Jika anda tak percaya, cobalah bertanya dan sharing dengan umat Kristiani seputar kehidupan Seminaris dan Imam Katolik di era digital.
Saya sangat bersyukur pernah dibina dan diajarkan oleh alm.Romo Pareira yang merupakan pakar Kitab Suci Perjanjian Baru sekaligus Guru Besar di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang.
Dari sana saya tahu bahwa beragama itu adalah hubungan personal antara kita penganutnya dengan Pemberi Kehidupan. Untuk apa kita pamer kepercayaan agama kita kepada orang lain? Jika, beragama itu semacam KTP dan ajang untuk mencari sensasi, orang Athenis lebih manusiawi daripada kita yang mendagu beragama.
Seminaris semasa di pembentukan awal (formasi/postulan/dasar) tidak hanya berurusan dengan bidang Teologi. Tapi, selalu bersentuhan dengan Filsafat demi menakar iman kepercayaan seseorang.
Belajar Filsafat bukan mengarahkan kita untuk menjadi Atheis. Melainkan semakin berfilsafat, kita semakin beriman kepada Pencipta.
Lebih lanjut, jika Yesus memberi kebahagiaan dan kepuasan batin bagi pengikut-Nya, untuk apa seorang Seminaris mencari kepuasan lain bersama kaum awam?
Sebaliknya, jika kita sebagai umat Kristiani sudah merasakan kepuasan batin bersama Yesus, untuk apa kita tidak peduli pada nilai-nilai kemanusiaan?
Untung saja kita tidak mabok agama. Lebih baik berfilsafat dan meningkatkan iman kepercayaan kepada Sang Pencipta yang selalu hadir dan bersentuhan dengan kita setiap hari.
Agama itu adalah ajaran moral dan etika untuk mengarahkan pengikutnya menjadi manusia yang peduli dan berempati, serta menghindari ujaran kebencian dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Bukan menjelekkan orang lain setiap memberikan ceramah entah di manapun.
Miris ketika kita melihat bangsa kita. Seandainya orang fanatik kepada nilai-nilai kemanusiaan itu lebih berfaedah, daripad afanatik dalam beragama. Urusan hidup dan mati seseorang itu bukan ditentukan oleh agama tertentu. Melainkan setiap orang sudah ada waktunya. Ada waktu kita dilahirkan dan ada saatnya kita menutup mati. Entah dengan cara apapun jalan kepergian kita kepada Sang pencipta, kita pun tidak pernah tahu.
Lebih sadis, jika kematian sesama yang berbeda keyakinan itu sudah didesain secara komprehensif oleh semua pihak, mulai dari tingkatan dasar hingga tertinggi dalam negara tertentu.