Celakanya, saya bersama dengan beberapa teman yang kebetulan saat itu, kita berasal dari Timur Indonesia langsung menikmati sajian kopi yang tenaga pendidik atau guru bahasa Jawa tersebut tawarkan kepada kami, walaupun baru sekali ajakannya.
Selain itu, tanda atau simbol penuangan kopi ke cangkir antara orang Jawa dan Timor juga berbeda.
Orang Timor sudah terbiasa ketika menuangkan kopi ke cangkir dengan takaran penuh, alias rata mok dan gelas.
Sementara orang Jawa ketika menuangkan kopi ke cangkir tamu tidak akan penuh.
Bagi orang Timor yang pertama kali menemui persoalan tersebut, pastinya terlintas pikiran, bahwasannya tuan rumah adalah orang yang kikir atau pelit.
Hal demikian, berlaku juga bagi orang Jawa yang pertama kali menemui atau berkunjung ke rumah, kos, kontrakan dan ragam tempat penginapan orang Timor.
Di mana, ketika mereka (orang Jawa) melihat cangkir kopinya diisi penuh, entah pikiran negatif atau sejenisnya, saya pun tidak tahu.
Akan tetapi, satu hal yang sangat penting untuk kita perhatikan adalah baik orang Timor dan Jawa punya tradisi kearifan lokalnya yang berbeda, termasuk cara mengajak tamu untuk menikmati hidangan secangkir kopi sampai pada proses meminumnya.
Satu lagi perbedaan yang sangat mencolok antara orang Jawa dan Timor, ketika menikmati secangkir kopi adalah 'menghabiskan dan menyisahkan.'
Orang Timor Akan menghabiskan minuman secangkir kopi, sedang orang Jawa akan menyisahkan minuman kopi di gelasnya.
Kekayaan cara mengajak atau mempersilakan tamu, menyajikan secangkir kopi hingga menyelesaikan minuman kopi tersebut antara orang Jawa dan Timor memang berbeda.