Masyarakat Indonesia biasanya aman, setelah pesta demokrasi. Tapi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia akan bumerang menjelang pesta demokrasi. Karena ada permainan instrumen politik adu domba dari aktor-aktor yang ingin memenangkan jagoanya.
Meskipun dalam etika sosial sudah dikatakan bahwasannya tidak dibenarkan seseorang untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Namun, etika ini tampaknya sudah tidak berlaku lagi di zaman pertarungan egosentris.
Miris! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan fenomena kehidupan masyarakat di tengah multikulturalisme.
Sejatinya, di dunia ini tidak ada yang benar-benar murni jujur sih. Tapi, ya minimalkan segala sesuatu itu harus diletakan pada human interest.
Karena nilai-nilai kemanusiaan itu jauh lebih penting daripada masa jabatan 5 tahun dst.
Seorang pewarta atau pemberi kabar gembira, biasanya meletakkan dasar pelayanannya pada asas kedamaian, kesejahteraan, dan kenyamanan di tengah tugas hariannya.
Namun, apa yang akan terjadi, bila pewarta itu merupakan seorang provokator di belakang layar?
Dalam konsep peribahasa latin, kita akan menamakan si provokator tersebut dengan istilah  "HOMO HOMINI LUPUS" yang berarti manusia adalah serigala bagi sesamanya.
Memang benar adanya. Karena sisi kebinatangan kita itu selalu berorientasi pada permusuhan, terutama dalam mereakisasikan mimpi-mimpi dari segelintir orang.