Hai sobatku, sebelum saya mengulik artikel ini, saya memberitahukan kepada pembaca bahwasannya saya bukanlah pakar politik ataupun pengamat politik Timur Tengah ya. Melainkan, saya mencoba untuk ikut nyimplung bersama Kompasianer lain yang terlebih dahulu menganggit artikel seputar "Taliban."
Baiklah sobatku! Tahun 1952 dunia Sastra Perancis digoncangkan oleh polemik mendidik antara dua 'raksasa'; Albert Camus -- Sartre. "Aku memberontak, jadi aku ada." Sedangkan, Sartre -- Aku berpikir, maka aku ada." (Sumber; Albert Camus, Sampar. Terbitan; Yayasan Pusaka Obor Indonesia. Jakarta, 2013.)
Terkait dengan "kehadiran Taliban di Afghanistan," saya melihat di sana adalah perang eksistensi atau keberadaaan antara "Taliban" dan "tokoh karismatik sekaligus mantan panglima Muhajidin, Muhammad Ismal Khan"
Taliban Memberontak Karena Ada kepentingan
Motif dari pemberontakan atau pengambilalihan kekuasaan pemerintah Afghanistan oleh Taliban adalah mereka memiliki kepentingan tersendiri.
Sebab-musabab kepentingan Taliban kita pun tidak tahu dengan jelas dan pasti. Karena secara geografis, kita memang berada di satu benua yakni; benua Asia. Tapi, secara teritorial lautan dan daratan, Taliban berada di Timur Tengah. Sementara kita berada di Asia Tenggara.
Lantas bagaimana kita mau mengetahui kondisi dan keadaaan yang terjadi di sana? Kan ada media sosial? Ya, itu pun tidak cukup bagi kita untuk mengumpulkan bukti otentik!
Informasi akan menjadi akurat, jika kita sedang meliput langsung dan melibatkan kelima panca indera kita.
Mengapa kita harus meliput langsung baru mengetahui kebenarannya? Karena informasi maupun ilmu pengetahuan itu lahir dari pengalaman inderawi.
Untuk itu, saya memasukan kelompok Taliban ke dalam filsuf eksistensialisme, Albert camus dengan diskursus atau konsepnya "Aku memberontak, jadi aku aku.
Sebaliknya, tokoh karismatik dan sekaligus mantan panglima Muhajidin, Muhammad Ismal Khan saya memasukkannya ke dalam filsuf Sartre ; "Aku berpikir, karena aku ada."