Ruang ganti Real Madrid sebelum kedatangan Zidane menjadi kacau dan terjadi perang saudara di sana. Tapi, berkat kecerdasan emosionalnya, perlahan-lahan ia menyulap amarah pemain dan menstransfernya dalam bentuk ambisi untuk memberikan yang terbaik bagi timnya.
Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh Zidane ditransformasikan kepada Benzema dkk. Bukan hanya di lapangan hijau. Melainkan energi positif itu ia tularkan kepada semua orang yang berada di dekatnya.
Setiap kali ia berdiri dan mengamati permainan anak asuhnya dari pinggir lapangan, energi positif serasa membangkitkan jenderal lapangan tengahnya yakni Toni Kroos dan Luka Modric untuk memenangkan pertandingan.
Kreasi dan nilai estetik yang diperagakan oleh anak asuh Zidane saat bersentuhan dengan si kulit bundar, memberikan sentuhan rasa yang dikemas dengan racikan emosional yang matang dari anak asuhnya.
Pria botak yang tahu mana yang terbaik dan mana yang harus di cut dalam setiap momen. Ia menjadikan setiap momen sebagai ajang berharga demi terciptanya sejarah di di waktu yang akan datang.
Belajar dari Zidane, saya bertekad untuk menambah skill mengolah psiko emosional demi kebahagiaan saya sendiri. Karena kebahagiaan saya adalah kebahagiaan setiap orang.
Dari diri sendiri, melalui kematangan emosional dalam setiap situasi, membuka jalan untuk berelasi dengan semua orang, tanpa memandang latar belakang apapun.
Akhirnya, kematangan emosional akan berdampak pada semua orang yang selalu berada di sekiar kita. Lebih baik menularkan energi positif. Daripada menebarkan energi negatif yang akan menghancurkan diri sendiri dan semua orang.
Selamat menjalani masa puasa saudara-saudariku umat Muslim di manapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H