Tentunya media akan mengikuti pemikiran dari pemodal/investor.
Apabila pemilik modal adalah seorang politikus, maka framing atau bingkai pemberitaannya juga tidak jauh dari reputasi kandidatnya.
Sama halnya, hubungan kedekatan politikus dengan pekerja media.
Di mana komunikasi keduanya, bertujuan untuk kepentingan dan kemakmuran bersama.
Lanskap kapatilisme media sejak demokrasi liberal hingga Orde Baru bahkan jurnalisme online saat ini pun tidak jauh berbeda dengan jurnalisme kuning di pertengahan abad ke-19 di Amerika Serikat.
Jika saat itu, jurnalisme kuning menyebabkan ketegangan antara Spanyol dan Amerika Serikat di Kuba, hari ini dan ke depan, sebagai pemilih kita akan terus menyaksikan dramatisasi kehidupan media dan juga figur publik.
Euforia tersebut kian terasa dengan berembusnya beberapa kader dari partai politik dalam pertarungan Pilkada 2024.
Untuk menyikapi fenomena tersebut, tugas kita sebagai pemilih adalah memberikan hak suara kita kepada salah satu kader atau figur publik sesuai dengan hati nurani kita.
Bukan sebaliknya, kita mengikuti perang opini, di balik glamouritas pemberitaan jurnalisme kuning yang tersaji di balik framing media-media terafiliasi dengan figur publik tertentu.Â
Sumber rujukan: Journalism Today
Blog Pribadi: www.tafenpah.com