara jati, karya murni (Bait 2): Menekankan pentingnya kesadaran dan keberanian dalam menjalani hidup yang luhur, penuh perjuangan, dan pengabdian. Implementasi bait ini adalah mengajarkan bahwa kepatuhan pajak bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga menjadi bagian dari nilai-nilai yang luhur dan pengabdian kepada negara.
Caosira ngeri, sajekti angen-angen, eling-eling ngajeni, suksma tanpa tata, miji lan mokta kaendahan dipun sajati (Bait 3): Mengajarkan pentingnya integritas, kewajiban untuk mematuhi peraturan perpajakan dengan jujur dan berani. Implementasinya adalah dengan membangun tekad untuk patuh secara sukarela terhadap kewajiban perpajakan sebagai bentuk komitmen moral dan etika yang kuat.
Seran ingles sedheng/sembah kang supaya paras amanat (Bait 4): Menekankan pentingnya memiliki sistem dan prosedur yang terstruktur untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Implementasinya adalah dengan menata dengan rapi dan teratur, mencerminkan keteraturan dan ketertiban dalam menjalankan kewajiban perpajakan.
Pan wates ingles wutuh, panguwasa ingles luhur wutuh, pawinih ananta pati kang sembayu suksma ngesti (Bait 5): Menyiratkan perlunya memiliki dasar yang kokoh dan kuat dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Implementasinya adalah dengan memiliki landasan yang solid, seperti pemahaman yang mendalam tentang aturan perpajakan dan proses-proses yang tepat untuk memastikan kepatuhan.
Petung utami karsa suwung swara luhur suksma, pratandha kang mawa tentrem (Bait 6): Menggarisbawahi pentingnya memiliki motivasi yang tulus dan komitmen yang kuat untuk mematuhi aturan perpajakan secara tepat dan jujur. Implementasinya adalah dengan memiliki niat yang tulus dan kesadaran yang tinggi dalam menjalankan kewajiban perpajakan.
Pambuka cahaya/pan sumber kasampurna, kasatrya luhur prakerti ananging para prajurit arya (Bait 7): Mengajarkan integritas, keadilan, dan tanggung jawab dalam menjalankan audit kepatuhan pajak. Implementasinya adalah dengan melakukan audit dengan integritas dan kecermatan yang menyeluruh, mengungkapkan segala informasi yang relevan dengan kepatuhan pajak
Apa implikasi dari penerapan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Serat Tripama dalam meningkatkan transparansi dan keadilan dalam proses audit kepatuhan pajak?
Penerapan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Serat Tripama dapat memiliki implikasi yang signifikan dalam meningkatkan transparansi dan keadilan dalam proses audit kepatuhan pajak:
- Kesederhanaan > Prinsip kesederhanaan yang ditanamkan dalam Serat Tripama dapat membantu dalam menyederhanakan proses audit pajak, sehingga lebih mudah dipahami oleh wajib pajak dan mendorong transparansi dalam pelaporan pajak.
- Kejujuran > Nilai kejujuran yang ditekankan dalam Serat Tripama akan mendorong terciptanya lingkungan yang jujur dalam pelaporan pajak, sehingga informasi yang disampaikan dalam proses audit lebih dapat dipercaya dan transparan.
- Tanggung jawab Sosial > Prinsip tanggung jawab sosial yang diajarkan dalam Serat Tripama dapat memotivasi wajib pajak untuk mematuhi kewajibannya secara adil dan bertanggung jawab, sehingga meningkatkan keadilan dalam proses audit pajak.
- Dengan demikian, penerapan nilai-nilai dalam Serat Tripama dapat memberikan landasan moral yang kuat untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam proses audit kepatuhan pajak.
- Beberapa hala yang perluh diperhatikan dalam penerapan Serat Tripama dalam audit kepatuhan pajak, yaitu:
- Mengedepankan kejujuran > Prinsip kejujuran dalam Serat Tripama mendorong auditor untuk melakukan audit dengan integritas tinggi, menghindari praktik-praktik tidak etis seperti manipulasi data atau penyalahgunaan kewenangan.
- Mendorong transparasi > Serat Tripama mengajarkan nilai-nilai transparansi dan tanggung jawab sosial, yang dapat menginspirasi auditor untuk menjalankan tugas mereka dengan cara yang adil dan terbuka, sehingga proses audit pajak menjadi lebih terpercaya.
- Memberikan inspirasi moral > Dengan menyajikan kisah-kisah tentang kejujuran, tanggung jawab, dan kesetiaan, Serat Tripama dapat memberikan inspirasi moral kepada auditor untuk menjalankan tugas mereka dengan penuh integritas dan etika yang tinggi.
Untuk meningkatkan penggunaan Serat Tripama dalam praktik audit kepatuhan pajak di masa mendatang, langkah-langkah seperti mengintegrasikan nilai-nilai Serat Tripama dalam kurikulum pendidikan, mengadakan penyuluhan dan pelatihan tentang Serat Tripama kepada auditor dan wajib pajak, serta memperkuat pengawasan dan penegakan terhadap praktik-praktik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Serat Tripama dapat dilakukan. Dengan demikian, diharapkan implementasi Serat Tripama dalam audit kepatuhan pajak dapat semakin ditingkatkan dan memberikan dampak positif bagi pembangunan karakter dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan perpajakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H