Salam jumpa sobat, perihal memikirkan orang yang ada dalam ingatan kita itu, memang mengandung racun sih.
Namun, untuk mengawetan hubungan intim antara kita dan si dia itu kadang menyiksa loh.
Bagaimana tidak, kita memikirkannya setengah mampus. Belum tentu dia juga memikirkan kita toh.
Eh, ini sih tergantung dari pribadi setiap orang sih.
Akan tetapi, berdasarkan pengalaman hidup, terkadang saya sih acuh tak acuh.
Ini bukan egois apalagi superego ya. Melainkan ini soal kesaksian hidup, hehehe
Contohnya: saat ini saya menjalani hubungan jarak jauh, alias LDR-an gitu loh.
"Setiap kali saya membuka Hp Androidku yang tak secanggih si dia, dirinya selalu mengatakan kamu gimana sih?"
"Masa saya selalu ingat kamu. Tapi, kamunya seolah masa bodoh dengan perasaanku."
Aciiiiieeeee, susah su dekat, istilah kami yang berasal dari Timor Barat Indonesia.
Namun, ada kalanya, perasaan acuh tak acuh yang ada dalam diriku, menjadi pemicu pertengkaran antara saya dan si dia.
Ya, meskipun kami mengadu jurus maut map lampir melalui jaringan nirkabel dasar laut.
Tetapi, efeknya kerasa banget loh guys.
Kamu pasti tidak percaya kan? Coba aja terapkan seni masa bodoh ini di kehidupan harian sobat bersama tambatan hati.
Entahlah apa yang akan terjadi di antara kalian, heheeee.
Saya sih yakin, semua jenis binatang akan bertebaran di angkasa raya.
Mengapa kita bisa melakukan hal demikian?
Entahlah, ini soal kemustahilan atau bahasa mama-mama di kampung saya menyebutnya 'IMPOSSIBLE.'
Aduuuuh, makin runyam dunia ini ya sobat.
Terlepas dari perkara atau gaya hidup di atas, saya pun menyadari bahwasannya superego dalam diriku memang sulit untuk ditaklukkan.
Meskipun ada pepatah klasik humanis mengatakan cinta itu bisa mengubah sehala sesuatu.
Konsep berpikir ini memang benar adanya. Namun, untuk mengaplikasikannya susah-susah gampang sih.
Karena di dalam diri saya dan kamu ada hasrat untuk mementingkan diri sendiri (ego).
Namun, setelah sekian purna, saya merasa bersalah dengan jalan pikiran tersebut.
Karena hubungan LDR-an saya dan si dia tidak terawat dengan baik.
Siklus kehidupan ini, perlahan menggiring saya untuk masuk dan merefleksikan apa yang sudah saya lakukan.
Ini bukan permainan logika, apalagi metodologi dunia Filsafat ya sobat.
Tapi, ini soal suara hati.
Di mana, siapa pun kita, pada fase tertentu akan menyesali apa yang telah kita lakukan.
Di sinilah, ada rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa mencintai (sense of love) sebagai sepasang anak manusia yang saling mencintai.
Intinya, orang yang kita pikirkan, dia juga pasti memikirkan kita.
Namun, untuk mencapai siklus kehidupan tersebut, kita akan bersentuhan dengan mantra menautkan komitmen.
Lebih penting dari semua itu adalah soal waktu. Ya, waktulah yang berhak untuk mempertemukan kita, dan waktulah yang akan mengakhirinya (konsep pikiran filsuf Martin Heidegger).
Terima kasih dan salam curhat ya, hehehe
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI