Masalah itu, memicu North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau organisasi pertahanan dan keamanan Atlantik Utara meliputi negara-negara Eropa, Amerika dan Kanada mengambil jalan perdamaian dengan mengecam tindakan agresi militer Rusia.
Rusia tidak menerima perlakukan NATO. Akibatnya, perselisihan antara Rusia dan NATO semakin meruncing.
Seiring dengann berjalannya waktu, Ukraina diperalat oleh NATO dengan mengirimkan pasukan tempurnya di wilayah sengketa saat ini (Donbass) Ukraina Timur untuk membantu militer Ukraina dalam memerangi pasukan pemberontak yang merupakan aliansi penuh dari Rusia.
Perang segitiga pun tercipta. Perang egosentris itu mengorbankan ribuan bahkan jutaan warga Ukraina saat ini dalam pertaruhan politik Internasional.
Alih-alih kehadiran NATO sebagai pasukan penyelamat bagi Ukraina. Tetapi justru menimbulkan kemarahan Rusia.
Singa yang tertidur lelap, berhasil dibangunkan oleh NATO dan sekutunya. Rusia sudah berusaha untuk mengambil jalan diplomasi. Tetapi, kemarahan Rusia sudah mendekati ambang batas. Akhirnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengambil langkah tegas, yakni jalan perang.
Perang di awali dengan kemarahan dan berakhir pada perdamaian.
Ukraina dalam Ketidakpastian
Dunia seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi di langit Ukraina saat ini. Negara Demokrasi dengan berpenduduk 44 juta orang itu dalam keadaan yang tidak pasti.
Ribuan anak, lansia, tua, dan muda-mudi dalam hitungan detik kehilangan harapan hidup. Sarana dan prasanan umum, hari ini pun semakin hancur. Akibat serangan rudal yang ditembaki melalui udara, darat, dan laut dari militer Rusia.
Selama berbulan-bulan Presiden Vladimir Putin telah menyangkal bahwa dia akan menyerang tetangganya, tetapi kemudian dia membatalkan kesepakatan damai, mengirim pasukan melintasi perbatasan di utara, timur dan selatan Ukraina.
Dengan meningkatnya jumlah korban tewas, dia sekarang dituduh menghancurkan perdamaian di Eropa dan apa yang terjadi selanjutnya dapat membahayakan seluruh struktur keamanan benua itu.