Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bagaimana Model Komunikasi Penderita Covid kepada Keluarga?

14 Juli 2021   02:07 Diperbarui: 14 Juli 2021   02:10 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penderita Covid yang sedang kebingungan untuk mengkomunikasi penyakitnya kepada keluarga. Alodokter.com

Komunikasi memiliki peran penting dalam interaksi manusia. Akan tetapi, jika seandainya kamu adalah penderita Covid, lantas model komunikasi yang efektif kepada orang-orang tercinta itu seperti apa?

Setiap hari kita selalu mendengar, mengamati, mencium bahkan merasakan penyakit Covid itu sendiri. Umumnya, kita memilih untuk bersikap bodo amat! Karena "common sense" atau akal sehat kita sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.

Ketika kita berada di dalam fase kebimbangan tersebut, kecenderungan kita adalah ingin mengakhiri kehidupan kita sendiri. Aneh tapi itulah yang mungkin saja dialami oleh mereka yang menderita Covid.

Disposisi atau Keadaan Batin Penderita Covid di Tengah Kehidupan Sosial

Seseorang yang belum terpapar Covid, tentu ia akan menjalani kehidupan dengan penuh optimis. Apalagi mereka yang sudah berkeluarga. Keceriaan itu akan hilang begitu saja, dikala seseorang mengidap penyakit Covid.

Disposisi atau keadaan batin penderita Covid berada pada dua lempeng kehidupan yakni kecemasan dan perjuangan.

Kecemasan

Lifestyle.Okezone.com
Lifestyle.Okezone.com

Cemas adalah hal lumrah yang kita alami dalam kehidupan kita. Komunikasi penderita Covid tidak begitu ngalir seperti sebelum menderita. Pemicu dari kondisi psikologis penderita Covid adalah lingkungannya.

Lingkungan adalah pusat interaksi manusia untuk saling berbagi apa saja dalam kehidupan. Termasuk menyebarkan urusan dapur tetangga pun kita sudah pernah melakoninya.

Penderita Covid tak berbeda dengan seseorang yang terdampar di tengah hutan belantara. Meskipun pada kenyataannya, penderita Covid hidup dalam lingkungan masyarakat.

Ketika penderita Covid menjalani masa isoma (isolasi mandiri), tentu ribuan kecemasan akan menggerogoti kesehariannya.

Pancaran sinar bola matanya selalu berurai penyesalan dan harapan akan kesembuhan. Sementara, orang-orang terdekatnya akan menjauhinya.

Ketika kita berada di fase ini, rasanya kita sedang berjuang di tengah padang gurun yang tak ada sumber mata air.

Sahabat yang selalu menemani di kala kita menjalani masa isolasi mandiri hanyalah untaian doa dan kalimat sugesti yang selalu berkejaran dalam tidur kita.

Perjuangan

Diskominfo.Pangkalpinangkota.go.id
Diskominfo.Pangkalpinangkota.go.id

Sebagai penderita Covid, kita sudah berjuang hingga segalanya kita korbankan demi kesembuhan kita. Karena kesembuhan kita adalah kebahagiaan orang-orang tercinta kita.

Setiap penderita Covid punya cara untuk berjuang dalam kehidupan setiap hari. Hingga titik darah penghabisan pun, kita sudah mempertaruhkan segalanya. Akan tetapi, kesembuhan hakiki adalah ketenangan batin dan psikologi.

Tidak ada obat lain yang bisa mengatasi kecemasan kita, selain kita sendiri.

Apakah kita perlu mengkomunikasikan penyakit  kepada keluarga?

Cewekbanget.grid.id
Cewekbanget.grid.id

Rasanya sulit! Karena kondisi psikologis setiap orang saat ini hidup dalam kecemasan. Ada yang memilih untuk tidak memberitahukan penyakitnya kepada keluarga. Dan ia pun tahu konsekuensinya dan ada alasan yang jauh lebih penting.

Kelemahannya, kita bisa saja merenggut orang-orang tercinta yang tidak pernah berdosa. Ketika kita berada pada kondisi ini, berbagai teori komunikasi tidak akan mempan dalam kehidupan kita.

Karena yang kita butuhkan hanyalah keheningan. Hening berarti kita selalu berusaha untuk merekonstruksi tubuh kita.

Tubuh kita juga perlu di cas seperti baterai hp yang sudah kosong dayanya. Baterai hp yang sudah memasuki 0%, tentunya ada pengingat dari mesin android. Begitu pun dengan kondisi tubuh kita, ketika kita jatuh sakit atau pun terpapar virus Covid gelombang kedua ini.

Tiada komunikasi yang efektif dan tepat di kala kita menderita Covid. Yang kita butuhkan adalah orang lain ingin mengerti keadaan kita. Begitu pun kita harus mengerti keselamatan orang lain.

Nah, cara yang terbaik bagi seorang penderita Covid adalah menjaga jarak dengan jalan isolasi mandiri. Saya rasa, inilah model komunikasi yang kita jalani saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun