Nilai seolah-olah menjadi harga mati dari pendidikan. Akibatnya, peserta didik hanya belajar saat mengejarkan tugas, mengikuti ujian tengah semester, dan ujian akhir sementer. Rasanya miris pendidikan kita di negeri ini.
Lalu, bagaimana solusi yang tepat dan efektif bagi praktisi pendidikan kolonial dan milenial?
Ribuan praktisi pendidikan ada di platform Kompasiana, namun apakah dari sekian banyak praktisi ini, ada yang sudah mendirikan sekolah Blogging?
Jika ada, barangkali masih bisa dihitung dengan jari. Padahal setiap hari, kita selalu menulis dan menyebarkan literasi di platform terbesar se-Asia Pasifik ini. Motivasi dan inspirasi selalu mengalir tanpa henti kepada anak didik di seluruh pesolosok negeri.
Namun, dari sekian banyaknya program-program yang ditawarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kemendikbud-Ristek (Kemendikbud-Ristek) terkait Merdeka Belajar, sejauh ini penulis dan segelintir orang yang selalu resah dengan pendidikan di negeri ini mulai membuka paradigma untuk mengusulkan soal Sekolah/Kampus Bloging.
Nah, bertepatan dengan topil Kompasiana terkait Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan -- Riset dan Teknologi, penulis mengusulkan jika memungkinkan praktisi pendidikan kolonial dan milenial menawarkan program-program belajar yang lebih disukai oleh minat siswa.
Artinya, jika praktisi pendidikan yang suka dan nyaman di dunia blogging, tidak salah kok untuk mengajarkan peserta didiknya. Siapa tahu dari cara-cara sederhana itu, ke depan bisa melahirkan penulis-penulis konten yang handal di negeri ini.
Sebaliknya, praktisi yang bergerak di bidang apa pun juga bisa memandu anak didiknya untuk menggali talenta dan minat yang mereka miliki. Karena dengan begitu, relasi antara Guru dan siswa menjadi lebih nyaman dan akrab dalam mengembangkan softskill dan hardskill mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H