Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Forgive but not Forget Antara Anak dan Orangtua dalam Tradisi Pembentukan Karakter Atoin Meto NTT

10 Agustus 2024   00:55 Diperbarui: 10 Agustus 2024   01:01 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustarsi; forgive But not Forget Antara anak Dan orang tua dalam pembentukan karakter Atoin Meto NTT. Sumber gambar: New Kairos

Setiap orang punya pengalaman tersakiti. Dalam kondisi tersebut, kita akan membenci pribadi yang telah menyakiti kita. Penulis pun dulunya sangat membenci orang tua. Karena didikan mereka, terutama ayah sangat keras! Namun, seiring dengan berjalannya waktu, penulis mencoba untuk memaafkan tindakan dari ayahku. Karena bagaimana pun, ayah adalah sosok yang paling berjasa dalam hidupku.

Penulis dan juga mayoritas etnis Timor Dawan atau yang kita kenal dengan sebutan Atoin Meto, sangat terkenal dengan cara didikannya.

Pendidikan karakter Atoin Meto benar-benar bertolak belakang dengan model pembentukan karakter di abad ke-21 ini.

Di mana, mayoritas pembentukan karakter dari setiap orang tua di NTT, kepada anaknya, khususnya generasi kelahiran 80-90an, sama halnya dengan kerasnya didikan narapida di salah satu penjara tergans dalam setiap film action Hollywood.

Bagaimana tidak, rotan, mistar atau penggaris sebesar telapak tangan orang dewasa, tali hingga benda-benda tajam, kerap kali menjadi santakan keseharian dari generasi Atoni Meto kelahiran 90an.

Zaman itu, orang tua di NTT memiliki filosofi klasik yakni: "Di ujung rotan, ada emasnya."

Tentu saja, filosofi klasik tersebut bagi orangtua zaman 80-90an adalah sesuatu yang biasa-biasa saja dan sudah menjadi patokan atau indikator dalam membentuk karakter anaknya.

Bahkan tenaga pendidik saat itu di NTT, khususnya pulau Timor juga menerapkan hal demikian di berbagai lembaga pendidikan.

Baik orangtua dan juga tenaga pendidik kala itu, entah sadar ataupun tidak, mereka telah meninggalkan ketakutan, trauma dan juga beragam penderitan psikis dalam diri setiap generasi Atoni Meto.

Akibatnya, mental generasi Atoni Meto tahun 80-90an benar-benar cacat, alias takut untuk melakukan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun