Seiring dengan pergantian zaman, ada banyak hal juga ikut mempengaruhi gaya kerja, terlebih bagi pekerja milenial.
Umumnya, pekerja milenial lebih menyukai kebebasan dan paling anti rutinitas di tempat kerja yang kaku atau monoton.
Hal ini berbeda dari generasi sebelumnya. Tapi, pada prinsipnya, generasi milenial akan berkembang di dunia kerja, bila pihak Personalia/HRD memahami karakter atau tipikal mereka.
Pemikiran ini sudah pasti berseberangan dengan pekerja non milenial. Wajar saja, karena setiap generasi punya cara pandang (etika) dalam lingkungan kerja.
Perbedaan pemikiran ini akan membawa persepsi negatif bagi pekerja milenial. Di mana, pekerja yang non milenial akan menilai atau memberikan stigma buruk kepada pekerja milenial.
Akibatnya, Pekerja milenial selalu dicap sebagai generasi kutu loncat, tidak loyal, tidak berintegritas, dan sukanya instan.
Ini bukan pledoi atau pembelaan. Namun, ini tentang bagaimana seorang HRD harus tahu betul tipikal milenial di lingkungan kerja.
Okelah, sebagai pekerja milenial, penulis dan rekan-rekan menerima stigma generasi kutu loncat, dsb.
Tetapi perlu diketahui, bahwasannya pasar industri saat ini mayoritas adalah pekerja milenial.
Pekerja milenial ini juga merupakan aset yang paling penting menjelang bonus demografi 2030.