Karena ingatan akan kerasnya pendidikan dari orangtua dan juga tenaga pendidik itu sendiri, terus menghantui mindset generasi muda Atoni Meto, dalam berbagai situasi.
Makanya, tidak salah lagi, bahwasannya dalam berbagai kesempatan, generasi Atoni Meto ketika melakukan sesuatu di ruang publik, dada dan nafasnya terus berpacu ketakutan.
Ketertinggalan mentalitas Atoin Meto terus berdampak hingga saat ini.
Keterbelakangan mental Atoin Meto juga menyebabkan mereka tertinggal dalam banyak aspek kehidupan. Apabila kita mau membandingkan dengan model pembinaan orangtua dari etnis lain di Nusantara.
Dalam kondisi demikian, cobalah kita merefleksikan sekaligus memvisualisasikan pertanyaan sederhana di bawah ini;
Jika Anda berada dalam lingkaran tersebut, berapa ton tetesan air mata dan juga tekanan emosional serta penderitaan lainnya yang dialami oleh generasi Timor?
Entahlah, penulis pun  tidak sanggup untuk memberikan jawaban yang pasti. Demikian pula dengan pembaca Budiman, khususnya mereka yang pernah mengalami situasi tersebut.
Pergeseran Cara Didikan Orang Tua Atoin Meto, Setelah Munculnya HAM
Pasca getolnya kampanye HAM, perlahan tapi pasti orang tua di pulau Timor, ketika mendidik anaknya mulai mengikuti pesan-pesan tersirat di balik HAM itu sendiri.
Munculnya HAM juga merupakan angin segar bagi generasi muda Atoni Meto.
Karena HAM telah memberikan nafas segar bagi mereka untuk sekadar bernafsu lega, setelah sekian purnama, mereka terjebak dengan kerasnya didikan orang tua di pulau Timor NTT.
Forgive But not ForgetÂ
Topik pilihan Kompasiana edisi ini, telah membawa dan juga membuka kembali ingatan penulis dan juga sebagian besar generasi 90-an Atoin Meto (Etnis Dawan).