Sekarang banyak perusahan yang masih menjalankan model kerja hibriba. Hibrida adalah kombinasi dari bekerja di rumah saja (WFH) dan di tempat kerja.
Akan tetapi, model kerja hibrida memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan model kerja hibrida adalah;
Perusahan merasa kesulitan untuk membawa pulang karyawannya ke kantor, pasca selesai Covid
Struktur sosial dan fisik yang kaku
Karyawan merasa kehilangan konektivitas secara nyata
Karyawan merasa bosan dengan rutinitas hanya di rumah saja
Perusahan Merasa Kesulitan Membawa Pulang Karyawannya ke Kantor, Pasca Selesai Covid
Ketika Pandemi melanda dunia setahun yang lalu, banyak perusahan mau tak mau dipaksa untuk mengubah model kerjanya dari konvensional menuju cara kerja hibrida.
Ketika perusahaan menerapkan model kerja hibrida, karyawan akan melihat fungsi kerja yang berbeda pula. Misalnya: Karyawan akan mulai melihat denah lantai, fungsi dan teknologi yang berbeda.
Dilansir dari bbc.com, Adtrak yang merupakan agen pemasaran digital yang berbasis di Nottingham, telah bergulat beberapa Minggu terakhir ini terkait dengan model kerja hibrida.
James O'Flaherty, direktur operasi bisnis Adtrak sedang memikirkan kembali pengaturan di ruang Adtrak seluas 16.500 kaki persegi. Awal 2020, agensi memiliki 120 meja; sekarang hanya menyisakan 70 meja kerja.
Namun bukan berarti perusahaan semakin kecil. Melainkan, O'Flaherty telah mengkonfigurasi ulang untuk menyertakan ruang kerja tim yang mendorong kolaborasi, ruang sosial untuk mempromosikan dialog, dan ruang yang dilengkapi dengan teknologi baru untuk konferensi video tanpa batas dengan rekan kerja jarak jauh.
Saya rasa begitu pun dengan perusahaan yang ada di Indonesia. Pandemi telah memaksa setiap pemimpin untuk menerapkan model kerja hibrida dengan mempertimbangkan fasilitas pendukung yang memadai demi kelancaran kinerja karyawan.
Struktur Sosial dan Fisik Yang Kaku
Tranformasi/perubahan cara kerja hibrida yang masif dilakukan oleh perusahaan juga memberikan sesuatu yang kaku bagi karyawan.
Pekerja milenial tentu akan cepat beradaptasi dengan model kerja hibrida, ketimbang pekerja generasi tua yang harus membutuhkan wkatu yang lama untuk mengikuti gaya/model kerja hibrida yang menggunakan teknologi baru.
Kondisi ini memberikan struktur sosial yang kaku. Akibatnya, pekerja dari generasi tua yang dulunya produktif, kini masih berjuang untuk menyesuaikan diri.
Produktivitas mereka akan berkembang, jika mereka sudah memahami teknologi pendukung model kerja hibrida.
Karyawan Merasa Kehilangan Konektivitas
Kelemahan model kerja hibrida yang sangat kerasa bagi karyawan adalah hilangnya konektivitas di ruang kerja nyata (konvensional).
Kehilangan relasi dalam kehidupan nyata adalah derita bagi setiap pekerja. Akan tetapi, demi keselamatan diri dan keluarga serta rekan-rekan, pekerja pun harus mematuhi prokes dan jadwal kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Siapa pun dari kita tentu tidak menginginkan kondisi ini terjadi dalam kehidupan kita. Namun, kita pun tidak bisa melawan virus mematian ini.
Pandemi telah memberikan pelajaran bagi kita untuk mengerem diri dan ego yang sulit ditaklukan oleh mantra apa pun.
Kebosanan Mengejar Karyawan
Ketika konektivitas di tempat kerja hilang, pekerja akan memasuki sindrom kebosanan. Bosan adalah hal yang biasa dalam kehidupan kita.
Kita pun harus bersyukur bahwasannya di tengah Pandemi, perusahaan masih bersedia untuk menerapkan model kerja hibrida. Meskipun kelemahannya sangat menyiksa. Akan tetapi, model kerja ini adalah langkah yang tepat untuk mengekang penyebaran Covid-19.
Terakhir, meskipun kelemah model kerja hibrida sangat terasa bagi pekerja. Namun, model kerja ini masih memberikan tiga hal manfaat bagi kita semua.
Ketiga manfaat tersebut adalah;
- Â kesehatan lebih mahal dan penting bagi setiap orang saat ini.
- Model kerja hibrida juga tetap memberikan kesejahteraan bagi pekerja, selain keamanan
- Bersyukur perusahaan masih memberi kita kerja demi mengepul asap dapur kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI