Jargon 'sustaination' atau pemberdayaan sumber daya alam dan energi terbarukan masif menggema di seantero bumi. Kompasiana juga mengambil partisipasi dalam kampanye global tersebut bersama Kompasianer atau kreator konten di platform blogging terbesar Indonesia dan Asia Tenggara ini. Tak ketinggalan pula, warga kampung Haumeni, kecamatan Bikomi Utara, kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tujuan dari kampanye global ini adalah untuk menyelamatkan bumi dari suhu global yang kian tak menentu, demi keberlanjutan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini, khususnya kenyamanan generasi penerus bangsa.
Perihal upaya penghematan energi listrik, sejatinya warga kampung Haumeni sudah mempraktekkannya dalam keseharian mereka.
Sebagai generasi yang lahir dan dibesarkan dari Lembah Bikomi, Biinmaffo (Biboki, Insana, dan Miomaffo) yang menghuni wilayah tanah kering dan tandus di tapal batas Indonesia dan Timor Leste, khususnya Timor Barat (Kefamenanu) dan sekitarnya, penulis cukup tahu keadaan di sana.
Berangkat dari pengalaman riil tersebut, pada kesempaatan ini, penulis akan mengulas 3 pendekatan praktis warga kampung Haumeni dalam menghemat energi listrik, di antaranya:
1. Menggunakan energi listrik secukupnya
Secara teoritis, warga kampung Haumeni tidak tahu banyak soal pendekatan-pendekatan super jenius, khususnya yang berkaitan dengan penghematan energi listrik.
Namun, secara praktis mereka sudah menjalankan kebiasaan hemat energi listrik dalam aktivitas harian mereka.
Sebagai warga yang mayoritas bermata pencaharian petani, setiap hari mereka menghabiskan aktivitas di kebun.
Jadi, secara matematis, mereka menggunakan energi listrik sesuai dengan kebutuhan rumah tangga mereka.
Di mana, mereka menggunakan energi listrik pada malam hari. Itu pun hanya berlaku, ketika mereka makan bersama keluarga tercinta, kumpul bareng tetangga, mendiskusikan aktivitas harian mereka selama berkebun, menonton televisi, menikmati alunan musik berbagai genre, sampai pada diskusi alot seputar politik, termasuk masalah-masalah sosial yang terjadi di belahan mancanegara.
2. Mematikan Lampu saat Tidur Malam
Suasana kampung kecil yang berbatasan langsung dengan distrik Oekusi dan Ambenu negara Timor Leste ini, mulai dari pukul 20.00 ke atas, tampak seperti kampung tak berpenghuni.
Karena suasananya menjadi sunyi. Kesunyian ini terkadang membuat penulis ataupun  pendatang yang sudah bertahun-tahun bermukim di kota metropolitan, seakan tak percaya.
Pasalnya, ketika kita tinggal di kota metropolitan, pada pukul 20.00 ke atas, rasanya itu seperti siang hari.
Di mana, di setiap pojok terdengar beragam bunyi, entah itu karaoke dari tetangga, suara penjual bakso, siomay, canda tawa antar sesama kontrakan, bising kendaraan bermotor, dan segala glamouritas kota metropolitan.
Namun, suasana demikian, berbanding terbalik, kala kita dalam hal ini penulis liburan di kampung halaman (Haumeni).
Justru yang menemani tidur malam penulis adalah gonggongan anjing, kucing, suara kodok, dan lain sebagainya.
Suasananya menjadi lebih menyeramkan lagi adalah sepanjang jalan utama kampung Haumeni di malam hari gelap gulita.
Meskipun ada beberapa titik terdapat lampu jalan, tapi nuansanya benar-benar menakutkan.
Pembaca bisa bandingkan dengan suasana malam di kampung halaman tercinta.
3. Penggunaan Alat Elektronik  Masyarakat belum Semasif Warga di Kota
Memang, terlalu jauh perbandingan kehidupan di kampung Haumeni dan kota. Terutama soal penggunaan alat elektronik.
Misalnya: warga yang ada di kota, umumnya pasti memiliki televisi, kulkas, dispenser, AC, mesin cuci, dan lain sebagainya.
Sedangkan, warga di kampung Haumeni hanya beberapa keluarga yang memiliki barang-barang elektronik di atas. Kecuali televisi, memang hampir sebagain besar keluarga memilikinya.
Tentu saja, warga kampung Haumeni bukan berarti anti terhadap produk kapitalisme tersebut, apalagi tidak mengikuti perkembangan zaman dan juga tidak mampu untuk membeli barang-barang bermerek di atas.
Akan tetapi, mereka benar-benar mengkalkulasikan sedetail mungkin anggaran pengeluaran rumah tangga.
Mereka cenderung membeli barang sesuai kebutuhan harian mereka, dan juga mereka tidak mau menggunakan energi listrik secara berlebihan.
Selain itu juga, alam pedesaan telah memanjakan mereka untuk menikmati berbagai hiburan secara alami, ketimbang mereka harus berjibaku dengan ragam hiburan di televisi dan juga platform media digital lainnya.
Nah, ketiga pendekatan warga kampung Haumeni, Timor, NTT dalam menghemat energi listrik di atas, barangkali ikut memberikan insight bagi pembaca.
Instagram penulis:@suni_fredy | Youtube: Tafenpah Group
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H