Menarik karena Pers Undira mulai resah atau gelisah akan dua kata yang disampaikan oleh kedua co-Founder tersebut.
Berikut penjelasannya: Mentaliti ini berkaitan erat dengan adaptasi atau menyesuaikan minat pelanggan. Karena sebagai pelaku industri kreatif, mereka tidak berani hidup dalam ego mereka sendiri.
Artinya, mereka harus memiliki spirit adaptif untuk selalu up to date dengan masukan-masukan pelanggan, baik secara langsung maupun via online untuk terus memperbaharui Cafe Malar ke arah yang lebih baik.
Tentu saja, ketika mereka menerima dan mengaplikasikan masukan-masukan dari pelanggan, Cafe Malar semakin menunjukkan eksistensinya di jantung kota Jakarta Selatan sebagai salah satu caf yang "open mindset" dan berjiwa "growth mindset."
Selain itu, mereka selalu memitigasi atau memanajemen masalah-masalah internal dan eksternal dengan tetap berpeguh teguh pada visi dan misi dari Cafe Malar sendiri.
Cara sederhana ini mampu menyatukan perbedaan-perbedaan pendapat yang ada dalam diskusi-diskusi mereka.
Lalu, Dialog ini berkaitan dengan cara penyelesaian masalah yang berlandaskan pada semangat "Musyawarah."
Tak bisa dimungkiri bahawasannya, mereka kerap kali berselisih pendapat, namun itu menjadi hal biasa bagi mereka. Karena setelah konflik internal tersebut, mereka duduk bersama dan mencari solusi-solusi yang tepat dan efektif untuk mengembalikan semangat Cafe Malar menuju track atau jalurnya.
Nilai-nilai "self improvement" atau pengembangan diri ini bukan hanya berlaku bagi Cafe Malar, namun ini juga berlaku bagi seluruh pegiat industri kreatif tanah air.
Pesan Ketujuh co-Founder Cafe Malar untuk Sobat Undira
Mahasiswa Universitas Dian Nusantara Jakarta bukan hanya didik menjadi manusia yang hanya menguasai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi lebih dari itu, para dosen juga menanamkan semangat "mendidik dengan hati" sesuai dengan filosofi Prof.Dr. Suharyadi (Rektor Undira).